•Bilur [21+]

2.8K 143 124
                                    

**

"Rampas saja waras ini, patahkan tulang-tulang tangan dan kaki, atau sayat permukaan kulitku agar kelak benih-benih pedih juga setiap tetes darah akan menuai bayarannya."

-Arzi Nara Wiriya-

**

**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

**

Konon, membawa diri untuk belajar agar tidak menginginkan sesuatu justru lebih baik. Menjaga hati agar sehat juga nampaknya jauh lebih bermanfaat dibanding dengan menaruh harap pada hal yang sudah jelas tidak mungkin terjadi. Seperti Gheovani, kini dia hanya ingin fokus pada diri sendiri juga memberantas segala sepi. Ia akan membatasi dirinya untuk menyimpan ekspektasi tinggi, ia akan menurunkan kadar ego yang sebenarnya sudah membelenggu terlalu lama.

Di dalam kamarnya, Gheovani merasa ini akan menjadi malam yang panjang juga melelahkan. Gema gundah terdengar di antara rusuk dan iga, menyelinap masuk pada sela-sela dada hingga membuat sukma bekerja di luar batas kinerjanya. Pada titik dimana ia sudah tidak sanggup memejamkan mata, raganya dipaksa untuk bangkit dan berdiri hanya untuk sekedar menepi pada balkon kamarnya.

 Pada titik dimana ia sudah tidak sanggup memejamkan mata, raganya dipaksa untuk bangkit dan berdiri hanya untuk sekedar menepi pada balkon kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Indurasmi seolah bertamu pada permukaan pundaknya yang terbuka, hingga memantulkan cahaya seindah pemiliknya. Gugusan bintang nampak berbaris memohon untuk dipuja karena mega sesekali menutupinya. Bersandar di bawah cakrawala, Gheovani menengadah mencari tahu apakah ia masih layak untuk menjajali lebih banyak tawa juga bahagia.

Ia hirup udara di jam 1 dini hari, sejuk menusuk hingga paru, kelopak matanya mengatup, kedua tangannya mencengkeram kuat pagar pembatas. Gheovani ingin berteriak meski hanya sebatas rongga dada, menyuarakan renjana yang mulai suram tertikam banyak realita. "Ci Shana, aku ngga nyangka kalo kamu ngalamin hal seberat itu. Apa yang selama ini kamu laluin dan simpen bikin aku ngerasa makin pengen ada di samping kamu. Aku pengen jadi orang pertama yang meluk kamu kalo kamu lagi ngerasa ngga baik-baik aja."

Dersik angin semakin menyambar wajahnya dengan sayatan pelan juga memabukkan, "Tapi yang ci Shana mau- bukan aku." Ada satu helaan panjang disela-sela kalimatnya, nafas yang sesak namun tak kunjung meluruhkan segala derita.

ARTistic.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang