Semesta Mendengar Mu

27 5 0
                                    


Kalian pernah gak sih? Merasa seperti sendiri, sendiri dengan segala yang ada pada diri. Kesedihan yang tak kunjung mereda, keterpurukan yang enggan meninggalkan, bahagia yang seperti enggan menghampiri, semua yang seakan tidak bisa kalian jangkau, seakan tidak bisa diubah.

Merasa semua itu akan berakhir jika kalian memilih mengakhiri?

Berfikir, "bagaimana jika awalnya menyerah saja dengan semua yang diluar kendali maka akan lebih baik, tidak perlu lelah mengusahakan yang belum pasti didapat, tidak perlu takut akan kecewa yang nantinya akan hinggap, tidak perlu takut akan segala kemungkinan terburuk yang terfikir selama ini, tidak perlu membohongi diri dengan kata seandainya."

Tapi, jika menyerah lah yang kamu pilih dari sekian banyak pilihan yang belum kamu pikirkan, bisa saja mendatangkan penyesalan?
Tidak asing penyesalan selalu datang di akhir. Tanpa di harapkan, tapi mungkin sudah terkira sebelumnya dalam angan.

Perasaan seperti ini wajar kok, terkadang saat manusia berada dalam fase terburuk terendah dalam hidupnya, ia hanya mengharapkan semua cepat berlalu, segera ingin mengakhiri, enggan terluka lebih banyak lagi, tak mau menangis terlalu sering lagi, semuanya tampak melelahkan. Jiwa, raga, batin, hati, pikiran.

"Kapan semua berakhir? Atau paling tidak membaik?"
Kalimat Yang selalu terbatin tanpa henti.

Itu adalah pertanyaan yang tak bosan bosan singgah setiap saat, terkadang bertanya entah pada siapa, tidak ada yang mendengar, hanya hampa yang menemani, suaramu mengudara dengan pekikan keras memenuhi rungu mu, raungan serak dengan air mata yang tak henti menetes, seolah enggan berhenti sebelum air mata kering.

Disaat itu lah, perasaan campur aduk, menjadi lebih emosional mulai menyalahkan takdir, tuhan, diri sendiri, dan beberapa pertanyaan berkecamuk dikepala enggan berhenti. Seperti, mengapa semua terjadi? Kenapa tidak kunjung berkahir? Aku tidak kuat, sudah cukup! Lelah tuhan! Aku ingin semua nya membaik! Aku harus bagaimana? Bagaimana langkah ku berikut nya? Apakah jalan ini yang terbaik? Bagaimana menyelesaikan semuanya tanpa mengakhiri?

Pernyataan, pertanyaan satu demi satu terlontar, dengan makian dalam kepala, teriakan menggema dari hatimu yang terdalam, hanya dirimu yang mendengar. Saat benar benar muak dengan isi kepala yang seolah enggan tenang walaupun sejenak.

Namun, sesekali singgah, seharusnya perasaan ini tidak ada, hanya semakin melukai bukan menyembuhkan. Namun, mau bagaimana lagi saat segala nya terasa rumit, isi kepala tidak dapat memproses segala hal dengan baik.

Namun, keyakinan dalam hati tetaplah ada, walau samar. Bahwa semua akan berlalu, hal buruk akan berakhir, hal baik akan tiba, akhir semuanya akan datang.

Saat semua perasaan ini mengecohmu,
Namun tahukah kamu?
Semesta mendengar..
Setiap keluh mu..
Setiap teriakan mu..
Setiap makianmu..

Semesta menyaksikan..
Keterpurukan mu..
Kesedihan mu..

Berhentilah berfikir tidak ada yang mendengar mu, tidak ada yang mengerti mu, sejatinya di tengah kesendirian mu, rasa hancur mu. Semesta mendengar, dan Tuhan yang selalu melihat mu.

Jika kamu mengharapkan manusia untuk mengerti keadaan mu, perasaan mu, rasanya cukup mustahil.

Karena terkadang, manusia sendiri tidak bisa menentukan perasaan nya sendiri, tidak pernah berhasil memahami dirinya sendiri, tidak pernah pasti dapat mengendalikan segala gejolak emosi yang teredam dalam dirinya.

Dengan itu, bukankah benar benar mustahil untuk manusia untuk mengerti manusia lain dengan sebaik yang kamu harapkan? Sedangkan ada dirinya yang perlu dimengerti, yang belum dikenalnya dengan baik.

Sebaiknya pengharapan pada manusia, alangkah lebih baiknya berharap pada dirimu seorang. Manusia tidak lepas dari kecacatan dalam memahami, mengerti, atau menilai sesamanya, paling tidak saat kondisi itu menghampiri mu, maka kamu masih memiliki dirimu sendiri untuk menjalankan peran manusia lain dalam hidupmu.

Jika memang terlalu menyakitkan, rendamlah sebentar lagi, percaya akan sembuh secara perlahan oleh waktu.

Jika terlalu melelahkan, menepilah sejenak, berbincang lah dengan dirimu untuk melanjutkan langkah bagaimana kedepannya. Tidak perlu memaksakan diri, lakukan semua perlahan.

Jika tidak memungkinkan untuk kamu bertahan lebih lama, maka istirahat lah atas seizin-nya.

Semuanya memang terasa pelik, memuakkan di suatu kondisi, ingin mengakhiri tidak ingin mati. Namun perasaan tidak pernah dapat dibohongi, secara alami yang kita rasakan sebagai manusia, sebagai mahluk yang lemah, rapuh di mata penciptanya.

Hal itu wajar, sejenak perasaan, gejolak itu singgah saat keterpurukan menghampiri.

Namun mau bagaimana? Tuhan telah mentakdirkan itu semua, untuk mu, untuk hambanya lalui.

Jika Tuhan mentakdirkan itu untuk mu, bukan kah, Tuhan percaya dirimu mampu bertahan? Mampu melewati semuanya dengan baik? Tak apa walaupun sesekali langkah mu terseok-seok, jalanmu tertutup, hatimu meragu, pikiran mu kacau, fisik mental mu lelah.

Menepilah..
Istirahat sejenak..
Lalu kembali lah berjalan, dijalan yang kamu rasa benar..

Dan percayalah, semua yang kamu alami, seburuk apapun, akan berakhir indah.

Semesta tidak bisa berbuat banyak, ia hanya bisa mendengar mu dan menyaksikan mu...
Maka jika ingin berteriak, teriakan lah, sekencangnya hingga kamu rasa beban itu ikut lepas dengan teriakan mu.
Biarkan semesta, luasnya semesta yang menampung seluruh keluh mu.





















Jangan lupa vote nyaaa >.<

Semesta Dengan KisahnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang