Hari Senin jam sepuluh pagi Daenys sudah duduk di sofa ruangan Asha yang kalau menurut talent-talent A+ adalah seperti ruangan guru BK yang killer. Sepagi ini, tentu saja atas permintaan yang bersangkutan. Kalau tidak mana mau Daenys bermacet-macetan menempuh perjalanan dari apartemennya ke kantor A+ mengingat dia sudah tidak lagi tinggal di sana.
Daenys tidak tahu alasan mengapa Asha memintanya menghadap. Bisa banyak hal. Selama empat tahunan ini Daenys bekerja bersama Asha dia sudah paham akan karakter wanita itu.
Sejujurnya Daenys kagum pada Asha. Di usia mudanya, dia bisa sukses menjalani profesi yang tidak banyak ditekuni orang sekaligus mendapatkan hormat dari banyak pihak yang mana Daenys ketahui tidak mudah.
Kalau saja Asha tidak sesering itu menampilkan taringnya, mungkin dia akan menjadi panutan bagi Daenys.
Jam sepuluh lewat lima belas menit, Asha yang mengenakan rompi dan celana panjang putih, dengan blazer putih bertengger di bahunya masuk ke ruangan, menenteng tas jinjing mewah yang harganya selangit.
"Pagi Mbak."
"Pagi. Kamu tahu kenapa saya minta kamu kemari?" tanyanya sebelum duduk di kursi putarnya.
Begitulah Asha. Tepat sasaran dan tidak suka basa-basi.
Demi menjaga sopan santun, Daenys bangun dari sofa dan duduk di kursi seberang Asha. Kata Uma hari ini yang dipanggil hanya Daenys sehingga dia maju tanpa ditemani. "Kalau boleh jujur, nggak Mbak."
"Oke, kita to the point aja. Kamu tahu kapan recana Rhangga akan keluar dari A+ sebelumnya?"
"Saya nggak tahu."
Daenys tidak berbohong. Dia tahu Rhangga bermaksud keluar, tapi tidak tahu kapan persisnya niat tersebut akan dieksekusi.
Tanpa memberi respon, Asha mengeluarkan ponsel dan laptop dari tasnya. Taktik ini sudah familiar bagi Daenys. Wanita itu pasti akan diam sejenak untuk membuat lawan bicaranya semakin grogi.
Sayangnya bagi Asha, Daenys sudah kebal mengalami perlakuan yang serupa selama bertahun-tahun. Sehingga sekalipun bungkam, bukan berati Daenys akan masuk ke perangkap Asha.
"Kamu sama Rhangga itu kan... apa ya? Couples, ya?"
"Bukan Mbak."
"Masa sih? Setahu saya kalian itu dekat sekali loh."
"Rhangga dan saya hanya menjalankan arahan dari manajemen saja kan Mbak," tukas Daenys hati-hati. "Kami profesional. Secara personal memang kami berteman. Tapi bukan berarti dia dan saya adalah pasangan."
"Oh, right," Asha menjentikkan jemarinya. Lidahnya berdecak. "Jelas kamu sama Rhangga nggak pacaran. Kan kamu ternyata sudah punya pacar, ya kan? Orang yang tidak diketahui identitasnya."
Daenys menelan ludah. Jadi ini arah pembicaraan Asha. Dia ingin membahas Daenys yang menyembunyikan Faaz selama ini.
"Iya Mbak," aku Daenys akhirnya. "Selama ini saya hati-hati agar hubungan saya tidak terungkap ke media supaya—"
"Tapi foto kamu bisa tersebar tuh di internet. Itu kah namanya hati-hati?" Asha menjentikkan jemarinya sebelum memajukan tubuhnya. "Kamu beruntung Rhangga mengumumkan keluar sebelum foto itu ketahuan publik. Kalau nggak? Kamu bisa tebak sendiri kan apa tindakan yang akan diambil oleh manajemen?"
Asha ada benarnya. Andaikan Rhangga tidak keluar dari A+ pasti keberadaan foto itu bisa jadi masalah buat Daenys.
Akan tetapi, Daenys sudah lelah hidup di angan-angan. Faktanya foto itu tersebar setelah Rhangga mengumumkan keputusannya. Artinya tidak penting lagi konsekuensi darinya. Lagi pula di kontrak, tidak pernah tertulis resmi bahwa Daenys dilarang menjalin hubungan dengan orang lain. Strategi untuk dijodoh-jodohkan dengan Rhangga supaya mendapat simpati publik juga bukan mau Daenys.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Daenys
RomanceUntuk sebagian besar masyarakat Indonesia, nama penyanyi muda dengan aura tenang, gaya bohemian, tetapi memiliki identitas misterius seperti Daenys Rai memang seperti melejit dalam semalam. Karyanya yang mendadak viral lewat berbagai platform sosial...