: awal
* * *
Author's POV
DI RUANG KELAS YANG SUNYI ITU, hanya tinggal seorang perempuan yang tengah sibuk mengerjakan sesuatu. Sepertinya laporan. Meja-meja di kelas itu tertata rapi, maklum saja, setelah kegiatan ekstrakurikuler selesai, para anggota ekstrakurikuler matematika membiasakan diri untuk menata kembali meja dan kursi yang sudah digunakan.
“Masih disini?” Tanya seorang laki-laki yang tiba-tiba saja muncul di mulut pintu. Dan kebetulan, perempuan itu berada di barisan paling depan, sehingga ia langsung menolehkan kepalanya pada mulut pintu.
“Iyalah, masih.”
Setelah kata-katanya yang terkesan ketus itu, ia langsung merapikan kertas-kertasnya yang tadi berada di meja. Kemudian memasukannya ke tas jinjing miliknya.
Kemudian, sehabis memasukkan semua barang-barang miliknya—termasuk alat tulis beserta beberapa perlengkapan lainnya, (Name) segera berdiri dan memajukan kursi yang digunakannya agar rapi seperti sebelumnya.
“Keluar, yuk.”
Ajakan itu berasal dari laki-laki yang menghampiri (Name) 5 menit sebelumnya. Sebelumnya, perkenalkan, namanya Bakhiar Utama Dayin. Dia merupakan guru PPG di sekolah (Name), sekaligus guru yang akhir-akhir ini bertugas untuk mengunci pintu di sore hari.
Bagi (Name) sendiri, tidak sesulit itu untuk kenal dengan guru PPG, maka, sore hari ini, ia tidak canggung ketika menyusuri lorong yang sudah sepi hanya dengan Utama.
“Kayaknya, belakangan ini tambah rame ya murid yang ikut KIR?” Pertanyaan itu secara tiba-tiba diucapkan oleh Utama, tidak lain kepada (Name). Saat ini, mereka telah berada di dekat gerbang sekolah. Dan kebetulan, ojek online yang di pesan oleh (Name) hampir tiba.
“Hmm iya. Belakangan, mungkin banyak yang tertarik jadi ilmuan?” Balasmu secara asal. Hanya tidak terpikir bagaimana membalas pertanyaan random seperti itu. Sementara Utama hanya membalasnya dengan beberapa anggukan pelan.
Langkahmu di sebelah gerbang tiba-tiba terhenti, mendadak handphone mu berbunyi. Tanpa menunggu lama, kamu langsung mengangkatnya begitu mengetahui bahwa orang yang meneleponmu adalah ibumu.
“Halo, bunda. Kenapa?” Tanyamu, begitu telepon terhubung. “Nanti begitu sampe rumah, ambil nasi goreng yang depan gang dulu ya. Bunda udah pesen, kok, tinggal ambil aja.”
Tepat setelah telepon singkatmu dengan ibumu ditutup, ojek online yang kamu pesan sudah tiba. Kamu pun berpamitan dengan Utama, dan segera menaiki motor ojekmu untuk pulang ke rumah.
* * *
Suasana kedai nasi goreng sore hari itu tidak begitu ramai. Maklum, kedai itu baru saja buka 30 menit lalu. Mungkin baru ramai setelah maghrib nanti.
(Name) sudah berada di kedai itu, tengah menunggu pesanannya yang sepertinya sedang dibuatkan oleh sang penjual. Sembari menunggu, hal yang bisa dilakukannya hanyalah kembali mengecek handphone nya.
Tidak ada pesan lain selain latihan soal ekskulnya yang baru dikirim beberapa menit lalu oleh pelatihnya. Omong-omong soal ekskul, (Name) mengikuti ekskul OSN Matematika. Mungkin ini agak aneh, sebab dirinya juga aktif dalam kegiatan karya ilmiah remaja di sekolahnya.
Lebih aneh lagi, mengetahui fakta bahwa tahun lalu, kegiatan yang diikutinya adalah jurnalistik. Tentu saja alasannya pindah ekskul karena dua alasan klasik. Yang pertama, bosan. Kemudian yang kedua, ingin mencoba pengalaman baru.
Omong-omong soal kegiatan ekskulnya di tahun ini, jangan berharap banyak dengan ekskulnya. Memang, OSN matematika sendiri kepanjangannya adalah olimpiade sains nasional bidang matematika. Terlebih, setiap dia ingin menuju tempat ekskulnya, selalu ada teman-teman sekelasnya yang memanggilnya dengan, “osn mat.”
Tapi, bagi (Name) sendiri, itu tidak begitu spesial. Lagipula, apanya yang spesial? Ketika dia mengikuti ekskul, dia hanya duduk, mengobrol dengan temannya, mencatat soal sekaligus jawabannya, kemudian pulang. Baru kali ini saja, dia mengerjakan laporan untuk lomba KIR saat kegiatan ekskul.
“Pak, nasi goreng saya udah jadi belum, ya?” Tanya (Name) dengan sopan kepada penjualnya. Melihat sedari tadi, sang penjual terus membuat pesanan tanpa memberikan pesanannya. Padahal, kata ibunya ia telah memesan nasi goreng terlebih dahulu tadi.
“Eh maaf, dek. Kalo saya duluan boleh gak? Saya lagi buru-buru soalnya.”
Yang menjawab bukan sang penjual, melainkan seorang laki-laki berumur sekitar 40 tahun yang juga mengantri bersamanya. Aneh, (Name) belum pernah melihat orang itu sebelumnya.
“Oh, nggak papa, pak. Saya nggak buru-buru juga, kok.”
Dan tentu saja, (Name) kembali menjawab dengan sopan. Baginya, itu adalah kunci kesuksesan. Mungkin suatu hari, ia akan bertemu laki-laki itu lagi di situasi yang tidak terduga.
* * *
Hari ini akhirnya selesai.
(Name) merebahkan dirinya di kasur kamarnya. Setelah sampai di rumahnya satu jam yang lalu, ia langsung membersihkan dirinya, kemudian melanjutkan proposal lombanya yang belum jadi.
Setelah setengah tahun vakum dari lomba KIR, akhirnya (Name) memutuskan untuk aktif lagi. Hal yang membuatnya belum puas adalah karena ia belum mendapatkan medali emas. Dua kali mencoba lomba itu, ia mendapatkan perak berturut-turut.
Kali ini, yang ia eliti adalah membuat pupuk dari sisa-sisa sampah organik. Tentu saja ia dan timnya sudah melakukan uji coba terlebih dahulu. Lomba yang akan ia ikuti diselenggarakan empat bulan lagi. Jadi setidaknya, ia masih memiliki waktu yang cukup.
Kamu sudah cukup mengantuk. Terlebih lagi, besok adalah hari Kamis. Hari libur, tepatnya karena tanggal merah. Sepertinya, tidak ada salahnya untuk tidur lebih awal hari ini. Dan begitulah, bagaimana kamu mengakhiri hari ini.
•
°11 Mei 2024.
pesan :: maaf ya kalau tata penulisannya masih berantakan, kadang “(Name)” kadang “kamu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
escape | levi ackerman.
Fiksi PenggemarTiga tahun bertukar tubuh dengan seseorang dari "dimensi" lain, perlahan membuat (Name) beradaptasi dan telah nyaman dengan kehidupan barunya. Dia juga mendapatkan hal-hal yang tidak pernah didapatkannya sebelumnya. Namun, setelah semua itu tercapai...