9 - Hari Pertama Sekolah

14 3 0
                                    

Dua tahun yang lalu..

Tak disangka hari ini tiba. Hari dimana dua sejoli itu menyandang status menjadi siswa baru di sekolah impian. Sekolah dengan lapangan yang luas dan pohon beringin tua di pelatarannya. Sekolah yang sudah mereka impikan sejak kelas lima.

Mara tidak bisa menyembunyikan raut wajah bahagianya. Ia bahkan tak berhenti tersenyum sambil terus membenarkan seragamnya untuk tampil prima. Mara tidak bisa membayangkan betapa menyenangkannya hari ini. Terlebih ia telah memiliki rencana untuk berangkat bersama dengan teman karibnya. Untuk pertama kalinya Mara akan menaiki sepedanya sendiri ke sekolah.

Berangkat dengan sepeda adalah salah satu keinginan Mara yang akhirnya terpenuhi. Karena sebelumnya ia hanya tahu rasanya dibonceng oleh Bena. Walaupun beberapa kali Mara juga pernah membonceng Bena, tapi rasanya lain jika menggunakan sepeda sendiri. Tak ingin terlalu lama bersiap, Mara segera berpamitan dan menuntun sepeda ungunya keluar. Sepeda ungu yang baru saja ia beli dengan uang tabungannya. Dan sebuah tas berwarna jingga bermotif ikan nemo yang timbul menggantung di sisi bahunya.

 Dan sebuah tas berwarna jingga bermotif ikan nemo yang timbul menggantung di sisi bahunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(kurang lebih seperti itu sepeda ungu milik Mara)

Saat baru saja membuka pintu luar, terlihat Bena yang sudah siap di depan sana. Namun, ada yang berbeda. Bena tidak membawa tas maupun sepeda hitamnya.

"Sepedamu mana?" tanya Mara sambil terus menuntun sepedanya keluar dan celingukan mencari sepeda Bena.

"Mara, maaf. Aku nggak bisa berangkat bareng hari ini." Jawab Bena yang mampu menurunkan senyuman di wajah Mara.

"Kenapa? Ban sepedamu bocor? Rantainya lepas? Atau apa?"

"Nggak, sepedaku baik-baik aja kok. Tapi papaku nawarin buat berangkat bareng. Jadi aku nggak bisa berangkat bareng kamu." Jawaban Bena kali ini mampu membuat Mara melebarkan matanya dan kembali menarik senyuman yang sempat menurun.

"Oh, ya? Jadi kamu nanti dianter sama Om Agung?" teriak Mara dengan girang. Sementara Bena hanya mengangguk pelan sambil tersenyum lebar.

Mara melepaskan pegangan tangannya dari sepeda, menurunkan standar sepedanya, dan segera meraih tangan Bena. Bena cukup terkejut dengan sikap tiba-tiba Mara, pasalnya ia menggenggam tangannya begitu saja dan dibawanya melompat-lompat di tempat. Dengan lompatan kecil itu, Mara menunjukkan rasa senangnya dari perkataan Bena barusan. Dan di sela lompatan kecil itu, Bena memastikan ketidakberatan sahabatnya untuk berangkat sendiri.

"Maaf ya nggak bisa nepatin janji."

"Santai aja kali, aku juga sering nggak nepatin janji." Ucap Mara dengan mudahnya. "Ya udah, aku berangkat dulu, ya." Sambungnya sambil menaiki sepeda ungunya dan telah menaruh tas jingga itu di keranjang depan.

Rekaman NiskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang