6 - Perlombaan Ego dan Kekuasaan

9 3 0
                                    

Selang seminggu setelah pembagian hasil ujian, sekolah mengadakan acara rutin yang mempertemukan perwakilan dari setiap kelas untuk mengikuti sebuah perlombaan. Perlombaan ini tidak hanya seputar olahraga, melainkan juga menguji kreativitas para siswa. Seperti menghias kelas, menghias tumpeng, membuat doodle art, menari tari tradisional atau modern, dan masih banyak yang lainnya.

Dengan diadakannya perlombaan tersebut, setiap kelas diwajibkan untuk pengirim perwakilannya untuk setiap lomba. Jika tidak ada siswa yang mewakilkan kelasnya dalam perlombaan, maka kelas tersebut akan dikenakan denda di setiap lomba yang tidak diikuti. Namun, tidak ada kejelasan untuk apa uang denda itu digunakan. Kejelasan yang ada hanyalah fakta jika Mara tidak pernah mengikuti satu pun perlombaan selama ia berstatus menjadi murid di sekolah tersebut.

Suasana setiap kelas saat ini dipastikan bising karena harus menentukan siapa saja yang akan diajukan menjadi peserta lomba. Tak terkecuali dari kelas Mara. Saat ini Mara sedang duduk diam seperti biasanya karena teman sebangkunya pergi entah kemana. Teman sebangku yang juga menjabat sebagai ketua kelas tersebut rasanya sedang mencalonkan dirinya menjadi anggota pengurus perlombaan.

Sementara dalam diamnya Mara di sudut kelas, ia dihampiri oleh teman laki-lakinya untuk menawarkan sebagai perwakilan lomba tertentu.

"Mara, kamu jadi perwakilan buat lomba doodle art, ya?" ajaknya. Anak laki-laki itu menunjuk Mara karena mengingat jika Mara memiliki kemampuan yang baik dalam bidang seni.

"Tapi aku lagi mens sekarang," jawabnya tidak nyambung.

"Ya terus? Hubungannya apa?" tanya anak laki-laki itu kebingungan.

"Nggak ada, hehehe."

"Itu artinya Mara nggak mau ikut." Ucap Bena tiba-tiba telah bergabung dalam pembicaraan mereka tanpa diminta. Mara segera menaikkan kedua jempolnya atas jawaban tepat yang dilemparkan Bena.

"Kalau udah bareng sehidup semati emang beda, ya? Kamu urus aja lah, Ben. Kurang lomba ini aja, anak-anak udah nggak mau ada yang ikut. Katanya udah banyak yang ikut sampai rangkap gitu."

"Kuusahakan," ucap Bena ketika teman laki-lakinya memutuskan untuk beranjak meninggalkan mereka.

Setelah anak laki-laki itu beranjak dari tempat duduk Bena, Bena segera berpindah ke tempat duduknya tanpa mengatakan satu hal pun kepada Mara. Bahkan Bena tidak menatap wajah gadis di sebelahnya. Padahal gadis itu tengah menanti-nanti cerita baru apa yang akan ia dengarkan. Melihat sikap Bena yang diam seribu bahasa, Mara mulai mengangkat suaranya.

"Ben, kamu kenapa? Lagi mikir cara buat ngebujuk aku biar mau ikut lomba, ya?" tebak Mara tepat yang membuat si pemikir melebarkan mata.

"Coba sebutin apa aja, kali aja aku tergiur tawaranmu," sambung Mara.

Bena yang melihat lampu hijau tersebut tidak akan mungkin melewatkannya begitu saja. Ia segera berpikir dengan cepat mengenai beberapa hal menarik yang mungkin dapat meruntuhkan pertahanan Mara untuk tidak mengikuti perlombaan.

"Kamu pasti suka sama hadiahnya," ucap Bena bersemangat.

"Emang apa hadiahnya? Udah diputuskan? Bukannya baru aja rapat?" jawab Mara mengalahkan Bena.

Rekaman NiskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang