4 | Kenalan Resmi

19 6 0
                                    

Sehabis mengantar Neneknya, Mahen langsung mengantarkan Sania ke toko kosmetik setelah tadi wanita itu memberi tahunya akan ke sana. Sania sudah pindah posisi ke kursi depan. Mahen bilang dia agak keberatan karena dia berasa jadi supir kalau Sania duduk di belakang. Sania menurut-menurut saja. Keduanya menutup mulut selama perjalanan sampai tiba di tempat kosmetik langganan Sania.

"Terima kasih," ucap Sania tanpa senyum sedikit pun.

Dia tidak langsung masuk namun menyempatkan diri untuk membiarkan mobil Mahen pergi. Tapi Sania mengerutkan keningnya ketika melihat Mahen bukannya pergi malah ikut turun dari dalam mobil.

"Mbak bukannya masuk." Mahen malah berbicara seperti itu membuat Sania semakin tidak mengerti. Harusnya Sania yang bertanya kenapa dia keluar?

"Anda sendiri kenapa keluar? Bukannya pergi."

"Saya mau beli sesuatu."

Sania beroh-ria dalam hati. Kirain mau ngapain. Eh tapi bentar. Kalau ada yang mau dibeli emang mau beli apa. Ini kan tempat kosmetik buat para perempuan. Yah, meskipun ada beberapa produk kesehatan wajah untuk semua kaum tapi melihat seorang laki-laki yang berniat masuk jelas Sania merasa heran. Apa dia mau beli sesuatu buat pacarnya? Tidak tahu, lah. Untuk apa juga Sania peduli.

"Mbak belum jawab pertanyaan saya. Mbak kenapa nggak langsung masuk?"

"Saya menunggu anda pergi," sahut Sania lempeng. Emang benar, kok.

"Perhatian banget." Mahen mengerling yang di balas tatapan datar oleh Sania.

"Anda sudah mengantar saya. Jadi saya merasa nggak enak kalau langsung masuk. Setidaknya saya harus membiarkan anda pergi lebih dulu."

Mahen tersenyum lebar. "Begitu, toh."

Tanpa berkata lebih jauh Sania masuk lebih dulu pada toko itu, tanpa peduli dengan kehadiran Mahen yang berada di belakangnya. Sania menghampiri rak di mana toner berada. Seperti yang kemarin dibicarakan dengan Cynthia, yang Sania butuhkan hanya toner dan masker wajah karena hanya dua benda itu saja yang sudah menipis. Yah, awalnya memang hanya itu tapi pada akhirnya dia membeli alat make up lainnya seperti cusion, eyeshadow, eyeliner dan bedak dengan merek ternama yang terjamin kualitasnya yang pernah Sania dengar dari review para konten kreator di sosmed. Sania tergoda melihat warna-warna eyeshadow yang cerah itu. Berhubung Sania hobi make up jelas Sania tidak bisa mengabaikan benda ini begitu saja.

Kakinya melangkah menuju rak yang penuh dengan pewarna bibir. Ada berbagai macam merek dan jenis, lipmate, liptint, lipgloss dan lipbalm. Warnanya juga cakep-cakep. Mana bisa Sania pergi begitu saja.

Selama lima belas menit dia habiskan menjelajahi rak penuh pewarna bibir itu. Dia tidak melihat Mahen lagi. Entah lelaki itu beli apa Sania nggak tahu dan dia nggak peduli.

Sania menjelajahi bagian lainnya. Yang awalnya cuma mau beli dua barang malah keterusan beli ini itu. Memang suka seperti ini nggak sih setiap orang pun? Kalau ada sesuatu yang lucu dikit langsung dibeli. Nggak peduli itu duit bakal habis apa nggak yang penting keinginan terpenuhi.

Sania teringat sesuatu. Dia kembali lagi pada rak dimana tempat adanya lipbalm. Ia ingat adiknya tidak bisa hidup tanpa lipbalm. Dia berniat untuk membelikannya. Namun tidak seperti tadi, sesampainya di sana, dia melihat Mahen juga tengah berada di tempat perlipstikan itu.

"Mau beli lipstik juga, Mbak?" Mahen yang pertama bertanya ketika keduanya berada di tempat yang sama.

"Nggak, saya mau beli lipbalm." Sania menyahut lugas. Dia mulai mencari merek lipblam yang sering digunakan Clarissa.

DECISION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang