18 | Cynthia

16 3 0
                                    

Beberapa hari sudah berlalu setelah Sania mengesampingkan egonya dan bertemu dengan Sang Papa. Saat Sania bertemu Papanya, Mahen yang baru pertama kali bertemu orang tua gadis itu juga memperkenalkan diri dan mengobrol banyak dengan Mama Hiko. Mama Hiko memiliki kepribadian yang baik, beliau menyambutnya dengan ramah. Berbanding terbalik dengan Sania yang memiliki sifat dingin dan cuek--jelas ini waktu pertama kali bertemu. Selain Mama, Mahen juga berkenalan dengan Papa Jun. Untungnya Mahen diterima dengan baik oleh orang tua gadis itu.

Seperti yang kemarin sempat Mahen dengar bahwa Papa Jun akan pulang ke Negara asalnya di minggu depan dan tepat hari ini sudah seminggu semenjak hari itu. Sania sudah mengabarinya bahwa gadis itu akan ikut mengantarkan Sang Papa bersama Mama dan Clarissa. Gadis itu meminta maaf karena akan membuat keduanya telat bertemu. Iya, sebelumnya memang ia dan Sania sudah memutuskan bertemu atau jalan bareng atau nge-date, ya semacam itulah.

Entah kenapa melihat pesan berisi permintaan maaf itu membuat dia tidak bisa berhenti tersenyum.

"Nyengir mulu gue liat." Yuda tidak tahan melihat Mahen yang sudah seperti orang gila. Mahen memang tengah bermain di apartment Yuda. Entah apa alasannya, tapi dari pagi mula cowok itu sudah menyambanginya.

"Biarin," sahut Mahen dengan mata yang masih memelototi layar ponselnya dan senyum yang semakin melebar.

"Chatan sama siapa sih anjing, nyampe senyum mulu. Gue sampe gumoh lihatnya."

"Kepo."

"Tai."

Mahen mengabaikannya. Yuda yang penasaran akhirnya diam-diam menghampiri Mahen dan berdiri di belakangnya yang tengah duduk di sofa. Dengan gerak cepat dia merebut ponsel sahabatnya itu dan melihat siapakah gerangan yang membuatnya terlihat seperti orang gila. Sedetik kemudian Yuda mencebik. Pantas saja.

"Woy, gak sopan, ya! Privasi itu!" Mahen berseru murka sambil terus berusaha menggapai kembali ponselnya. "Tai lo."

Mengabaikan umpatan sahabatnya, Yuda ikut duduk di sofa yang masih kosong. "Jadi beneran udah clear nih?"

"Iya dong. Seperti yang gue bilang kemarin."

"Baguslah. Manjur juga ide gue!"

Ide yang dimaksudnya adalah perihal Mahen yang menerima tawaran Mami untuk ke Kanada. Selepas Mami menelponnya, Mahen langsung pergi menemui Yuda dan meminta sarannya. Mahen menginginkan Sania dan tidak mau menerima perjodohan ini namun dia kebingungan harus menolaknya dengan bagaimana. Saat itulah Yuda memberikan ide cemerlangnya yaitu menjadikan perjodohan ini sebagai percobaan akankah Sania menahan Mahen atau tidak. Yuda bilang hanya sebatas gertakan saja dan perjodohan ini tak serta merta Mahen terima, bahkan ketika Mami menelponnya kembali untuk pulang Mahen bilang dengan tegas bahwa dia menolak perjodohan ini. Perihal saran Yuda, akhirnya Mahen menyetujuinya dengan menemui gadis itu dahulu walau agak ragu. Seperti apa yang terlintas dipikirannya, Sania tidak semudah itu menahannya. Maka dari itu, pilihan terakhir adalah pergi ke Bandara. Untuk masalah ini, Mahen benar-benar sudah memesan tiket menuju Kanada dan akan pulang, bukan untuk menerima perjodohan tapi hanya ingin menemui orang tuanya dan menolak perjodohan ini secara langsung. Meski pada akhirnya ia tidak jadi menggunakan tiket itu dan memilih menunggu Sania sampai kapanpun. Dan yah, saran Yuda ternyata berhasil.

"Gue berterimakasih banget sama saran lo," ujar Mahen bangga sambil berlagak mengusap sudut matanya.

"No problem," sahut Yuda kemudian menyesap kopi tubruk yang dibuatnya secara manual. "Tapi ada baiknya lo ngasih gue upah."

Mahen memandangnya datar seperti berkata 'sudah dipuji malah ngelunjak'. Namun alih-alih bilang begitu, Mahen malah menyandarkan punggung lantas berujar.

DECISION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang