26 | Tentang Ayara

9 1 0
                                    

Kalau ada yang bertanya tentang hal apa yang membuatnya candu setelah menikah, jawabannya adalah mengantar Sang Istri ke tempat kerjanya. Jujur saja ini adalah agenda rutin yang membuatnya senang. Karena baginya, duduk di depan setir menuju tempat yang akan membuat badan encok dan otak ngebul bersama Sang Istri di jok penumpang akan membuat penyiksaan itu terasa hilang sepenuhnya. Ini serius. Rasa malasnya seketika hilang dengan melihat senyum manis timbul di bibir gadis itu ketika keduanya beradu kata. Katakanlah Mahen bulol, dia tidak akan menyangkalnya. Karena rasanya kalau nggak bucin sehari aja meriang badan dia. Becanda.

Hari ini sebelum mengantarkannya ke tempat kerja, kaduanya mampir dulu ke rumah makan khas Jepang. Alasannya karena saat ada lampu merah kebetulan mobil mereka berhenti tepat di depan rumah makan itu. Ia menyadari Sania tidak mengalihkan pandangan dari sana. Matanya berbinar sembari melihat sushi yang teronggok di sana dengan jumlah banyak. Ia tidak bisa mengabaikan itu.

"Kamu mau itu?" Mahen bertanya saat itu.

Sania menjawab jujur. "Mau. Tapi nggak bakal keburu kayaknya, bentar lagi lampu hijau-nya nyala."

"Kamu tunggu di sini aja."

Sushi adalah makanan favorite Sania, jadi untuk menyenangkan hati Sang Istri, jelas Mahen bakal menuruti keinginannya. Waktu yang mepet dan jalan macet tak jadi masalah untuk membeli makanan khas Jepang itu. Karena bagi Mahen, harus melewati banyak rintangan dalam hidup pun akan terasa ringan kalau setelahnya bisa lihat senyum Sania. Seperti saat membeli sushi ini.

Sania membaginya dengan Mahen saat di mobil. Sisanya bakal dibawa ke kantor buat makan siang.

Karena waktu di korteng untuk membeli sush,i Mahen tiba di tempat kerja di waktu yang pas banget.

Di dalam kantor dia sempat menemukan Ayara. keduanya sempat bersitatap, namun tak lama karena Mahen yang memutusnya. Karena kejadian semalam entah kenapa rasanya dia jadi merasa canggung saja jika bertemu dengannya. Mahen tidak pernah mengira bahwa gadis itu masih menaruh perasaan terhadapnya. Ia kira ketika keduanya bertemu lagi sudah tidak ada perasaan terhadap masing-masing, karena bercengkrama dengannya selama ini--khususnya sebelum Mahen menikah--Ayara tampak santai dan tidak menunjukkan sifat bahwa dia menyukainya, atau Mahen yang tidak menyadarinya?

Awalnya Mahen juga akan bersikap santai meskipun sudah menikah, tapi ketika mengetahui bahwa Ayara masih menyukainya dan kejadian yang membuat Sania cemburu--meskipun Sania enggan mengakui--Mahen tidak bisa untuk bersikap normal.

Dia sudah menikah dan bersikap biasa pada orang yang menaruh rasa padanya itu hanya akan menimbulkan masalah. Bukan Mahen membenci Ayara, dia tidak akan membenci temannya sendiri. Ayara akan tetap menjadi teman bagi Mahen sama halnya seperti teman perempuannya yang lain, Nada dan Devi. Tapi untuk menghargai perasaan istrinya, sudah pasti Mahen harus menjaga jarak dengan gadis itu.

Lagipula, dia juga memikirkan perasaan Ayara sendiri. Kalau Mahen terus bersikap biasa saja, pasti akan sulit bagi Ayara untuk menghilangkan perasaannya. Ia sangat memahaminya bahwa menyukai orang yang tidak akan pernah bisa dimiliki itu adalah hal tersulit yang pernah ada. Mahen tidak mau salah satu teman baiknya merasakan kesulitan itu karena dirinya. Maka dari itu, menjauh mungkin akan membuat Ayara melupakan perasaannya.

Setidaknya itu yang bisa Mahen niatkan. Tapi terkadang apa yang diniatkan selalu berlainan dengan realita. Saat makan siang tiba, ia berpapasan dengan gadis itu di lorong menuju kamar mandi. Mahen habis dari kamar mandi dan  mungkin Ayara juga hendak ke sana membuat akhirnya mereka bertemu.

Mahen jadi bingung harus bagaimana. Pergi tanpa menyapa Ayara terdengar salah tapi kalau nggak begitu acara menjauhnya jadi nggak konsisten.

"Gue... Gue duluan, ya." Akhirnya Mahen memilih pamit. Dipikir-pikir nggak etis baginya kalau pergi tanpa pamit.

DECISION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang