20 | Cynthia II

10 2 0
                                    

Pulang kantor kali ini Sania dan Cynthia memutuskan untuk melipir dulu ke salah satu spot makanan yang cukup terkenal yaitu sate taichan. Ini agenda mereka yang tertunda karena sebelumnya sekitar dua bulan yang lalu mereka sudah pernah janjian mau ke sate taichan bareng. Namun tak pernah terealisi karena selalu ada saja halangan entah pekerjaan atau karena lupa. Berhubung hari ini mereka ada waktu luang, Maka hari ini adalah hari di mana mereka merealisikan janji yang sudah disepakati jauh-jauh hari itu. Sania tidak perlu merasa khawatir meninggalkan Clarissa di rumah karena Mama mengabarkan padanya bahwa beliau sudah pulang lebih awal.

"Bonyok lo gimana jadinya?"

Sate taichan sudah mereka habiskan, kini waktunya mereka menikmati hidangan terakhir yaitu menyeruput es teh sebagai penutup.

"Setelah hari di mana Papa ketahuan selingkuh, dia nggak pulang ke rumah," jelas Cynthia kembali menyeruput es rasa leci yang dipesannya kemudian melanjutkan. "Nggak tahu dia ke mana, tapi gue bersyukur soalnya selama dia nggak ada rumah adem banget suasananya."

"Nggak ngabarin apapun sama yang di rumah?"

"Nggak, tapi sempet pulang, sih. Cuma sekali, dan yah mereka ribut lagi bentaran doang. Tapi tau nggak keputusan dari ribut mereka?"

Sania menggeleng.

"Mama minta cerai."

Sania membulatkan matanya terkejut. "Lalu?"

Cynthia mengangguk dramatis, wajahnya terlihat kesal. "Papa dengan gampangnya mengiyakan. Gue pikir memang mending mereka cerai aja daripada ribut terus tiap hari tapi gue nggak expect Papa bakal ngeiyain. Minimal kalau udah ketahuan selingkuh minta maaf nggak, sih? Ini nggak sama sekali, San. Tai emang."

"Habis itu Papa lo kabur lagi?"

"Iya. Nyampe sekarang kagak tahu kemana. Gue nggak peduli dia tinggal di mana, di kolong jembatan sekali pun bodo amat, deh."

"Hus! jangan begitu, Cin."

Cynthia malah tertawa sampai memukul meja namun sedetik kemudian anak itu terlihat serius kembali. "Gue mau cerita."

"Silahkan."

Ada helaan nafas terdengar sebelum Cynthia bicara. "Gue kemarin sempet nyari selingkuhan Papa karena gue pengen tahu orangnya. Dipikiran gue selingkuhan Papa pasti hidupnya sejahtera dan tinggal di rumah mewah karena dimodalin Papa, terus sifatnya pasti ular kayak yang sering terjadi di drama atau bahkan di dunia nyata. Awalnya gue mau maki-maki dia karena berani godain Papa, tapi ternyata nggak seperti bayangan gue."

Cynthia menjeda ucapannya, berpikir sejenak karena teringat kejadian di mana dia mendatangi kediaman keluarga itu tempo hari.

"Tapi apa nyatanya?" Sania memburu.

"Hidup orang yang jadi selingkuhan Papa nggak sesejahtera yang gue kira. Mereka tinggal di rumah yang kecil, paling cuma tujuh meter gedenya dan yang gue lihat si selingkuhan ini kerjanya cuma pedagang kecil," jelas Cynthia. "Dari Papa, dia punya anak cowok paling umur sepuluh tahunan. Gue yang melihat itu agak terenyuh, sih. Rasa marah gue kayak hilang seketika aja lihat kondisi mereka. Gue nggak tahu kenapa mereka hidup begini padahal kan Papa orang kaya, gajinya juga gede tiap bulan. Sampai akhirnya terlintas dipikiran gue, apa Papa nggak pernah nafkahin mereka? Karena yang gue tahu dari tetangganya kalau si selingkuhan Papa gue ini waktu nikahnya nggak rame terus suaminya which is Papa gue gak pernah nemuin mereka sama sekali. Bahkan ketika lahiran pun nggak mengunjungi."

Cynthia menjeda ucapannya lagi untuk menghela nafasnya. Wajahnya menyiratkan rasa prihatin yang luar biasa.  "Melihat anaknya yang udah segede itu berarti Papa udah selingkuh kira-kira sepuluh tahun yang lalu, di mana waktu itu gue masih SMA, tapi baru ketahuan sekarang. Gue nggak tahu si selingkuhan tahu kalau Papa udah punya istri apa belum, gue pengen memastikan sendiri."

DECISION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang