jangan lupa vote comment dongg!! biar aku makin semangat nulisnya!!🥺❤️🔥
• • • • •
SETELAH merasa Kirana sudah cukup tenang, Fany segera keluar menuju ruangan dokter Vika.
Yupss! Dokter Vika, dokter pribadi keluarga Kirana. Sosok perempuan muda berusia 26 tahun.
Entah apa yang akan dikatakan dokter Vika. Kabar baik atau buruk? Fany tidak tahu sama sekali. Ia hanya bisa berdoa agar Kirana baik-baik saja. Semoga.
TOK! TOKK!! TOKKK!!!
"Ya, silakan masuk."
Setelah mendapat izin, Fany langsung masuk dan duduk dikursi yang berada di hadapan dokter Vika.
"Bi Mirna kemana Fan? Tumben gak nemenin Kirana?" tanya dokter Vika.
"Bibi lagi di rumah, dok. Gantian jaga sama saya," jawab Fany. Sementara dokter Vika hanya mengangguk mendengar ucapannya.
"Sebenarnya ada apa, dok? Apa yang terjadi sama Kirana?"
Dokter Vika menghela napas sejenak sebelum mengatakan kondisi Kirana yang sebenarnya. "Kirana—"
"Maaf, dok. Ada korban kecelakaan yang harus segera dioperasi!!" ucap salah satu suster yang langsung menerobos masuk ke ruangan milik dokter Vika.
"Saya segera ke sana," ujar dokter Vika.
Suster itu hanya mengangguk lantas berlalu pergi. Meninggalkan dokter Vika dengan Fany.
"Nanti kita bicarakan lagi setelah kondisi Kirana membaik."
• • • • •
Seminggu sudah Kirana di rumah sakit, dan hari ini ia sudah bisa pulang. Namun ia tidak bisa sekolah, karena dokter menyuruhnya untuk istirahat beberapa hari.
Tak apa, lagi pula Kirana lelah harus berpura-pura terlihat baik-baik saja di sekolah, jika di rumah ia bisa bebas.
Baru saja Kirana hendak merebahkan tubuhnya, namun seseorang memencet bel rumahnya dengan liar membuat Kirana berdecak dengan kesal.
Siapa yang mengganggu orang dengan cara seperti itu? Apa orang itu tidak diajarkan cara bertamu dengan baik?
Dengan berat hati, Kirana kembali bangun. Tampilannya acak-acakan. Kirana hendak membenahi tampilannya, tapi ia terlalu malas, hingga ia keluar dengan keadaan yang cukup mengenaskan.
Kirana terkejut bukan main saat melihat Alvaro tengah berdiri dengan keringat yang mengucur di dahinya, yang lebih membuat Kirana terkejut saat Alvaro memeluknya dengan tiba-tiba.
"Lo gak apa-apa kan? Kenapa gak bilang kalau lo diopname di rumah sakit? Orang-orang gak ada yang mau ngasih tau gue di mana lo dirawat. Lo beneran gak apa-apa kan?" ucap Alvaro beruntun sambil memeriksa tubuh gadis itu.
Kirana tidak membalas pelukan itu. Tatapannya dingin menatap Alvaro dengan malas.
"Punya tata krama gak?" tanya Kirana dingin.
"Eh?"
"Kalau lo punya tata krama, apa wajar lo mencet bel kayak gitu? Mikir gak sih orang bakal ke ganggu?!" ucap Kirana kesal.
"Lo keganggu gue datang ke sini?" tanya Alvaro balik.
"Iya," jawab Kirana.
"Terus, lo maunya kayak gimana?"
"Pergi."
Satu kata, namun mampu membuat Alvaro tertekan. Perlahan Alvaro melepaskan pelukannya, menatap dalam bola mata coklat pekat seperti madu, begitu dalam hingga Alvaro merasa nyaris tenggelam di dalamnya.
Laki-laki itu mencoba mencari kebohongan dari mata Kirana, tapi hasilnya nihil. Dia tidak menemukannya. Yang ia temukan hanyalah keseriusan.
Kirana tidak tahu seberapa panik dan kacaunya ia saat tahu Kirana masuk rumah sakit. Bertanya ke sana dan kemari nama rumah sakitnya, tapi tidak ada yang tahu.
Entah mereka benar-benar tidak tahu atau pura-pura tidak tahu. Terlebih lagi perjodohan yang ia alami membuat Alvaro semakin kacau dengan perasaannya.
"Kenapa lo jadi sedingin ini, Ran?" tanya Alvaro dengan wajah serius, sepertinya laki-laki itu pun mulai lelah.
"Dulu lo selalu ngejar-ngejar gue, tapi kenapa lo menjauh saat gue hendak berjuang ke lo? Gue sedang memperbaiki semuanya Ran," ucap Alvaro.
"Sayangnya, lo gak punya banyak waktu untuk memperbaiki itu semua."
"Maksud lo?" tanya Alvaro bingung.
"Gue capek. Pulanglah," usir Kirana.
"Tatap gue Ran, bilang kalau lo gak suka lagi sama gue, bilang kalau lo benci sama gue."
Kirana memalingkan wajahnya, sungguh, ia kesal dengan situasi seperti ini.
"Tatap gue Ran!!"
Kirana terpaksa menatap mata Alvaro yang menatapnya tajam. "Bilang sekarang."
Kirana diam, mata Alvaro memang indah, tapi Kirana tidak bisa bersama laki-laki itu. Tidak.
"Gue gak suka sama lo, dan gue benci sama lo."
Alvaro terdiam. Kirana mengatakannya dengan yakin. "Lo— serius?"
Kirana diam.
"Baiklah, ternyata usaha gue sia-sia. Lo benar-benar perempuan yang jahat, Ran. Lo perempuan pendendam. Gue kira lo perempuan yang baik, yang bisa memaafkan dan memberi kesempatan kedua, tapi ternyata gue salah," ucap Alvaro seraya terkekeh miris.
"Lo gak lebih dari perempuan berhati busuk yang gak pernah bisa memaafkan orang lain. Segitu besarnya amarah lo? Gue bahkan udah bilang bakal lakuin apapun, tapi lo malah nyuruh gue buat ngembaliin orang tua lo. Lo tau itu mustahil, kan?" lanjutnya.
"Lo sekarang marah sama gue? Lo benci sama gue? Gak masalah. Karena mulai sekarang gue juga akan benci sama lo. Gue gak perlu lagi usaha karena gak ada gunanya. Kirana yang kini di depan gue bukanlah Kirana yang gue suka, gue gak kenal sama lo yang sekarang, Ran."
Alvaro pergi meninggalkan Kirana yang terus saja mengepalkan tangan dengan erat.
Andai Alvaro tahu, alasan yang dimiliki Kirana untuk menjauhinya. Punggung Alvaro yang sangat Kirana rindukan, tapi sebuah fakta membuatnya tidak bisa menembus dinding itu.
• • • • •
TBC.
GIMANAA MENURUT KALIAN TENTANG BAB INI?!
SIAPA YANG KESEL JUGA SAMA ALVARO?!?!! belom berjuang, malah nyerah duluan😭😭
YOU ARE READING
MY CHILDISH GIRL (ON GOING)
Short StoryKirana Azwa Callista, gadis manis berlesung pipi, bertubuh kecil serta bersuara cempreng. Sifatnya yang over bahagia membuat siapa saja nyaman berteman dengannya, terlebih lagi wajahnya yang cantik membuat ia cukup populer di sekolah. Semua orang me...