Kalau ada surga yang diselundupkan sembunyi-sembunyi dari Sang Penguasa bumi, maka itu mungkin berupa Asmaradana. Gemericik air yang jatuh mengisi separuh gelas sudah serupa serenade, dimeriahkan pula oleh cengkrama pelan-pelan.
Para binar pada matanya Kasera menyala teramat terang. Ketika ia jumpai pekat warna coklat yang menyelimuti seluruh dinding, ketika ia saksikan kue tart yang begitu jelita berhias harum aromanya, atau ketika tak sengaja ia temukan sekotak lemari yang menyimpan barisan barang tempo dulu. Nilaya yang gemar mencubit-cubit pipi seorang Kasera, tersenyum kelewat lebar. Sekalipun sudah terduduk, jelaganya masih saja menjajah segalanya.
"Kenapa Kak Nila nggak kasih tahu aku dari dulu kalau ada tempat sebegini nyamannya?"
Nilaya yang baru menamatkan gores penanya perihal menu yang dipilih, menoleh pada Kasera.
"Kalau aku kasih tahu dari dulu, nanti uang jajanmu habis terus. Kasera jadi boros, aku nanti yang kena semprot Teteh."
Kalau begitu, Asmaradana jelas bukan surga tapi neraka dunia untuk Kasera si pecandu kopi dengan irama recehan yang berisik dari dalam kantung seragamnya. Pipinya menggembung kecil, merasa amat disayangkan. Padahal seumpama ia temukan sekarung uang di pinggir jalan, Kasera mampu-mampu saja menghabiskan semuanya untuk bermiliar-miliar cangkir kopinya Asmaradana.
"Kita mau ketemu seseorang? Kak Nila kayak lagi nunggu?"
Nilaya dan sepasang matanya ikut tersenyum manakala birainya mengulas bentang manisnya. Ditujukan bukan pada Kasera, sebab atensinya yang dipersembahkan untuk sesuatu lain di belakang Kasera. Maka, Kasera ikut menoleh selagi Nilaya melambaikan tangannya pelan.
Oh, siapa yang membuat pengacau hatinya terdampar disini? Dan, hei hati! Debarmu terlalu keras tahu!
Benaknya Kasera tengah hujan badai, tiap tetesnya berupa tanda tanya yang lama-lama keruh menggenang. Kenapa Nilaya menarik tangannya masuk ke Asmaradana? Kenapa jumpa kecil yang diatasnamakan minum kopi ini berubah menjadi perayaan gembira hatinya Kasera? Kenapa Nilaya bersikap seperti ibu peri yang sakti sampai-sampai pinta mustahilnya Kasera disulap jadi kenyataan begini?
Mungkin untuk mempersingkat segala-galanya, Kasera akan menggantinya dengan : kenapa Sajiwa ada di sini?
Dia membeku tepat setelah jelaganya menjumpai kembali seonggok manusia luar biasa semampainya. Mestinya, Kasera menampar pipinya sendiri atau paling tidak mencubitnya sebab temu kedua kali dengan Sajiwa hari ini terasa seperti imajinasi belaka. Namun sebuah aroma menyejukkan hati milik Sajiwa-sebuah aroma yang sama seperti kemarin-seakan lantang menegaskan bahwa yang terbias di irisnya sekarang memang seorang Sajiwa.
"Nunggu lama ya? Tumben jalan agak macet tadi. Maaf, maaf."
Selayaknya Kasera yang bertemankan Nilaya, pun Sajiwa tiba dengan kerabatnya-mungkin? Tingginya sepantaran, tapi masih sedikit lebih semampai Sajiwa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until You Smell Like Me
Teen FictionKasera Paradista beraroma manis. Di hari Senin, seperti permen kapas. Hari Selasa terasa seperti sekeranjang buah stroberi. Rabu seperti permen lolipop. Kamis aromanya menggemaskan, serupa seorang bayi yang baru didandani namun malah ketumpahan susu...