Gemerincing lonceng serupa selamat tinggal untuk Asmaradana hari ini. Ada sebongkah hati yang berat akan rindu. Kalau saja seluruh udara di Asmaradana bisa Sajiwa kantungi dalam plastik, akan ia tunaikan begitu. Sebab Kasera meninggalkan manis tawanya di sana. Mengudara tinggi-tinggi sampai memenuhi langit-langit Asmaradana yang 30 menit lagi mesti ditutup.
Sajiwa berhenti sebentar, begitu pun Bumi.
"Yang namanya Kasera Paradista punyaku."
Adalah serangkai kalimat berbahan 5 kata sederhana dari birainya Sajiwa. Lalu Bumi bergeming sebelum terkekeh kecil sembari menepuk keras pundak sang sobat selagi bibirnya terulas lebar-lebar.
Tarik kursi. Duduk, bernafaslah dalam-dalam. Buka kembali lembar-lembar kertas yang mengusut. Nyalakan komputernya lalu...
Klik.
Kunjungi akun pribadinya Sajiwa!
Agendanya menamatkan 10 soal sejarah, tapi tidak sama sekali terwujud sebab pikirannya terjajah sudah. Karena Sajiwa, Kasera jadi beralibi melipir sebentar barang melepas penat yang bertamu menggelayuti benak. Kalau sudah begini, sebentarnya versi Kasera bukan betul-betul sebentar yang artinya 5 atau 10 menit. Boleh jadi sebentarnya berdurasi 1 jam 50 menit.
Tidak ada unggahan baru, isinya masih sama. Jadi Kasera memandang lamat-lamat seorang Sajiwa dalam layar komputer, terjebak antara sekian puluh anak-anak menggemaskan dengan senyum paling ceria. Nafasnya ditarik panjang. Haruskah ia cetak besar-besar potret ini lantas ia pamerkan pada dinding kamarnya?
Kalau sakti dan bisa berunjuk rasa, anak panah dalam komputer mungkin saja menjerit-jerit sebab nona yang tengah terjebak kasmaran ini membawanya terbang sembarangan. Berputar-putar pada nama Sajiwa, lalu mengelilingi kata tambahkan teman hampir sejuta kali.
Tangan kirinya sudah tidak lagi menggenggam penanya. Tugasnya kini menyangga dagu selagi jelaganya tenggelam pada akunnya Sajiwa. Ajaibnya, sekalipun warung internet ini senantiasa meriah akan perayaan kemenangan gim atau sebuah pertarungan sengit, Kasera merasa segalanya teramat tenteram. Hanya saja kepalanya lebih berisik dari semua ini. Isinya melulu Sajiwa dengan tanda tanya yang macam-macam sekali temanya.
"GOL!!!!"
Kasera terjengit kaget. Matanya mengerjap bersamaan dengan telunjuknya yang jatuh menimpa tetikus, lalu-klik.
"Aku kan udah bilang! Semua tim yang aku dukung pasti menang! Sini, sini! 25 ribu!"
Malapetaka untuk Kasera. Matanya membulat manakala ia jumpai tandanya sudah berubah. Kasera baru saja mengirimi Sajiwa sebuah permintaan untuk berteman via aplikasi biru-putih ini. Tubuhnya berbalik. Kalau saja semangat mengamuk dan takar keberaniannya untuk mengacau sebanyak Nilaya, bocah ingusan yang baru saja bersorak gila itu pasti sudah mampus ditendang Kasera-itu kalau dia berani.
Pada akhirnya, Kasera sebatas mengembuskan nafas. Dia kembali pada komputernya. Hampir kelepasan menjerit-jerit gila seperti yang barusan diperbuat si bocah ingusan pasal taruhannya ketika ia jumpai sebuah pernyataan atas pintanya untuk menjadi teman satu sama lain via online. Serangan tambahannya ada pada satu gelembung pesan dari Sajiwa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Until You Smell Like Me
Teen FictionKasera Paradista beraroma manis. Di hari Senin, seperti permen kapas. Hari Selasa terasa seperti sekeranjang buah stroberi. Rabu seperti permen lolipop. Kamis aromanya menggemaskan, serupa seorang bayi yang baru didandani namun malah ketumpahan susu...