5. Kopi dan Keluarga

473 35 3
                                    

“Nurut lagi, nurut lagi.”

*

Pram dan Alma duduk di salah satu kedai kopi yang terletak tidak jauh dari kantor mereka. Aroma kopi yang baru diseduh memenuhi udara, bercampur dengan suara mesin kopi yang berdengung dan obrolan hangat dari pengunjung lainnya. Meja di dekat jendela menjadi tempat yang ideal untuk bersantai sejenak.

“Ma, lo mau pesan apa?” tanya Pram sambil memeriksa menu yang dipajang di dinding, suaranya penuh perhatian.

“Aku mau Aren latte aja, Kak. Gisel sukanya Green tea, kan?” Alma memastikan dengan senyum lembut, matanya menyapu sekeliling kedai, mencari Gisel yang sedang duduk di meja.

“Ihhh, kok lo inget sih, Aaaal? Terharu deh gue,” jawab Gisel manja, suara teriaknya membuat Pram dan Alma tertawa.

“Pak, Bapak mau pesan apa? Kopi atau yang non-kopi?” Alma bertanya dengan nada lembut, matanya tertuju pada Darron yang berdiri di dekat mereka, tampak sedikit bingung dengan pilihan menu.

“Hmm, iced Americano aja satu,” jawab Darron sambil tersenyum ke arah Alma. Senyum itu membuat Gisel merasa sedikit salah tingkah, sementara Pram hanya mengangkat bahu dengan sikap acuh tak acuh.

“Ron, mana kartu lo? Kan lo yang bayarin!” Pram melontarkan perintah dengan nada sinis yang membuat Gisel dan Darron terkejut.

Darron menyerahkan kartu debitnya kepada Pram. Tanpa banyak bicara, Pram yang sudah mengetahui PIN ATM-nya segera melangkah ke arah kasir untuk memesan. Namun, langkahnya terhenti saat ia berbalik, menatap Alma yang sedang sibuk dengan ponselnya.

“Ma, temenin gue, lo hafal kan semua orderannya?” Pram mengajak Alma dengan nada santai, sambil menunjukkan kartu kredit yang baru diterima.

“Oh, iya Kak, aku temenin,” jawab Alma, segera berdiri dan mengikuti langkah Pram menuju kasir.

“Nurut lagi, nurut lagi,” gumam Darron dengan nada sedikit kesal, matanya mengikuti Pram yang mendekati Alma. Meski Darron merasa tertarik pada Alma, ia berusaha menjaga jarak karena perasaannya yang masih belum jelas.

Setelah beberapa menit, Pram dan Alma kembali dengan pesanan mereka. Pram menyerahkan minuman kepada Gisel dengan senyum lebar, sementara Alma membawa minuman miliknya dan Darron. Alma menyerahkan iced Americano kepada Darron. Saat jari-jari mereka bersentuhan, ada getaran kecil yang membuat jantung Darron berdetak sedikit lebih cepat. Mereka saling bertatap mata, terdiam sejenak dalam keheningan yang penuh makna.

“Lama amat, Ron,” sahut Pram ketus, memecahkan keheningan yang menggelitik.

“Makasi ya, Al,” Darron akhirnya berbicara dengan senyuman manis yang membuat Alma merasa sedikit melayang.

“Sama-sama, Pak,” jawab Alma sambil tersenyum, matanya berkilauan lembut.

Mereka duduk di kedai kopi itu selama sepuluh menit, lebih lama dari yang direncanakan. Darron tampaknya tidak keberatan dengan pelanggaran janji untuk kembali ke kantor. Percakapan mereka berfokus pada cerita-cerita Gisel tentang pengalaman modeling-nya. Suasana menjadi ceria dengan tawa mereka yang menghiasi ruangan.

Alma merasa kehangatan baru mengisi hatinya. Suara tawa dan obrolan ceria mengusir rasa sepi yang biasanya menyelimutinya. Untuk pertama kalinya dalam beberapa waktu, ia merasakan kenyamanan yang membuatnya tidak ingin kembali ke kesepian yang biasa ia alami.

Sebagai anak tunggal, Alma sering merasa kesepian karena sepupunya tinggal di luar kota. Hubungan yang terjalin antara keluarganya dan keluarga Jayendra sangat erat sejak lama. Mereka seperti saudara, saling mendukung dan terlibat dalam kehidupan satu sama lain. 

TERSIPU | Why do I still have feelings for you?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang