"Kemarin lo jalan berduaan sama Darron nggak apa-apa."
*
Waktu menunjukkan bahwa sudah saatnya mereka pulang ke rumah masing-masing. Ruangan mulai sepi, beberapa orang merapikan barang-barang mereka. Di luar ruangan, Pram berdiri di depan pintu kaca, memusatkan pandangannya pada Darron yang masih sibuk dengan laptopnya. Pram berdiri diam, menunggu Darron sadar akan kehadirannya.
Alma memperhatikan Pram dari kejauhan, merasa bingung dengan sikap temannya. "Kak Pram ngapain sih dari tadi cuma berdiri diem gitu doang?" tanyanya, heran.
Pram menghela napas, ekspresi kesal terlihat jelas di wajahnya. "Gue nunggu Darron, dia kan janji mau bayarin makan," jawabnya, nada suaranya tegas namun sedikit frustasi. Tanpa mengalihkan pandangannya, dia mengetuk telunjuknya ke kaca, berharap Darron memperhatikannya.
Alma mendekat, menatap Pram dengan tatapan geli. "Kalau memang mau ngomong sama Kak Darron, nggak begitu dong caranya. Masuk aja ke ruangannya, terus bilang jadi pergi apa nggak," sarannya sambil mencoba menahan tawa.
Pram menggeleng, wajahnya menempel di kaca, membuat ekspresi wajahnya tampak konyol. "Nggak mau. Gue maunya dia nyadar," jawabnya tegas, namun caranya yang aneh justru membuat Alma jengkel.
Alma yang tak tahan lagi melihat tingkah Pram akhirnya memutuskan untuk bertindak. Dia membuka lebar pintu ruangan dan melangkah masuk ke dalam. Pram, yang terkejut dengan inisiatif Alma, segera mengikuti dari belakang.
Darron mendengar suara pintu, tetapi tetap fokus pada layar laptopnya. "Masuk juga lu akhirnya, Pram," ucap Darron tanpa mengangkat kepalanya, senyumnya samar.
Pram mendengus, jengkel karena Darron ternyata sudah menyadari kehadirannya dari awal. "Lo dari tadi tau gue berdiri depan pintu?" tanya Pram dengan nada yang lebih tinggi, mencoba menahan amarah.
Darron akhirnya mengalihkan pandangannya dari laptop, menatap Pram dengan mata tenang. "Ya tau lah. Ada orang tinggi gede cemberut depan kaca. Nggak jelas," jawabnya ringan.
Pram semakin kesal, dahinya berkerut. "Kalo tau, kenapa dari tadi nggak dipanggil? Suruh masuk gitu?" katanya, ekspresinya semakin marah.
Darron mengangkat bahu, tidak terlalu peduli. "Ngapain. Kalo mau masuk ya masuk aja. Gue nggak peduli."
Darron kemudian berdiri, mendekati Alma yang berada di dekatnya. Dia menepuk lembut lengan Alma, memberikan senyum tipis yang menenangkan. "Kenapa, Al?" tanyanya, suaranya hangat.
Alma menatap Darron dengan mata sedikit bingung. "Kak, kita jadi pergi nggak? Kalau nggak, saya mau pulang ya?" jawabnya, nadanya terdengar ragu.
Pram yang merasa diabaikan semakin marah, dia tidak suka melihat kedekatan Darron dan Alma. "Ih, Ron, nyebelin ya lo emang. Ini kenapa gue jadi dicuekin sih? Kalian beneran udah deket banget ya?" protes Pram, mencoba menahan rasa cemburunya.
Alma menoleh ke arah Darron, tatapannya penuh kecemasan. Dia merasa canggung dengan situasi yang semakin rumit antara dua lelaki ini. Darron, sebaliknya, tersenyum lembut pada Alma, mencoba menenangkan hatinya.
"Lo mau makan bareng, kan, Al? Kalau mau, kita jalan sekarang ya," ucap Darron sambil mengusap lengan Alma dengan penuh perhatian. Pram yang melihat gerakan ini memicingkan matanya, tidak suka dengan keintiman yang ditunjukkan Darron. Namun, Darron tetap tidak mempedulikannya.
Alma merasa sedikit lega dan mengajukan permintaan. "Kak, saya ajak Gisel boleh ya? Nggak enak kalau perempuan sendiri," katanya dengan nada pelan.
Darron mengangguk, memberikan persetujuannya. Alma segera mengambil ponselnya dan menghubungi Gisel, meminta temannya untuk ikut bergabung.
Pram yang mendengar ini semakin kesal. "Kemarin lo jalan berduaan sama Darron nggak apa-apa. Giliran gue ikut, minta nambah," gumamnya kesal, kemudian pergi meninggalkan mereka berdua di dalam ruangan.
*
Pram berjalan cepat di depan mereka, mengabaikan perasaan kesalnya. Seorang pelayan mengarahkan mereka ke tempat duduk yang kosong. Pram dengan sigap menarik kursi dan mempersilahkan Alma untuk duduk.
"Ma, sini duduk, Ma," ucapnya dengan senyum penuh harap.
Alma tersenyum kecil, mengikuti arahan Pram dan duduk di kursi yang disiapkannya. Pram bergegas duduk di sebelahnya, merasa puas bisa duduk di samping Alma.
Sementara itu, Darron dan Gisel duduk berseberangan dengan mereka. Darron menatap Gisel dengan tatapan yang seolah mengatakan sesuatu. Gisel yang mengerti pesan itu, tersenyum dan duduk di kursi yang berhadapan dengan Pram, sehingga Darron bisa berhadapan langsung dengan Alma. Pram kembali merasa kecewa, menyadari Darron lagi-lagi akan berhasil mencuri perhatian Alma.
Setelah memesan makanan, mereka mulai berbincang santai tentang pekerjaan dan hal-hal ringan lainnya yang menimbulkan canda tawa. Percakapan mereka terhenti saat para pelayan datang menata hidangan di atas meja. Alma tersenyum senang melihat daging merah dan sayuran yang tersaji dengan rapi.
Darron menatap Alma, senyum nakal muncul di wajahnya. "Biasanya kalau sudah begini, ada yang mau foto nih," katanya, menebak kebiasaan Alma.
Alma hanya bisa tersenyum, sudah memegang ponselnya, siap untuk mengambil gambar. Gisel yang memperhatikan mereka dari sebelah meja tidak bisa menahan senyum. Baginya, ini adalah momen langka. Alma telah membawa banyak perubahan pada Darron. Lelaki itu kini lebih ekspresif dan terbuka, sesuatu yang jarang terlihat sebelumnya.
"Al, sekalian aja foto lo juga, jangan makanannya doang. Coba deh Kak Darron foto Alma, angle-nya bagus nih kalau dari depan," ucap Gisel sambil memberikan restunya terhadap kedekatan mereka.
Darron mengeluarkan ponselnya dan mulai mengambil gambar Alma. Pram yang duduk di sebelah Alma hanya bisa terdiam kesal, merasa tersisih. Dia mengambil beberapa sayuran mentah dan melahapnya cepat, merasa Gisel bukan berada di pihaknya.
*
Alma sudah bersih dan siap untuk tidur. Dia meraba nakas di sebelah tempat tidurnya, matanya tertuju pada satu nama di ponselnya: Darron. Lalu memutuskan untuk mengirim pesan singkat kepadanya.
Alma
Malam, Kak...Darron
Malam, Al.
Ada apa?Alma
Maaf ganggu.Boleh liat foto yang tadi nggak, Kak?
Darron
Mau di-post ya?Alma
Nggak sih, mau liat aja.Kalau bagus di-post
kalau jelek di-save ajaa.Darron
*Picture sent*
Bagus kok.
Cantik.Alma tersipu malu membaca pesan Darron. Senyum merekah di wajahnya, hatinya terasa hangat. Dia tidak tahu harus membalas apa, perasaan aneh mulai merayap di hatinya, membuatnya tersenyum dalam kesendirian
Darron
Kok nggak di balas?
Salting ya?
Hahaha.
Selamat tidur, Al...Alma tersenyum lebih lebar, tapi kali ini dia memilih untuk tidak membalas. Dia meletakkan ponselnya, memejamkan mata dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan, senyumnya tetap terukir di wajahnya hingga tertidur lelap.
***
Hai guys, tinggalin jejak kalian dengan vote dan comment di setiap cerita untuk lihat kisah selanjutnya dari Darron, Alma dan Jayendra ya! Aku tunggu vote dan commentnya, kalian tunggu updatenya heheh.
Love, Tita
KAMU SEDANG MEMBACA
TERSIPU | Why do I still have feelings for you?
RomanceSelama tujuh tahun, Almaira dan Jayendra terikat dalam ikatan persahabatan yang erat. Jayendra berusaha menutupi perasaannya pada Alma. Ketika Almaira bertemu dengan Darron atasan di tempat barunya bekerja, Almaira merasakan ketertarikan yang berbed...