6. Pendekatan yang natural

470 36 4
                                    

“Nanti pacarnya marah.”

*

Suara lagu Dewa 19 dari radio mobil Darron mengisi keheningan pagi itu. Dia menunggu Alma di depan rumahnya, tersenyum jahil sambil melirik jam. Tepat pukul 07.30, Alma keluar rumah dan terkejut melihat Darron sudah menunggu.

“Bapak udah lama nunggu?” tanya Alma saat masuk ke mobil.

“Setengah jam,” jawab Darron datar. Alma terkesiap, wajahnya pucat. “Bercanda, baru lima menit,” tambah Darron sambil tersenyum puas.

“Ya ampun pak, nggak lucu,” keluh Alma, merasa dijahili lagi. Darron hanya tertawa kecil. Mereka melanjutkan perjalanan dalam diam. Setelah beberapa saat, Alma meminta izin untuk menyalakan radio.

“Nggak boleh,” jawab Darron singkat, lalu dengan santai menyalakannya. 

Alma hanya mendesah, kesal. Melihat Alma dengan wajah yang sudah di tekuk, Darron kembali tersenyum seakan telah memenangkan permainan. Darron menyalakan radio tanpa melihat ke arah Alma.

“Katanya nggak boleh, nggak jelas banget ni orang,” gumam Alma kesal. Darron hanya tersenyum kecil, menikmati keberhasilannya membuat Alma kesal. Lagu demi lagu mengalun dari radio, termasuk lagu Kosong dari Dewa 19. Alma ikut bernyanyi walau dengan suara yang hanya seperti bisikan. 

“Lo suka Dewa juga, Al?” tanya Darron tiba-tiba.

“Suka banget pak. Lagu-lagunya lawas, tapi semua enak didengar. Kalau bapak sendiri gimana?” jawab Alma mencoba memperpanjang percakapan.

“Suka. Gue sering denger juga. Lo paling suka lagu apa, Al?”

“Aku milikmu…” jawab Alma singkat.

“Iya boleh,” sahut Darron, terkejut dengan jawabannya sendiri.

“Maksudnya gimana, pak?” tanya Alma, merubah posisi duduknya ke arah Darron.

“Maksudnya… selera musik lo bagus. Gue juga suka banget lagu itu,” jawab Darron buru-buru. Pandangan mereka bertemu sejenak sebelum Darron memalingkan wajah, fokus kembali pada jalanan. Alma hanya tersenyum, merasa ada sesuatu yang aneh namun manis dari sikap Darron.

*

Pagi yang segar dan langit biru menemani kedatangan Darron dan Alma di sebuah kafe di Pantai Indah Kapuk. Waktu menunjukkan pukul sembilan pagi saat mereka masuk, mencari kenyamanan di sudut ruangan. Alma memilih tempat duduk dengan hati-hati, menginginkan sedikit privasi di tengah suasana yang hangat.

“Al, lo mau pesen apa?” tanya Darron sambil memberikan buku menu, matanya juga sibuk menjelajahi pilihan yang tersedia. 

Alma merespon dengan senyum ringan, “Hmm, saya pilih ini aja, deh,” ujarnya sambil menunjuk menu, sebelum kembali fokus pada pilihan lainnya.

Setelah memesan, Darron kembali mengajukan pertanyaan, kali ini lebih serius. 

“Al, kita tunggu di sini aja ya. Gue masih nunggu kabar dari client. Lo nggak apa-apa kan ngobrol-ngobrol dulu? Atau lo ada kerjaan?”

“Aman, Pak. Kerjaan sudah selesai semua kemarin, kecuali kalau ada tugas baru,” jawab Alma, matanya bertemu dengan pandangan Darron yang penuh perhatian.

“Good,” sahut Darron singkat, namun senyum tipis yang muncul di wajahnya menunjukkan apresiasi yang lebih dari sekedar kata-kata.

Mereka terhanyut dalam obrolan ringan, tetapi ada sesuatu yang berbeda dalam cara Darron memandang Alma hari ini. Alma, yang biasanya ceria, merasa ada perubahan dalam dirinya.

TERSIPU | Why do I still have feelings for you?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang