"Dia emang tengil, tapi hatinya baik kok,"
*
Alarm pada ponselnya berbunyi nyaring, memecah keheningan kamar yang remang-remang. Suara itu membangunkannya dari tidur yang lelap, seolah menarik Alma dari mimpi yang sedang dialami.
Alma menggeliat sebentar di atas kasur, mencoba memaksa matanya untuk terbuka. Ia menoleh ke arah jam digital di samping tempat tidur. Mata Alma terbelalak kaget, detik itu juga tubuhnya terasa tersengat listrik.
"Astaga!" serunya dengan suara parau yang bercampur panik. Pukul 6:45 pagi! Alma seharusnya sudah berada di kantor jam 7. Dalam hatinya, seakan ada suara yang menjerit, mengingatkan akan konsekuensi yang mungkin dihadapi.
Hari ini adalah hari kedua Alma bekerja di kantor baru, rasa takut dan gugup menguasai diri Alma saat ini. Membuat tangannya sedikit gemetar saat ia mencoba bangkit dari tempat tidur.
Dengan cepat, Alma melangkahkan menuju kamar mandi. Ia melesat ke sana, tak lagi memedulikan raut lelah di wajahnya yang terpantul di cermin. Air dingin yang menyentuh kulit seolah tak cukup untuk mendinginkan kepala dari rasa panas akibat kepanikan yang melanda. Alma berlari menuju mobil dengan pakaian yang sudah disiapkan sejak malam hari.
Yang ada di benaknya hanyalah cara cepat untuk sampai ke tujuan agar tidak mendapat pandangan buruk dari atasan. Tanpa memerdulikan apapun, bahkan perut yang kosong, ia pergi dengan perasaan campur aduk, cemas dan terdesak oleh waktu.
Di sepanjang perjalanan, Alma menatap lurus ke jalan, mengabaikan pemandangan kota yang biasanya ia perhatikan. Matanya terus melirik jam di dashboard mobil, melihat menit jam yang berubah begitu cepat, seperti menambah beban berat di dadanya.
Setelah dua puluh lima menit yang terasa seperti seperempat se-abad, Alma akhirnya tiba di kantor pukul 7:35. Detak jantungnya masih berdegup kencang saat ia keluar dari mobil, membayangkan wajah Darron yang mungkin sudah menunggunya dengan ekspresi tidak senang.
Begitu masuk ke dalam gedung, Alma berlari melewati lobi yang sepi, hanya ada pantulan langkah kakinya di lantai marmer yang berkilau. Saat sampai di lantai kantor, suasana terasa aneh. Tak ada suara percakapan atau hiruk pikuk seperti hari kemarin.
Ruangan-ruangan di sekitarnya tampak kosong, seperti gedung yang baru dibangun dan hanya terisi perabotan. Ruangan Darron masih gelap, begitu juga dengan seisi kantor. Lampu-lampu belum dinyalakan, hanya ada seberkas cahaya matahari pagi yang menembus jendela.
Rasa lega dan kebingungan bercampur saat seorang office boy akhirnya menyalakan lampu sentral, menghidupkan ruangan yang gelap itu. Alma berjalan pelan menuju meja kerjanya, seolah masih tak percaya bahwa ia satu-satunya orang yang sudah tiba.
Ia menatap ke ruangan Darron yang berada tepat di belakang. Ruangan itu masih kosong dan gelap, dengan suasana yang terasa sunyi, seolah Darron dan seluruh stafnya telah menghilang entah kemana.
KAMU SEDANG MEMBACA
TERSIPU | Why do I still have feelings for you?
RomanceSelama tujuh tahun, Almaira dan Jayendra terikat dalam ikatan persahabatan yang erat. Jayendra berusaha menutupi perasaannya pada Alma. Ketika Almaira bertemu dengan Darron atasan di tempat barunya bekerja, Almaira merasakan ketertarikan yang berbed...