Alpha dan masalah

367 41 10
                                    

Big Boy. 7

***

Tampaknya keputusan memberitahukan berita menggembirakan perihal kehamilan Gabriel tidak terlalu tepat.

Siapa kira kalau kediaman mereka yang biasanya damai, ya kadang ramai karena Gabriel dan Sebastian saling lempar teriakan. Hari ini berbeda.

Dua Alpha itu cuma bisa saling pandang. Fakta kalau mereka bukan satu-satunya orang yang mencintai Gabriel itu benar adanya.

Gabriel itu bungsu dari semua bungsu pada silsilah keluarga De Loughrey. Makanya jangan heran kalau seluruh anggota keluarga, gak terkecuali sepupunya begitu memanjakan Gabriel.

Dari pagi saja Omega itu gak berhenti mengunyah, dari makanan ringan, buah-buahan, atau masakan rumah yang dibawa dari masing-masing keluarga.

Kediaman yang biasa damai kini ramai karena sukacita. Penuh dengan perasaan saling menyayangi.

"Pantas, pertama melihatnya aku langsung ingin mencintai Gabriel saat itu juga."

Celetuk Sebastian diangguki oleh Theodore.

Gabriel itu tumbuh dengan cinta, melihat sekitarnya begitu membanjiri Gabriel dengan cinta, membuat dua Alpha itu jadi ingin ambil bagian atas kebahagiaan Gabriel.

Hari ini Gabriel bukan cuma milik mereka berdua.

Bahkan yang datang berkunjung bukan cuma keluarga, beberapa teman dekat Gabriel gak terlewat satupun.

"Kita gak dibutuhkan ya hari ini?"

Dua Alpha dengan status suami Gabriel itu bak tidak ada di ruangan itu. Seluruh perhatian dipusatkan pada Gabriel.

"Kalian ngapain cuma berdiri disitu?"

Mereka saling pandang. Dengan kompak menunjuk dirinya sendiri.

"Iya, kalian. Baru tahu kalau suami Gabriel agak lambat."

Dua Alpha itu kemudian bergabung, salah seorang sepupu Gabriel membuat mereka duduk diantara Gabriel.

"Keponakan lucu ku ini, kenapa cepat sekali besarnya."

"Rasanya baru kemarin dia merengek minta permen."

"Aku gak merengek!"

Protes Gabriel mengundang tawa seisi ruangan. Ramai dan riang. Sebastian harap mereka akan selamanya seperti ini.

Setiap orang yang datang melihat Gabriel hari ini gak lupa mengucapkan selamat dan mendoakan yang terbaik untuk Gabriel. Yang pasti beberapa ada yang melayangkan candaan sampai kedua pipi Gabriel bersemu merah.

Dan ketika hari sudah mulai gelap, satu persatu mulai pamit. Dan Gabriel akhirnya bisa beristirahat setelah semua orang pulang, menyisakan ibu dari Theodore. Tampak keduanya sedang membicarakan hal serius di halaman belakang, Gabriel niatnya mau menghampiri, soalnya malam ini dia mau tidur nyenyak didekap Theodore, tapi mereka tampak begitu serius, membuatnya harus urung.

***

"Apakah tidak apa-apa?"

Theodore hanya diam, dia tidak punya jawaban atas pertanyaan sang Ibunda.

Wanita itu mengusap kepala Theodore, sangat hati-hati dan penuh kasih.

Mereka tengah membicarakan perkara Gabriel. Bukan berarti Ibu Theodore tidak bahagia akan anggota baru. Dia justru yang paling senang, tidak mengungkapkan rasa bahagianya secara verbal, tapi titik air mata di sudut mata wanita itu gak bisa berbohong.

"Ibu bahagia sekali, putra ibu sebentar lagi menjadi ayah. Tetapi, apa janji Theo kepada ibu?"

Teringat saat Theodore berusaha mati-matian agar dia bisa cepat-cepat mengambil alih bisnis keluarganya agar bisa menikahi Gabriel. Itu adalah masa-masa tersulit Theodore.

Laki-laki itu pernah berjanji kepada sang Ibunda, bahwa dia akan menjaga Gabriel dengan baik. Walau awalnya tidak setuju dengan gagasan 'Gabriel akan menikahi dua Alpha'. Akhirnya wanita itu luluh juga dengan bujuk rayu Theodore.

Dan sekarang, Theodore melanggar janjinya.

Gabriel masih terlalu muda. Mengandung di usia semuda itu sangat beresiko. Ditambah ini kehamilan pertamanya, Gabriel dan dua suaminya itu masih awam dengan perihal mengurs anak.

"Theo pastikan Gabriel baik-baik saja, ibu. Pasti."

Sepasang ibu dan anak itu mengakhiri percakapan mereka dengan sebuah pelukan. Ibu Theodore berdoa dalam hatinya, agar putranya selalu diberikan kebahagiaan dalam hidupnya.

***

"Ku kira Omega pilihan mu itu mandul. Ya, syukurlah kalau dia bisa memberikan keturunan, kalau tidak, bagaimana perasaan ayahmu?"

Sialan sekali mulut perempuan satu ini, batin Sebastian.

Datang tanpa membawa apapun, bahkan tidak menatap Gabriel sejak kakinya menginjaki kediaman mereka. Kalau saja dia bukan anggota keluarganya, Sebastian tidak ragu mengusir perempuan itu.

"Saya juga akan merasa sangat sedih kalau anak saya tidak naik takhta."

Wanita itu mendengus.

Sebastian gak pernah punya hubungan yang baik dengan keluarganya kecuali perempuan yang melahirkannya. Maka jangan heran kalau sorot matanya menatap penuh iri pada Theo dan sang ibunda.

Pikirnya, untuk apa sang ayah mengirimkan wanita yang bahkan tidak pernah merestui pernikahannya dengan Gabriel untuk datang sekedar menengok menantu dan calon cucu mereka. Kalau pada akhirnya cemoohan yang keluar dari bibirnya.

"Kau, sama saja dengan ibu mu."

"Kalau sifatku berbeda dengan ibuku, lantas aku anak siapa?"

Geram juga wanita itu karena Sebastian terus menjawabnya.

"Ingat posisimu Sebastian! Jangan kira dengan menjadi Putra Mahkota kau bisa lebih unggul dari ku?!"

Kalau boleh jujur, Sebastian juga tidak sudi mengemban tanggung jawab sebesar ini. Kalau saja tingkah anak Permaisuri itu sedikit bisa diandalkan, Sebastian bisa mendekap Gabriel sampai matahari tinggi.

"Pulang saja sana, jangan membuat keributan seperti putramu itu."

***

"Aku gak akan dipenggal kan karena mengusir Permaisuri?"

"Ya, paling dipasung."

"Sial! Jangan menakuti begitu."

"Mana aku tahu Theodore."

"Ya kau kan calon Raja, masa begitu tidak tahu."

"Sadar ucapan mu? Calon. Perlu ku ejakan?"

Theodore menghempaskam tubuhnya pada sandaran kursi.

"Kalau aku mati, jaga Gabriel dan Mongmong ya."

"Enak saja! Terus kau mau aku muntah setiap pagi dan makan campuran aneh mu itu? Tidak, terima kasih. Jadi tetaplah hidup, agar aku bisa membagi penderitaan ini."

***

Sedikit konflik, biar kalian gak kelebihan cinta.

Big BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang