Alpha mengobrol

154 25 13
                                    

Big Boy. 13

***

Gabriel pergi dengan sepupunya, tinggallah Sebastian dan Theodore di rumah berdua saja, apalagi sedang akhir pekan. Niatnya mau menghabiskan waktu dengan Gabriel, mereka malah terjebak suasana canggung. Meski dengan status dan kedudukan yang setara di rumah ini, tetap saja dua Alpha duduk berhadapan tanpa ikatan keluarga itu aneh.

Sebastian meletakkan gelasnya, menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Di depannya Theodore sibuk membaca koran.

Oh, lihat dua laki-laki itu memang selayaknya bapak-bapak pada umumnya.

Sebuah pertanyaan terlintas dikepala Theodore.

"Bagaimana bisa keluargamu setuju kau menikahi Gabriel?" Katanya, melipat koran dengan rapi dan berganti menyambar gelasnya.

Sebastian mengangkat bahunya, "Tidak sulit, keluarga Gaby cukup punya nama, walau bukan seorang bangsawan, status mereka sudah cukup untuk dapat restu."

Masuk akal, Theodore mengangguk.

"Kau sendiri?" Kini ganti Sebastian yang penasaran, bagaimana Theodore bisa dapat restu dari keluarga Gabriel.

"Aku sudah lama berhubungan dengan keluarga Gabriel. Aku sudah kenal anak cengeng itu sedari dia masih menggendong tasnya."

"Kenapa terpikir mau menikahi Gabriel? Bukannya bangsawan seperti mu sudah pasti punya banyak calon pasangan?"

Sebastian terkekeh, "Jelas, apalagi aku cuma anak selir. Ibu Ratu gencar menjodohkan ku dengan anak kenalannya, biar aku gak terpikir mengambil alih tahta. Tapi justru Evan yang menyerahkan posisinya padaku karena jatuh cinta dengan pemilik toko roti."

Ceritanya cukup mengejutkan Theodore. Ternyata kisah cinta bangsawan dengan rakyat kecil itu benar terjadi.

"Lalu Evan?"

"Dia melepas gelar bangsawannya, dan ikut gelar suaminya. Ah, kau pasti kenal dengan merek dagangnya, pria itu cukup sukses, bahkan mereka sudah punya dua anak."

"Itu cerita lucu kalau kau mau dengar tentunya."

"Tidak keberatan."

Sebastian kemudian menceritakan, Evan, saudara tirinya itu sering datang ke kantornya guna menceritakan laki-laki yang dia kagumi. Jacob. Pemilik toko roti biasa pada awalnya.

Evan bercerita, awal mula mereka bertemu itu saat menjelang pesta ulang tahunnya, Evan suka melakukan pesta, dia turun tangan langsung memilih kue untuknya. Dan saat itu Jacob hadir, membawa hasil panggangan terbaiknya kehadapan Evan.

"Dan Evan langsung jatuh cinta begitu saja?"

"Tentu tidak bodoh, mereka sebatas pembeli dengan pejual saja, tapi berkat Evan toko roti Jacob lebih dikenal dan karirnya jadi lebih bagus. Sejak dari itu mereka lebih sering bertemu."

Sebastian menerawang kembali, setidaknya enam tahun lalu, Evan tidak pernah absen menyambangi ruang kerjanya, selalu dengan roti Polo isi coklat dari toko roti Jacob. Beberapa kali sampai Sebastian harus berikan roti itu pada pengawalnya saking dia bosan.

"Kau?"

"Apa?"

"Ceritakan dirimu. Jangan kira aku bodoh Theodore."

"Hey aku diam saja! Apa yang mau kau dengar?"

"Keluargamu, saudaramu."

Theodore menggelengkan kepalanya, "Aku anak tunggal Sebastian."

"Istri lain?"

Theodore lantas terbahak. "Baiklah, Baiklah. Ini terlalu klise. Kau tahu, Aldridge punya 3 istri, dan ibuku adalah istri terakhirnya, satu-satunya perempuan yang laki-laki itu mau mengandung anaknya. Mungkin bisa dibilang, aku kurang diharapkan. Beruntung saja lahir sebagai Alpha. Kalau omega mungkin sudah dibuang."

"Kau yakin?"

"Vincent itu peternak wanita, makanya dia punya 3 istri. Yah, laki-laki itu sekarang sudah tua, tidak punya penerus dan melimpahkan semuanya padaku."

"Kau senang?"

"Dengan? Maksudmu punya 3 ibu sekaligus? Ya ... bisa dibilang."

Sekarang Sebastian mengerti kenapa Theodore sangat lembut dan mengayomi. Tiga sosok perempuan mendidiknya setidaknya agar Theo tidak menjadi seperti Vincent. Menyayanginya seperti anak sendiri.

Sebastian jadi iri.

Dia besar dengan pengasuh dan pengawal usai kematian ibunya. Sering dia membayangkan rasanya kasih sayang seorang ibu.

"Lusa Vincent mengundang kita makan malam di sana, luangkan waktumu."

"Kenapa harus aku?"

"Ikut saja apa susahnya? Negara ini juga tidak akan runtuh kalau kau tinggal semalam."

***

"Kalian habis membicarakan apa?"

Gabriel mengusap surai suaminya yang sedang memeluknya. Sejak dia kembali, Sebastian jadi sangat menempel. Entah sudah berapa lama mereka pada posisi itu, Sebastian memeluk perutnya, mengistirahatkan kepalanya pada pangkuan Gabriel.

"Mungkin dia rindu rumahnya." Jawab Theodore asal.

Laki-laki yang satu lagi mendengus.

***
Hai, long time no see

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Big BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang