CHAPTER 04

4 1 0
                                    

"Menyadari bahwa aku mempunyai rumah kedua untuk aku pulang."

Pernah gak sih kepikiran tentang sebuah 'Perasaan'. Seperti yang kita tau bahwa manusia adalah makhluk hidup yang pastinya memiliki sebuah hal itu. Tapi setelah kita pikirkan lagi kira-kira manusia paham akan sebuah hal itu gak?. Kalau misalnya mereka paham, kenapa mereka segampang itu mengeluarkan kata-kata yang akan menyakiti manusia lainnya.

Aku pikir lagi ternyata gak semua manusia paham tentang hal itu. Mereka punya 'perasaan' tapi gak semua paham akan 'perasaan' itu. Miris. Mereka hanya memikirkan perasaannya sendiri kalau tersakiti tapi, ketika mereka menyakiti perasaan orang lain. Mereka bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.

Aku bahkan kamu, kalian, mereka. Pernah melakukan itu. Melakukan apa? Menyakiti perasaan orang lain. Tapi kita tidak sadar dengan apa yang kita lakukan. Makanya ketika perasaan kita tersakiti mungkin adalah karma dengan apa yang kita lakukan.

Makanya sekarang perasaan aku tersakiti. Dan aku hanya bisa berdoa yang terbaik buat orang menyakitiku dan memaafkan mereka. Siapa tau aku juga pernah menyakiti dia atau mereka.

Pukul setengah sepuluh malam. Dan aku ada diluar bukan dirumah. Hanya aku tidak ingin pulang. Aku sudah keluar sedari tadi. Dari beberapa jam yang lalu. Terhitung sudah lima jam. Jika sudah lima jam maka aku sudah ada diluar sejak pukul setengah lima sore.

Aku punya rumah. Iya. Rumah untuk pulang. Rumah yang nyaman dan aman. Iya. Aku punya. Tapi sekarang aku tidak mau pulang. Hanya saja aku tidak ingin. Aku merasa tidak nyaman untuk pulang karena kahadiran satu sosok yang menyebalkan dan menyakiti perasaanku.

Kenapa setiap dirumah kita pasti punya satu sosok yang kita lihat aja tuh gak mau. Kehadirannya tuh menggangu tapi kita ini gak bisa Apa-apa.

"Indah," Panggil seseorang. Aku menoleh dan mendapati Tana yang menghampiriku, mata kami saling bertemu dan aku tersenyum. Aku bisa melihat dari ekspresi wajahnya yang terlihat kesal. Tana yang tepat berdiri di hadapanku dan aku mendongak melihatnya mengatakan, "Gak takut emang sendiri Malem-malem gini?" Tanyanya dan aku menggelengkan kepalaku sebagai jawaban.

Aku bisa mendengar helaan nafas Tana. Aku tau pasti Tana khawatir tapi aku juga tau kalau Tana sudah mengetahui apa yang terjadi mengingat hal ini bukan sekali, dua kali terjadi. Tana duduk di samping kananku dan diam melihat pemandangan di depannya dan akupun mengikuti Tana melihat kedepan.

Kami berdua Sama-sama diam dan hanya melihat kendaraan berlalu lalang. Hening. Hening yang tercipta ini membuat ku tenang. Aku menutup mataku dan menikmati angin menerpa wajahku Seakan-akan menghiburku dan mengatakan 'semua Baik-baik saja".

Drtttt----

Suara deringan telfon yang terdengar dari Handphone Tana. Tana mengangkat Handphonenya dan aku melirik ah ternyata Nabila. Dia pasti akan cerewet dan kesal mengingat setiap kali aku begini. "Angkat aja kalau gak di angkat orangnya nanti marah loh" Ucapku. Tana yang mendengar itu lekas menggeger ke atas bulatan warna hijau yang ada di handphonenya.

Segera Tana memposisikan handphonenya berada di tengah kami. "Indaaaaah" terdengar suara Nabila yang memanggil ku dan aku hanya ketawa kecil dan ku jawab "Iyaaa, kenapaa?". "seharusnya saya yang bilang. Kau gapapa?" Tanyanya lagi. "Iya udah gapapa, udah mendingan" Jawabku.

"Saya tuh bingung yah itu tantemu kok sukaaa banget ikut campur. Kek apa gitu loh. Dia pikir bagus apa kek gitu? Gak sekalian dia ikut campur ngebiayain kau gitu dari pada Setengah-setengah. Gemeeesss banget, pengen tak ihh," Ucap Nabila. Aku dan Tana saling melirik dan kami berdua tertawa kecil. Bila sudah begini tidak ada yang bisa mengalahkan omelan Nabila.

Aku Menunggu Kamu. Karena Tau Kamu KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang