CHAPTER 07

5 1 1
                                    


"Dia pikir hati mungilku ini terbuat dari apa?."

Sinar cerah dan juga silau menerangi bumi di pagi hari ini. Begitu bersinar sampai membuatku tersenyum. Iya. Mentari datang menyapaku lagi. Lagi dan lagi mentari datang kepadaku. Setelah kemarin ia tidak datang kepadaku karena mendung di pagi hari.

Aku menatap sekitarku. Memperhatikan teman-temanku yang begitu berisiknya di dalam ruangan ini yang menjadi kelasku. Setiap kelas yang berada di sekolahku berisikan siswa(i) sebanyak 25 orang. Yah pasti kelasku juga berisikan 25 orang.

Kelas kami sedang jam kosong dan aku melihat teman-teman ku lagi, tak terhitung waktu yang kami habiskan bersama. Canda tawa mereka, berisiknya mereka, peduli mereka kepada aku dan kami satu sama lain. Akan sangat terkenang dan kurindukan bila sudah tak bersama mereka lagi.

Pada saat aku masih sibuk memperhatikan mereka, Nabila melirikku dan memanggilku "Ndah". Aku menoleh kepadanya, "Iya, kenapa?" Tanyaku.

"Mo nanya deh," Ucapnya lagi dengan raut wajah yang sedikit serius. Aku yang melihat itu hanya was-was dengan pertanyaan yang akan dia ajukan kepadaku.

"Yah nanya aja langsung, raut wajah mu itu loh gak usah gitu amat," Kataku dengan mentapanya bingung.

Nabila tersenyum, tapi senyuman jahil yang aku lihat di wajahnya. "Itu si siapa yah namanya. Gak nyapa kau lagi hari ini?" Tanyanya jahil. Aku melihatnya bingung dan dia mengatakan, "Itu loh si onde-onde itu".

Aku tertawa mendengarnya menyebut onde-onde, "Laode kali ah," Ucapku meralat. Aku masih sedikit tertawa karena terdengar sangat lucu di aku.

"Udah-udah jangan ketawa lagi," Ucap Nabila dengan malu dan beberapa kali memukulku pelan.

"Kau sih. Nama anak orang bagus-bagus kau panggil onde-onde hahaha," Kataku yang masih saja tertawa. Aku segera merilekskan diri karena raut wajah Nabila yang memerah karena malu.

Aku menatap Nabila dan mengatakan, "Masih pagi Bil, tuh anak pasti dikelasnya."

Nabila memutar matanya malas, "Heleh, biasa juga sebelum dia ke kelas dia rela tuh naik ke sini terus turun lagi," Katanya mendengus.

"Tapi kalau di pikir-pikir Indah, kau gak tertarik sama tuh anak emang?" Tanyanya yang membuatku menggeleng dengan cepat.

"Gak lah yakali," Elakku dan menatap kedepan. "Kok diriku ini gak percaya yaaah?" Tanya Nabila sengit.

"Indah, saya nanya serius ini," Aku yang melihat kembali Nabila dan mendapati raut wajahnya yang serius. Dia benar-benar serius. Sangat jarang jika Nabila mau membahas hal yang menurutnya serius.

"Emang ketertarikan saya ini ke tuh Laode serius menurut kau yah, Bil?" Tanyaku memastikan. Dan Nabila mengangguk. Aku yang melihat itu menatapnya bingung. Nabila menopang dagu dengan tangan kanannya dan menatapku.

"Apa yah," Dia diam dengan raut wajahnya terlihat memikirkan sesuatu. "Kalau yang saya lihat tuh, dari awal mulai pembelajaran semester ini. Kau selalu aja kayak memperhatikan sekeliling," Katanya dan aku diam mendengarkan.

"Sekeliling kayak gimana emang?" Tanyaku penasaran.

Nabila tersenyum kecil, aku yang melihat senyumannya juga ikut tersenyum. Senyum Nabila ini manis. Sangat manis sampai membuat anak orang baper. Siapa yang baper? He he ada seseorang.

"Halah pura-pura gak tau lagi," Katanya sambil mendengus. "Udah ah, pikirin aja sendiri. Pikirin kau yang selama ini ngerespon Laode bahkan jadi yang gak kenal sampai kenal gini, emang kau gak ada rasa ketertarikan gitu," Ucapnya sambil melihat sekeliling.

"Itu yang sapa-sapaan, udah dua mingguan kan?" Tanyanya dan aku mengangguk. Ternyata udah 2 minggu yah. Padahal kayak baru kemarin ketemu di vanding machine.

"Pikirin, kalau hal yang kau lakukan selama ini sama dia, tuh apa? Ada rasa ketertarikan apa kagak, atau cuma baik sama adek kelas. Nanti takutnya, dia berharap sama kau gimana? Hati seseorangkan gak boleh dimainin atau sakitin," Ucap Nabila mengomel.

Aku yang mendengar itu hanya terdiam. Kenapa pembahasannya lumayan serius gini. Aku bingung. Kami berdua memang sudah cukup akrab. Tapi akrabnya hanya saling menyapa satu sama lain.

Aku dan Laode juga tidak bertukaran nomor whatsapp bahkan mutualan instagram. Iya. Kami berdua tidak mengetahui social media masing-masing. Karena tidak ada alasan untuk melakukan hal itu.

Tapi emang ada, yang saling akrab dan tidak ada apa-apa tapi selalu bertemu setiap hari dan bahkan menemaniku tiap kali menunggu jemputan?.

.

.

.

Siang hari ini begitu redup dan tak secerah pagi tadi. Awan-awan gelap berlomba-lomba mendekat dan menutupi sinar cahaya yang menjadi penerang di siang hari. Angin yang biasanya sejuk ketika datang kini menjadi kencang dan membuat dedaunan berjatuhan secara bersamaan dari pohon.

Aku sendirian. Di keheningan ini. Aku sendirian. Aku berada dikoridor, dekat dengan taman sekolahku. Memperhatikan ke langit bila nanti akan ada hujan badai yang datang. Tapi, gapapa. Aku menerima kedatangannya.

Karena sesuatu hal yang tidak diinginkan datang, tidak perlu selalu negative thinking.

"Kak," Aku tau siapa yang memanggil. Satu-satunya yang berani menyapaku dan berani ke area yang selalu di lewati oleh siswa(i) kelas 12 adalah sosok lelaki yang aku kenal.

Aku menoleh dan mencari keberadaannya. Tepat ketika aku melihatnya dia sudah berada disampingku. Berdiam diri. Dan memandangkan ke depan. Seolah-olah menikmati pemandagan area taman sekolah ini.

"Kakak ngapain di sini?" Tanyanya dan melihat ke arahku. Aku yang menatap matanya dan melihat anak ini hanya mengatakan, "Maunya sih adem-adem ditaman tapi keburu mendung."

Lelaki yang disampingku ini menjawab singkat, "Oh," dan menatap ke depan lagi.

"Laode," Panggilku dan dia menoleh ke arah ku dengan kedua tangannya di masukkan ke kantong celana abu-abunya. Gila, anak ini memang tampan. Untung aku kuat. Kuat menahan pesonanya. Berabe entar kalau terpesona sama nih anak.

"Kau, ngapain kesini?" Tanyaku yang masih sama memperhatikan penampilan anak ini.

Laode tersenyum. Iya. Dia kalau di dekatku selalu saja tersenyum. Aku sampai heran apa yang membuatnya selalu tersenyum begitu. "Saya ngeliat kakak disini, jadi yah nyamperin. Itung-itung temenin," Katanya dan menoleh ke depan lagi.

Aku yang mendengar itu tidak percaya, yah taman sekolah sama kelasnya jauh banget. Dia emang abis dari mana dan ngeliat aku. Aku memandangnya sengit. Mencurigakan.

"Kau ini kalau ketemu sama saya ngapain senyam-senyum kayak gitu?" Tanyaku mengintrogasi.

Laode menoleh ke arahku lagi dan lagi-lagi dia tersenyum, "Yah, karena ada kak Indah jadinya senyum, emang gak boleh?" Laode kembali bertanya.

"Tuh kaaan senyum-senyum muluuu," Kataku mendengus.

Aku menatapnya lagi dan mendelik mengatakan, "Bukan gak boleh sih, tapi kau ini dikit-dikit senyum dikit-dikit senyum. Kayak orang kerasukan aja."

Laode yang melihatku mengomel bukan lagi tersenyum tetapi tertawa kecil. Eh, aku tersadar. Semenjak kapan aku menjadi blak-blakan kayak gini. Aku merasa bersalah karena ucapanku yang tadi, menurutku melewati batas.

"Yah, karena kak Indah orangnya," Ucapnya tenang dan menepuk kepalaku dua kali. Dan kedua tangannya segera ia masukkan ke kantong celana abu-abunya.

UWOWOWOWOWO.

Waaaah. Gerakan apa ini pemirsaaa. Aku yang mendapatkan perlakuan seperti ini mengambil jarak selangkah ke kanan. Menjauh sedikit darinya. Aku menantapnya bingung sementara dia bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Dan menatap ke depan lagi.

Lihatlah kelakukan brondong satu ini kawaaan.

Sangat klasik sekaliii. Sangattt.

Dia pikir hati mungilku ini terbuat dari apa?.

*** 

Aku Menunggu Kamu. Karena Tau Kamu KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang