DELAPAN BELAS

243 40 20
                                    

Jangan lupa vote.

🕊

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🕊

Aku berjalan ke arah ndalem dengan dua koper yang tentu saja di bawakan oleh orang di belakangku, bukan Husain, katanya, dia salah satu pengurus di sini, mengingat kami yang datang dari jauh mereka sudah menyiapkan semuanya

“Saya taruh di dalam ya Gus” Ucapnya

Husain mengangguk “Terimakasih, Pak. Kalo begitu kami permisi dulu, Assalamu’alaikum.”

Husain membawa dua koper itu untuk menaiki anak tangga karena kamar dia berada di lantai dua “Kamu bersih-bersih dulu sana, barang-barang biar saya yang bereskan”

“Eh, biar aku aja kak, tadi kaka udah cape-cape bawa ke atas sekarang giliran aku yang beresin” kata Anin, ia mengambil koper itu dari tangan Husain

Laki-laki itu justru tersenyum “Kita rapiin bareng-bareng, ya.”

Aku merapikan bajuku yang hanya sedikit, berbeda dengan Husain yang hampir sekoper penuh. Aku melirik ke sebelah melihat Husain dengan begitu telaten menaruh baju-bajunya pada lemari dengan rapi, bayang-bayang bahwa ia akan di tinggal Husain sendiri itu menyerangku kembali, aku bahkan hampir memikirkan itu sepanjang malam, walaupun cuma sementara waktu rasanya itu sangat lama bagiku

“Kenapa?”

Aku memusatkan kembali mataku pada tumpukan baju di depan “Nggak, cuma kepikiran aja”

“Mikirin apa?”

“Aku cuma dua hari di sini, beda sama kaka yang dua minggu. Rasa-rasanya aku nggak bisa deh jauh sama kaka, andai aja skripsiku––“

Tiba-tiba Husain merengkuh tubuhku, memberikan rasa nyaman, entah tiba-tiba aku menjadi mellow seperti ini "Anin, saya cuma disini, kamu bisa datang ke sini kalo kangen saya, atau kalo ada waktu bisa sama Abah Adam juga untuk menemani kamu, saya nggak akan kemana-mana”

Anin mengangguk dalam rengkuhannya, ia melepaskan pelukannya pelan “udah ah beres-beres dulu, nanti keburu magrib” ia menghapus air matanya yang berada di ujung mata “Udah deh kak jangan liatin aku terus, nanti aku sedih”

Husain terkekeh lalu tangannya terulur untuk menyentuh kepala Anin di usap nya dengan lembut “Mandi dulu sana, nanti kita magriban bareng”


******


Anin masih menatap punggung itu dengan jelas, lelaki di hadapannya ini sudah dua puluh menit yang lalu zikir dengan begitu khusyuk sampai punggung Anin merasa pegal dan memundurkan sedikit badannya demi menyenderkan tubuhnya pada ranjang sofa

ANINDYA [Perantara Hijrah]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang