Bab 1. PROLOG (edited)

684 17 6
                                    


Awal Dari Segalanya

Jakarta, 1 Maret 2021

11.20 WIB

Dalam sebuah ruangan kantor di Ibu Kota Jakarta, terlihat empat orang pria sedang duduk bersama tiga orang di antaranya terlihat berdiskusi cukup sengit, sedang satunya hanya duduk dengan santai dengan gaya yang elegan dan menikmati secangkir kopi.

" Bagaimana pak? Dengan penawaran Saya mengenai pengakuisisian perusahaan ini."

Pria atau lebih tepatnya seorang pemuda yang sedang menjadi lawan diskusi dari kedua orang lainnya menjeda perkataanya, ia mengeluarkan sebungkus rokok dari saku jasnya.

"Can i? ". Tanya pemuda itu, meminta persetujuan dari lawan diskusinya.

Kedua pria yang menjadi lawan diskusinya yang memberi gestur mengangguk sebagai sebuah persetujuan bahwa pemuda itu boleh merokok. Pemuda itu segera membakar rokoknya dan menghisapnya dengan penuh hayat.

" Ssshhh...aaahh ". dia menghembuskan asapnya ke atas.

Kemudian, ia melanjutkan pembicaraan yang sebelumnya ia jeda

" Bukankah ini adalah nilai yang cukup fair melihat value dari perusahaan ini sedang turun, dan perusahaan ini sedang membutuhkan modal yang cukup besar untuk sekedar tetap eksis? ". Lanjutnya cukup panjang.

Ia mengerti betul seberapa kerasnya perusahaan ini hanya untuk tetap eksis, setelah tragedi pandemi covid-19 yang menginfeksi seluruh dunia, di mana banyak perusahaan collapse, perusahaan yang ingin dia beli juga termasuk perusahaan yang hampir collapse, jika saja perusahaan ini tidak melakukan pemangkasan pegawai atau restrukturisasi, tentu perusahaan ini hanya akan tinggal nama.

" Bukan begitu Tuan, ini bukan hanya tentang harga ". ucap salah seorang pria yang menjadi lawan diskusinya, ia mencoba memberi pengertian terhadap pemuda di hadapannya.

" Merek dagang ini adalah frenchise (1), tentu kami harus mendapat izin dulu dari perusahaan induk untuk bisa menjual perusahaan ini kepada pemilik lain ". Imbuhnya mencoba menjelaskan mengapa ia tidak bisa serta merta memindah-milikkan perusahaannya begitu saja.

" Lagi pula, dengan harga yang Anda tawarkan, Saya rasa itu masih belum cukup untuk mengakuisisi kepemilikan seratus persen ". Ucap pria kedua yang menjadi lawan diskusi pemuda tersebut, ia masih melakukan tawar-menawar untuk mencari titik temu kesepakatan harga pada pemuda tersebut.

" Fine, sebutkan harganya ". Ucap pemuda itu dengan santai sambil menikmati setiap hisapan pada rokoknya.

Pria kedua yang menjadi lawan diskusinya menuliskan sebuah angka dengan banyak nol di belakangnya pada selembar kertas yang kemudian ia berikan pada pemuda itu.

Pemuda tersebut mengambil kertas yang diberikan padanya, ia mengernyit cukup heran melihat nominal yang diajukan lawan diskusinya tersebut. 64 miliar adalah harga yang ditawarkan oleh lawan diskusinya, itu bukanlah angka yang kecil bagi perusahaan yang hampir runtuh. Namun, bagi dirinya yang memiliki Visi yang jauh ke depan, harga tersebut bukanlah masalah. Baginya, itu masih lah tergolong cukup murah.

" Hhhmmm... harga yang masuk akal, ok fine, are we make a deal? ". Ucap pemuda itu sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman pada kedua pria yang menjadi lawan diskusinya. Kedua pria itu menyalami pemuda itu dengan raut wajah yang cukup puas.

Pemuda tersebut kemudian menolehkan wajahnya pada sebuah laptop yang menghadap mereka semua, terlihat seorang pria Jepang memantau secara daring proses diskusi alot mengenai kesepakatan harga Akuisisi perusahaan tersebut.

THE GODFATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang