Hello, Hansel

686 40 6
                                    

Lantai rumah sakit itu tampak kotor, di atasnya terdapat sepasang sepatu bergerak mondar-mandir. Pemilik sepatu tersebut gelisah bukan main sambil merapalkan doa-doa mengusahakan sebuah nyawa. Ia berjanji, dengan segenap jiwa raganya, anak yang dititipkan Tuhan itu akan sama berharganya seperti anaknya, hari ini dan seterusnya.

_____

"Nyamankan diri mu, Hansel" setelah hampir satu bulan, pria berusia setengah abad itu akhirnya bisa bernafas lega. Arhan; sebagai tuan rumah, ia berusaha membuat anak dihadapannya merasa aman dan nyaman.

"Paman enggak perlu cemas, aku baik. Aku juga minta maaf kalau suara ku tidak terdengar jelas" meski bibirnya masih pucat, pemilik nama Hansel itu sudah jauh lebih baik dari beberapa hari yang lalu. Ia hanya perlu membiasakan diri dengan senyap di sekitarnya.

"Tidak usah sungkan" Arhan membalasnya dengan elusan lembut di kepala belakang Hansel. Pria itu kemudian sibuk membereskan benda-benda di sekitarnya. Ia juga tak luput untuk membereskan koper berisi baju dan barang milik Hansel. Sedang pemilik koper itu masih terdiam dan meneliti ruang kamar yang Arhan siapkan.

Hansel tersenyum menemukan potret keluarganya di dinding. Arhan bahkan memajang beberapa figur marvel kegemarannya. Pria itu memperhatikan detil kecil bahkan untuk dekorasi kamarnya. Tidak dipungkiri, hati Hansel menghangat.

"Oh ya, alat ini akan bantu kamu berkomunikasi dengan orang. Cara kerjanya seperti ini-" meski Hansel tak dapat mendengar ucapan pria itu, tapi ia tahu Arhan akan menunjukkan suatu hal padanya. Pria itu menujukkan tab yang masih kelihatan seperti tab pada umumnya. Sampai ketika tab itu masuk pada halaman sebuah aplikasi, Hansel kemudian tersenyum kagum.

"Lihat, apapun yang dikatakan orang lain akan ditangkap menjadi sebuah teks, dan kamu bisa membacanya. Kamu juga bisa mengetik sesuatu secara bersamaan jika ingin berkomunikasi" Hansel mengangguk dan menggumamkan terima kasih.

"Hansel, kamu adalah titipan Tuhan yang paling indah. Kamu berharga, jangan berkecil hati dan merasa sedih atas keadaan mu" ketika Hansel selesai membaca tab itu, ia menangis pelan dan memeluk Arhan erat.

"Paman tidak bisa memberikan kasih sayang sebesar orang tua mu. Tapi paman berusaha berikan yang terbaik agar kamu bisa bahagia dengan hidup mu" Hansel menunduk, ia menghela nafas sejenak kemudian tersenyum tulus. Sadar ia hanya punya orang dihadapannya, Hansel segera bersyukur dan berdoa untuk kebahagiaan Arhan juga.

______

Suasana makan malam di kediaman Arhan agaknya mulai canggung. Beberapa menit lalu, Hansel akhirnya diperkenalkan dengan anak tunggal keluarga Airlangga. Arjuna, namanya.

Menurut Hansel, Arjuna masih tampak cuek dan acuh. Hal itu yang membuatnya memutuskan untuk menjaga jarak terlebih dahulu. Hansel paham, bagaimana mungkin seorang anak tunggal kaya raya dapat menerima kehadiran anak lain dalam satu malam di dalam rumahnya. Itu aneh, mungkin dirinya juga akan begitu jika menjadi Arjuna.

"Jun, dalam waktu dekat Hansel bakal satu sekolah sama kamu. Papa minta tolong sambil jagain Hanselnya" selesai membaca tab, Hansel menatap sungkan pada Arjuna. Mimik muka cowok itu berubah masam.

"Ngapain? Repot bener" tab dengan kualitas super itu memilik sensitifitas yang baik dalam menangkap gelombang suara. Tentu saja perkataan Arjuna juga terbaca oleh Hansel.

"Tanpa Hansel dan orang tuanya, mana mungkin papa bisa makan enak sama kamu disini? Kamu gak boleh begitu" Hansel menatap Arhan dan mengatakan 'tidak apa' tanpa suara.

"Udah takdir kali itu, pa. Lagian ngapain repot rawat dia juga? Papa bisa kasih kompensasi biaya pendidikan dan kasih dia pekerjaan yang bagus setelah dia gede. Ini namanya ngerepotin diri sendiri!" Hansel tertegun. Arjuna menatap Arhan malas, ia menyendok makanan dengan cepat, ingin segera pergi dari ruang makan.

Shooting Star 🌟| Hoonsuk Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang