Hansel Point of View

296 36 9
                                    

"Kalau diajak ngomong, lihat orangnya. Budek ya?" Hansel menatap tak percaya.

"Jun, dia anak baru. Lagian dia juga.. dia tuna rungu" Danil mendekat memegang pundak Arjuna takut-takut.

"Gue tau" semua orang terdiam tak tahu harus berbuat apa. Sedang Hansel merespon segala macam ekspresi takut dari teman di kelasnya, ia memyimpulkan bahwa Arjuna kemungkinan besar adalah bagian dari kelompok pembully yang teman-temannya bicarakan.

"Karena dia budek, gue jadi makin pengen gangguin" Hansel terkejut, tangannya ditarik paksa hingga tubuhnya terhuyung. Jadi, yang dimaksud Arjuna untuk menjemputnya itu hanya untuk melakukan tindakan buruk padanya. Haruskah Hansel melawan? Haruskah ia melaporkan ini pada Arhan? Haruskah Hansel berlari menuju ruang guru? Hansel tidak dapat berpikir jernih. Sampai tubuhnya dibanting pada lantai dingin ruangan kumuh itu, Hansel juga tak dapat memikirkan apapun. Rambutnya ditarik paksa untuk menghadap pemuda dihadapannya. Mata Hansel kosong, bukankah setiap paginya dalam 2 minggu ini, pemuda Senopati ini selalu berada dalam doanya. Hansel meratap tanpa merespon apa-apa.

"Gue sebel lihat muka lo. Muka lo emang enak buat diinjek-injek, Sel".  

Hansel tanpa tab itu, tak dapat menerka isi lengkap perkataan Arjuna. Ia hanya tahu, Arjuna memakinya dengan kasar.

"Sial banget idup lo, kaya orang bego yang gak tau mau ngapain. Yang perlu lo tau, mulai hari ini lo jadi kacung barunya MVP" Arjuna berteriak keras dihadapan Hansel. Pemuda tuna rungu itu tetap diam tertegun dengan jantung berdebar keras.

"Ah gue lupa lu budek. Nin, tulisin yang gede biar dia baca!" Arjuna kemudian melepaskan tangannya dari rambut tipis Hansel, ia berjalan melewati Hansel sembari menginjak tangan pemuda tersebut.

Hansel menatap sekeliling. Tawa dan tatapan orang-orang disekitarnya seolah menelanjangi tubuhnya. Senyap miliknya seakan hancur berkeping-keping, ia rasanya dapat mendengar dengan keras tawa dan kata-kata buruk berisi pelecehan itu. Semuanya menggema keras dalam otak Hansel, menari dan menyeret tubunya dengan paksa di atas kepingan kaca. Tubuhnya bergetar dan dahinya memunculkan keringat banyak. Bayangan mamanya dengan tangisan meledak-ledak muncul begitu saja, papanya juga datang dengan raut lesu mencoba meraih tangan Hansel dengan susah payah.

______

Arjuna mendecih sebal. Apa-apaan, belum apa-apa sudah pingsan, batinnya. Berakhir pemuda Senopati itu terpaksa membopong Hansel menuju klinik sekolah. Kalau ada sesuatu yang parah pada Hansel, papa pasti akan mengulitinya hidup-hidup.

Hansel mengerjap, ia bangun dan menatap sekeliling dengan bingung. Ah ia ingat, mungkin beberapa saat tadi dirinya pingsan karena bayangan-bayangan buruk itu. Hansel terkejut, bagaimana ia bisa berakhir menjadi kotoran seperti ini. Hal itu menyakiti hatinya begitu dalam.

Hansel Point of View (flashback)

"Gila! Kamu ini main character banget" aku tertawa geli menanggapi candaan Yosua; sahabat karib ku. Bukan hal yang baru bagiku mendengar komentar takjub semacam itu. Aku Hansel Hindia, yang dielu-elukan memiliki kehidupan yang sempurna. Aku menjalani hidup sebagai anak tunggal keluarga Hindia, tumbuh dengan baik secara finansial maupun emosional. Memiliki kedua orang tua yang harmonis dan merawat ku dengan parenting luar biasa. Mengejar cita-citaku sebagai seorang atlet, dan mampu mengimbangi kehidupan akademik. Hidup berkecukupan dan punya banyak teman. Semua orang bersyukur pada kehidupan ku.

Walau aku tahu sendiri, menjadi congkak itu tidak baik, namun aku diam-diam mengakui kalau hidup ku sempurna. Terkadang ada hal yang tak menjadi kehendakku, itu buruk. Namun mama dan papa akan menemani sampai aku  bisa menyelesaikannya. Aku Hansel Hindia, merasa sangat bersyukur atas segala hal yang ada di hidup ku.

"Hansel keren! Dia lolos seleksi tim nasional ya?"

"Hansel bisa masak dan bikin kue? Kamu ini jangan diborong semua dong!"

"Ini Hansel yang bikin lagu? Wow gila. Aku mau curi satu bakat mu!"

"Hansel, nonton yuk! Nanti kita photo box di mall yang ramai itu"

"Hansel ajari aku yang ini dong, kamu kan jago"

Namun hanya dalam beberapa bulan, Tuhan merenggut itu dan menjatuhkan ku pada kubangan lumpur. I'm not the main charcter anymore.

Mama selalu mengajariku bersyukur, menjadi orang baik dan menjadi orang yang mengasihi. Mama mengajari ku banyak hal, termasuk berbahagia atas segala hal kecil dalam hidup ini. Itu sebabnya aku tak sedih berlarut-larut atas insiden kematian orang tua ku. Dalam hal ini, aku menciptakan banyak persepsi positif agar dapat melanjutkan hidup lagi. Termasuk bertemu dengan paman Arhan. Aku berbahagia atas hal tersebut, terlepas dari fakta bahwa orang tua ku meninggal karena menyelamatkan beliau. Aku belajar menyayangi orang-orang baru, meninggalkan kehidupan lama ku, memahami diriku lebih baik lagi. Walau harus mengubur mimpi ku sebagai atlet, aku akan mencari jalan lain. Itu aku, Hansel Hindia yang selalu optimis dalam hidup.

Namun kali ini, ada hal yang tidak dapat ku pahami sepanjang hidup ku. Itu hanya ketika Arjuna melakukan bullying kepada ku. Aku tak menemukan persepsi baik dari hal ini, aku gagal memahami alasan kenapa diriku diperlakukan seperti kotoran olehnya, aku mulai bertanya-tanya apakah seluruh doa ku dianggap angin lalu oleh semesta. Seolah masalah ini adalah sebuah hal besar, seperti ribuan kawat berduri dililitkan pada tubuh ku. Padahal aku mampu melewati hal yang lebih besar sebelumnya, menyaksikan orang tua ku meninggal, diriku yang berada dalam ambang kematian, bangun dan kehilangan pendengaran, menerima paman Arhan dengan lapang, mengubur mimpi ku sebagai atlet sepak bola, aku mampu melewati semua itu dengan baik. Mengapa hal seperti menghadapi anak seumuran yang mengganggu seperti ini rasanya sangat berat hingga membuatku kesulitan bernapas.

Aku menemukan hal baru, sesuatu yang tak pernah diajari oleh mama atau papa. Yaitu menghadapi orang yang memperlakukan ku dengan jahat. Sepanjang hidup, aku hanya dikelilingi orang-orang baik. Orang-orang yang menyayangi dan mendukung ku, yang menatap ku dengan decak kagum dan bertepuk tangan dengan keras atas semua hal yang ku lakukan.

Apakah itu sebabnya dada ku terasa sesak ketika melihat tatapan kotor dari Arjuna dan teman-temannya untuk pertama kali?.

Falshback end.
_________

Shooting Star 🌟| Hoonsuk Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang