Two Purple Wheels

261 41 16
                                    

Hansel bergerak gelisah di atas ranjang, sekarang sudah pukul 11 malam namun ia tak dapat memejamkan matanya sedikitpun. Ketika netranya tertutup, bayangan kejadian di kamar Arjuna siang tadi terputar kembali. Kenapa, kenapa harus Arjuna yang menjadi ciuman pertamanya. Kenapa cowok kasar itu tiba-tiba menautkan bibir mereka, kenapa jantung Hansel berdebar hanya dengan memikirkannya, mengapa Arjuna harus melakukan itu padanya. Sekarang bagaimana Hansel harus bersikap biasa saja setelah hal intim seperti itu terjadi antara mereka berdua. Masih ada tiga hari libur sebelum sekolah dibuka kembali. Ia bahkan takut untuk keluar kamar sejak tadi siang, bagaimana ia menjalani tiga hari kedepan di kediaman Senopati ini.

Hansel bangun dan memijat pelipisnya. Tenggorokannya sangat kering saat ini, stok air di kamarnya juga sudah habis. Hansel menarik nafas dan memantapkan langkahnya untuk pergi ke dapur. Ia membuka pintu kamar dan menolehkan kepala kanan kiri, dirasa tidak ada pergerakan siapapun di sekitarnya, Hansel baru berani melangkahkan kaki kecilnya. Ia berlari kecil menuju kulkas dan mengisi botol minumnya. Hansel juga sempat mengambil beberapa snack di lemari dapur.

Rumah ini sangat sepi, Hansel tak tahu apa Arhan sudah pulang atau belum. Ia memilih untuk segera masuk ke dalam kamar, sampai ia menemukan satu sticky notes tertempel di pintu kamarnya.

"Lupain aja, yang tadi bukan apa-apa. Anggep aja gue iseng kayak biasanya, gak ada yang spesial dari kejadian tadi. Jadi, lo jangan mikir macem-macem karena gue cuma ISENG"

Hansel tertawa miris, hatinya tiba-tiba berdenyut sakit. Benar, apa yang ia harapkan dari cowok yang selalu memperlakukan seseorang dengan seenaknya. Hansel tadinya berpikir akan mendapat kata maaf atau ucapan lain yang membuat perasaannya jauh lebih baik. Karena sikap Arjuna yang sedikit bagus akhir-akhir ini, membuatnya agak berharap.

Tapi Arjuna tetaplah Arjuna, mungkin ia bisa mencium siapapun tanpa perasaan apa-apa, bahkan bisa jadi ia sudah mencium puluhan orang hanya karena iseng saja. Hansel meremat kertas itu kemudian masuk ke kamarnya dengan perasaan kelabu.



___________

"Pa, gak kelihatan Hansel?" Arhan dengan rambutnya yang masih berantakan, melipat koran paginya. Tumben sekali putranya bangun tidur langsung menanyakan Hansel. Apa hubungan keduanya sudah mulai membaik, pikirnya.

"Pagi tadi dia izin pergi ke panti" seketika pemuda itu tak bersemangat pagi ini. Kalau tak ada Hansel, lalu bagaimana ia menghabiskan hari-hari membosankan di rumahnya.

"Tega banget kelomang gak ngajak"

"Kamu gak penting kalii" Arhan tertawa, putranya yang sebal ia goda langsung pergi meninggalkannya sendiri. Tak lama Arjuna kembali lagi sambil membawa ponselnya.

"Pa, minta nomernya Hansel" Arhan terkejut, sudah berminggu-minggu Hansel tinggal dan sekolah bersamanya, masa belum bertukar nomor ponsel.

"Aneh kalian ini" walau begitu Arhan tetap mengirim nomor Hansel pada putranya.

Arjuna langsung pergi ke kamarnya, ia bingung harus kirim pesan seperti apa. Beberapa menit ia hanya berguling-guling, melamun di depan jendela, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Pemuda itu mendesis geram, tinggal kirim pesan saja kenapa bisa sebingung ini. Arjuna akhirnya mengetik apapun yang muncul di otaknya.

 Arjuna akhirnya mengetik apapun yang muncul di otaknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Shooting Star 🌟| Hoonsuk Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang