Hubungan mereka di mulai dengan perjodohan yang dalam sekejap berlanjut pada pernikahan.
Jatuh cinta pada Baratama Nanggala itu mudah. Semudah membalikkan telapak tangan. Dokter muda, tampan, kaya raya, dengan sikap humorisnya itu tampak sangat sem...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pertemuan Javan dengan Eyang Kakung berakhir dengan ketegangan. Eyang dengan tega meminta mereka mengakhiri hubungan yang sudah terjalin hampir tiga tahun lamanya. Setelah pamit, Javan bergegas pulang ke rumah untuk mengkonfirmasi kepada kedua orang tuanya perihal penerimaan uang sebesar satu miliyar dari Eyang.
"By.. Bener. Bapak sama Ibu terima uangnya." Jelasnya lemas dari sambungan telpon.
Neela menyeka hidungnya yang basah. Tangisnya baru berhenti setelah Javan menghubungi. "Serius? Untuk apa uangnya, By? Masih ada sisa yang kira-kira bisa dikembaliin ke Eyang? Dengan uangnya dikembaliin siapa tahu Eyang bisa berpikir ulang untuk nerima kamu." Pikir Neela tak putus asa.
Javan menghela nafas kasar. "Bapak ke lilit pinjol lima ratus juta. Dua ratus jutanya Bapak kasih ke aku waktu aku bilang mau buka usaha micue sama anak-anak. Ada sisa seratus lima puluh juta setelah di kurangi beberapa hal yang Ibu Bapak beli." Lelaki itu mengerang keras, "Demi Tuhan, Yang! Aku nggak tahu uang yang Bapak kasih itu asalnya dari Eyang kamu. Kalau aku tahu, aku nggak bakal mau terima."
"Aku punya tabungan. Aku tambahin uangnya pake uang tabunganku, ya? Kita kembaliin semua uang itu ke Eyang." Usul Neela.
"By.. Eyang kamu pasti akan tahu uang itu sumbernya dari kamu. Dan masalah baru akan datang lagi setelahnya. Sebagai laki-laki aku malu banget, harga diri aku udah bener-bener minus di mata Eyang kamu."
"Maafin Eyang, ya, By.. Eyang baik, kok.. Kerasa kepala sama kolot aja memang jalan pikirannya."
Hela nafas kasar itu kembali terdengar, "Kamu kenapa nggak pernah bilang kalau kamu orang kaya? Maksud aku, aku tahu kamu kaya.. tapi aku nggak nyangka kamu sekaya itu." Nada bicara Javan terdengar kesal.
Neela memilin jari jemarinya cemas, dia raih selembar tissue untuk mengusap sudut-sudut matanya yang basah. "Yang kaya orang tua aku, bukan aku..." bisiknya.
"Apa bedanya? Uang jajan kamu perbulan delapan puluh juta! Dengernya aja aku gemeter, Yang! Aku pasti terlihat tolol banget, ya, tadi? dengan pedenya aku ngajak kamu nikah di depan Eyang kamu, yakin banget bisa hidupin kamu dengan penghasilan aku yang nggak ada seberapanya uang jajan kamu."
"Aku bisa menyesuaikan diri, kok.. Aku aja bisa kamu ajak makan di pinggir jalan atau warteg. Aku nggak pernah protes kamu ajak naik motor."
"Yang.. Kamu tahu nggak, sih? ini masalah yang serius banget. Kamu secara nggak langsung bohongin aku selama kita pacaran!"
Punggung Neela menegang sempurna, "Bohong gimana? Aku nggak pernah bohong sama kamu!" Dia membela diri. Neela tidak pernah bohong, dia hanya menyembunyikan sebagian hal tentang dirinya.
"Kamu bohong tentang identitas kamu! Tentang diri kamu yang sebenarnya!"