Mungkin aku sudah bosan bagaimana harus menghadapi rasa kecewa, hingga selalu kubiarkan saja,- kuambil jeda yang ada dan kulempar jauh-jauh hingga ia tak lagi bersuara. Dan sesekali kupandangi gulungan-gulungan ombak yang mendebut, dan kemudian kembali begitu saja, begitu seterusnya.
Ada pengulangan yang tak membosankan di sana.Barangkali kekecewaanku juga sama, berulang yang tak lagi membuat bosan. Meski memang di pertengahan membuatku tak lagi mau bertahan,- dan lagi-lagi, aku masih melanjutkan meski sudah merasa terbuang dan kembali menjadi orang asing yang memulai genggaman.
Dulu, seringkali aku menyalahkan orang lain dan bahkan diriku sendiri sebab keraguan dan berakhir dengan kekacauan. Tak segan, kucecar dengan berbagai pernyataan yang tak bisa dilawan dengan jawaban,- sampai akhirnya aku mencoba untuk saling berbicara, kiranya kesah dan gelisah bisa diterima. Bahwa memang ketidak pedulian pada diriku sendiri adalah hal yang menyakitkan, yang semakin membuatku terjebak dalam ketakutan-ketakutan yang panjang. Dan ku temukan bahwa diriku tak lagi harus berada pada kesendirian dengan sandiwara yang meruntuhkan.
-----
Aku sudah berdamai dengan keadaan, bahkan akrab dengan berbagai macam hal yang beraroma kesunyian. Aku juga sudah mampu menyembunyikan, bahwa tanganku hanya bisa menepuk di udara hingga petang. Selebihnya, kuisi saja dalam tas yang setiap kali pulang kuletakkan di atas teras, agar ia tak lagi bisa masuk dan membuat hatiku mengeras.
Semoga, selanjutnya dan seterusnya bisa kuulang meski terasa bosan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lika-liku | Bagian 2: Perpisahan
Poetry"Entah bagaimana bisa menelan dan mengartikan perpisahan, sebab memang sangat rumit untuk diikhlaskan. Bahwa kenangan yang membuatnya tetap menjadi hidup, tak selamanya bisa menjadi harap,- dan mungkin semakin meredup"