Aku baru tersadar bahwa selama ini hujan memeluk ku dan menahan rasa dingin, meski sebenarnya sudah menggigil,- tentang menggapai mu yang tak seperti arah angin, masih tak menentu meski hati sangat ingin.
Aku masih berada di dalam kesendirian yang tersamar hujan, yang memendam sunyi yang semakin lama semakin keterlaluan. Dan tetesan hujan belum juga mereda meski diredam dengan ocehan.
Mungkin sudah terlalu kosong untuk sebuah ruang yang takut dihuni manusia, yang sudah tak ada lagi yang tersisa hingga tak lagi bisa harus memikirkan apa. Entah kapan bisa menemukan hingga rasa ini tak lagi memendam dan tersalurkan.
Aku tidak sedang menutup diri, hanya saja belum ada seorang pun yang bisa ku percayai hingga detik ini. Takut jika yang datang mengusik hati kemudian melarikan diri lagi. Aku hanya mencinta sunyi dan mencoba memanusiakan diri sendiri.
Nyatanya aku menikmati pelukan hujan hingga sekarang, yang menyamarkan bimbang yang sering kali datang tanpa diundang. Aku tak lagi meragukan untuk mengungkapkan kehampaan yang bergelut dengan pikiran, yang sering kali menjebak pada pikiran-pikiran yang membingungkan. Memang cukup membosankan, sebab berulang dan harus diulang,- dan aku masih kesepian namun masih terasa menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lika-liku | Bagian 2: Perpisahan
Poetry"Entah bagaimana bisa menelan dan mengartikan perpisahan, sebab memang sangat rumit untuk diikhlaskan. Bahwa kenangan yang membuatnya tetap menjadi hidup, tak selamanya bisa menjadi harap,- dan mungkin semakin meredup"