Lima belas tahun bukanlah waktu yang sebentar,- dan di ujung perpisahan yang tak lagi bisa ditawar, kamu baru saja tersadar.
Kita sekarang tak lebih dari puing-puing reruntuhan yang sedang mencoba untuk melupakan, yang seakan cerita-cerita yang sudah tersusun apik hanyalah sebatas lelucon saja. Dan segala kepercayaan yang sudah kupertaruhkan sepanjang episode kemarin, nyatanya direnggut dengan kebohongan dan kepalsuan yang begitu dingin,- yang bahkan di dinginnya pun membuatku tak lagi mampu membedakan mana keyakinan dan kepura-puraan.
Kali ini aku yang benar-benar melompat pada perpisahan yang curam dan dalam. Aku tak lagi bisa meredam perasaan yang nyatanya jauh berada di belakang,- rencana-rencana yang pernah ada sudah tak bisa diselamatkan, termasuk kita.
Namun matahari yang tadinya tepat berada di kepala, berlalu begitu cepat dan tak terasa, meninggalkan sepatah kata yang masih kuingat dengan sempurna, "haruskah kita berada pada perpisahan setelah lima belas tahun yang sudah kita habiskan bersama?" Sekali lagi kukatakan, tidak! Aku yang akan tetap melompat terlebih dulu jika kamu tak mampu.
Memang sakit sekali rasanya, mematung dan melihat punggungmu pergi meninggalkan, dan aku seketika langsung menghujan. Genggaman rasa yang selama ini melekat erat berakhir kulepaskan meski berat. Kurutuk diriku sendirian, mengapa aku bisa terjebak?
Aku yang selama ini berjuang menyekamu dengan keringat, mengabaikan aku sendiri yang masih penat,- dan kamu tetap tak pernah ada dan menolehku meski lamat-lamat. Harusnya sedari awal aku menyadarinya, bahwa denganmu aku tak lagi menjadi aku yang sebenarnya,- rasa berubah menjadi ratap, harap berubah menjadi air mata yang menggila.
Apa rasa yang sudah kulebihkan tak cukup membuatmu merasa? Bahwa di setiap keringatmu ada jemariku yang menyeka? Kali ini aku benar-benar melepas genggamanmu, akan kulatih hati ini agar tak lagi pilu dan tertipu. Meski dalam menguraikan luka aku masih belum mampu, namun kali ini aku akan mencobanya sebisaku.
Jika suatu saat kamu membaca tulisanku, resapi setiap kata yang sudah membuatku berkecil hati bahkan bergidik ngeri, sebab luka yang kamu beri sungguh sangat sempurna untukku yang rapuh namun masih peduli. Benar-benar menggapaimu adalah suatu ketidakmungkinan, dan sekarang kamu adalah ketidakmungkinan untuk bisa menggapaiku meski seribu permohonan maaf sudah kudengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lika-liku | Bagian 2: Perpisahan
Poesía"Entah bagaimana bisa menelan dan mengartikan perpisahan, sebab memang sangat rumit untuk diikhlaskan. Bahwa kenangan yang membuatnya tetap menjadi hidup, tak selamanya bisa menjadi harap,- dan mungkin semakin meredup"