9 Juni 1952
"Mama, kenapa kelinci di kepala mama berhenti menari?" tanya Odessa.
"Essa, kamu bicara apa? Sudah ya ibu mau tidur du-"
Belum sempat menyelesaikan kalimat nya, Ibu Essa menghantam lantai dengan keras. Pada hari itu, Essa menjadi piatu.
Sebelas tahun sudah berlalu. Essa sudah tau apa yang ia lihat. Di setiap orang ada kelinci yang menari-nari di atas kepala. Ketika kelinci di atas kepala seseorang berhenti menari maka beberapa detik kemudian orang itu akan mati. Jika kelinci masih menari di atas kepala berarti masih hidup.
Satu tahun yang lalu Papa Essa meninggal. Kini ia tinggal sendirian. Gadis itu telah banyak melihat kelinci yang berhenti menari. Setiap kali ia berbicara tentang kelinci itu, tidak ada seorangpun yang paham. Seperti hanya Essa saja yang melihat kelinci itu.
Waktu berlalu. Essa sedang bersama temannya untuk berbelanja makanan ketika tiba-tiba kelinci di atas kepala Layla berhenti menari. Essa yang melihat itu langsung menghentikan langkahnya. Napas nya tercekat. Matanya menatap erat kelinci di atas kepala layla berharap ia hanya salah lihat. Namun, keranjang yang di pegang Layla jatuh disusul dengan tubuh nya. Orang-orang yang melihat buru-buru mengerubungi Essa dan Layla. Semuanya nampak panik kecuali Essa yang masih shock. Ketika tubuh Layla diangkat untuk dibawa ke ambulans, Essa mengikuti nya. Namun, ia berhenti di kaca dekat pintu masuk Supermarket. Ia menatap lekat-lekat kelinci di atas kepala nya. Memastikan kelinci itu masih menari.
Essa sudah banyak melihat detik-detik terakhir kehidupan seseorang, Orang tua, teman dekat, orang tak dikenal di jalan, dan musuhnya. Dan itu melukai mentalnya.
Semenjak kematian sahabat nya, hal yang pertama Essa lakukan setelah bangun tidur adalah bercermin. Memastikan kelinci di atas kepala nya masih menari. Setelah bercermin ia menghela napas dan berkata "Syukurlah, aku belum mau meninggal."
Beberapa hari kemudian Essa membeli banyak cermin dan dalam sekejap kamar nya di penuhi benda tipis itu. Essa memasang kaca yang paling besar tepat di depan kasurnya sehingga ia bisa langsung melihat kelincinya.
Hari demi hari ketakutan Essa kian meningkat. Bahkan kini seisi rumahnya dipasangi cermin. Ia jarang keluar rumah dan menghabiskan waktu dengan menatap cermin di kamarnya. Ia hanya duduk sambil memeluk lutut di kasur. Seluruh jendela ditutup, tetangga yang lewat selalu berpikir "Apa ada orang yang hidup disana?" tetapi itu segera terjawab ketika Essa yang berwajah kusam akhirnya keluar rumah untuk membeli makanan.
Essa yang gelisah terlalu takut untuk melakukan aktivitas di luar rumah. Ice skating adalah kegiatan yang Essa sukai tetapi, sudah sepuluh tahun ia tidak melakukannya. Essa merasa tak aman bila diluar rumah karena tidak ada cermin. Bila membawa cermin saat keluar rumah akan dianggap aneh oleh orang-orang. Ketakutan Essa pada kematian semakin besar.
Sekarang Essa yang kecil itu sudah berusia 40 tahun. Ia menghabiskan 20 tahun hidupnya di rumah tanpa bersosialisasi dan hanya menatap cermin memastikan kelinci di kepalanya masih menari seperti orang gila.
Essa muak, ia merasa tidak bebas. Stres, tertekan, depresi, sedih, tidak bisa tidur, tidak bisa berkonsentrasi, frustasi dan kesepian adalah hal yang Essa rasakan. Ia merasa tak dapat melanjutkan kehidupan menyedihkan ini dan bertekad untuk menjalani hidup tanpa khawatir dengan kelinci itu.
Hari ini Essa bangun dengan semangat. Ia membuka semua jendela, membiarkan cahaya sang surya menenangkan jiwanya. Essa ingin duduk santai di depan rumahnya tetapi, entah kenapa ia merasa menggigil dan kepalanya terasa berat.
"Mungkin hanya kedinginan," pikir Essa.
Sebelum keluar rumah ia ingin bercermin untuk yang terakhir kalinya. Namun, saat ia melihat ke kepalanya... kelinci berhenti menari. Matanya memandang kosong ke cermin, sebelum sempat menyadari apa yang terjadi, Essa jatuh ke lantai. Ternyata oh ternyata kayu yang merupakan frame cermin tersebut mengandung zat beracun yang akan bereaksi ketika terkena cahaya alami.
Racun itu akan menguap dan berubah menjadi gas, dan membuat orang yang menghirupnya mengalami penyumbatan pembuluh darah. Essa yang malang, ia begitu takut akan kematian tetapi ternyata ia sendiri yang menyebabkan kematian nya.
-The end-
KAMU SEDANG MEMBACA
A Little Life Story (COMPLETE)
Short StoryIni tentang kehidupan. Kehidupan dimana setiap orang merasakan perasaan. Dalam kehidupan, tentu ada banyak perasaan. Marah, sedih, senang, kecewa, tegang, takut, gelisah dan banyak lagi. A Little Life Story berisi kumpulan cerpen mengenai kehidupan...