-The Gloves • Part 1-

27 6 0
                                    

Di rumah yang besar tetapi jauh dari pemukiman, hiduplah keluarga Miotagan. Keluarga Miotagan terkenal sebagai pengusaha sarung tangan yang laris manis. Sarung tangan buatan keluarga itu berkualitas tinggi dan sangat nyaman di pakai. Apalagi tanda kupu-kupu bewarna merah di sarung tangan nya sudah menjadi ciri khas.

Keluarga itu memiliki tiga anak perempuan. Anak pertama yang secantik dewi kecantikan bernama Jane. Anak ke dua yang sehangat musim semi bernama Aurellie dan anak ke tiga yang sedingin salju bernama Puella. Ketiga saudara itu sangat akrab dan sering bermain bersama.

Di keluarga Miotagan, ada tradisi yaitu setiap anak yang berumur 18 tahun akan diberi sarung tangan dan harus memakai sarung tangan itu seumur hidup. Mereka tidak boleh melepaskan nya.

Jane, anak pertama sudah memakai sarung tangan itu dari satu tahun yang lalu. Satu bulan lagi anak kedua akan menginjak usia 18 tahun.

Aurellie terus mengeluh karena ia tidak ingin memakai sarung tangan itu. Ia merasa memakai sarung tangan hanya kan membuat tangannya panas dan berkeringat.

"Ini tradisi yang aneh. Meskipun keluarga kita keluarga pembuat sarung tangan, bukan berarti kita harus menggunakan sarung tangan seumur hidup kan?" keluh Aurellie.

"Ya, kakak benar juga. Namun, ibu selalu marah kan jika kakak mengeluh tentang tradisi keluarga kita?" kata Puella berusaha menenangkan kakaknya.

"Kau benar ... seakan-akan tidak ada gunanya merengek kepada ibu. Memangnya tradisi sarung tangan ini sangat penting ya? Keluarga kita kuno sekali."

Ketika Puella dan Aurellie sedang mengobrol, Jane datang menghampiri mereka.

"Aurellie, jangan terus-terusan mengeluh mengenai tradisi keluarga kita. Kalau ibu terus melihat diri mu yang seperti ini. Ia pasti akan marah dan kecewa. Daripada mengeluh lebih baik kamu membantu ku membereskan rumah," tegur Jane.

"Tidak mau," Aurellie menarik napas, "Yasudah aku berhenti membicarakan tradisi itu tapi, jangan suruh-suruh aku!"

Kemudian Jane meninggalkan mereka. Setelah Aurellie tidak melihat batang hidung kakaknya lagi, ia langsung menyampaikan keluhannya.

"Ella, menurut mu kak Jane makin aneh tidak sih?"

"Iya, padahal sebelum memakai sarung tangan itu, kak Jane sangat pemalas dan lebih ceria. Namun, setelah ia berusia 18 tahun, kak Jane jadi sangat rajin dan lebih pendiam."

Satu bulan telah berlalu, hari ini hari dimana Aurellie berulang tahun sekaligus hari dimana ia harus mengenakan sarung tangan. Sungguh, Aurellie mengutuk leluhur keluarga nya yang telah menentukan tradisi ini. Ibu yang keras dan disiplin tidak mungkin bisa Aurellie lawan. Tak lama gadis itu sudah mengenakan sarung tangan. Jujur saja sarung tangan itu sangat cantik. Ada lambang kupu-kupu bewarna merah dengan bunga-bunga bewarna merah lainnya. Memang sangat cantik tetapi entah mengapa sarung tangan itu tidak cocok dengan Aurellie.

Dari pagi sampai malam, Aurellie melampiaskan kekesalan nya dengan berbicara tak jelas di pojok kamar. Puella hanya bisa menenangkan kakak ke dua nya, tapi itu tidak pernah berhasil. Karena terlalu kesal dengan Aurellie yang terus mengeluh, ia pergi ke kakak pertamanya. Rasanya Jane semakin hari semakin menjauh.

"Kak Jane, sepertinya kakak sudah mengerjakan banyak pekerjaan rumah. Bagaimana kalau istirahat sebentar lalu kita mengobrol santai sambil menyantap biskuit di teras rumah?" tanya Puella.

"Tidak bisa, aku tidak boleh bermalas-malasan. Nanti ibu bisa marah ..." jawab Jane dengan lirih lalu ia pergi.

Puella hanya bisa diam dan mencerna apa yang terjadi. Padahal mengobrol santai sambil memakan biskuit di teras rumah adalah kegiatan yang paling di sukai Jane setelah tidur.

"Kak Jane semakin hari semakin aneh," pikir nya.

Besoknya, Aurellie tiba-tiba menarik tangan Puella lalu menutup pintu rapat-rapat.

"Ella, bantu aku melepas sarung tangan ini! Aku sudah menariknya sekuat tenaga tapi tetap saja tidak bisa lepas. Yang ada malah tanganku yang sakit," pinta Aurellie.

"Eh, kau yakin ibu tidak akan marah jika ia tau kau melakukan hal ini?" tanya Puella.

"Ya... Pokoknya jangan sampai ibu tau. Lagipula kan sekarang siang dan ibu selalu pergi ke pabrik sarung tangan setiap siang. Ayah juga sedang tidur, aku mendengar suara dengkurannya. Maka dari itu sekarang adalah waktu yang tepat untuk melepas sarung tangan menyebalkan ini. Aku hanya melepas nya selama beberapa menit untuk mandi. Aku mohon, bantu aku!" jelas Aurellie panjang lebar.

Puella sebenarnya malas dengan rengekan kakaknya. Ia hanya menghela napas dan bertanya "Ayo, cepat! Mana tangan mu?"

Dengan wajah sumringah Aurellie mengulurkan tangannya. Mereka kemudian menarik sarung tangan itu secara bersamaan. Namun, yang terjadi hanya Aurellie yang berteriak kesakitan. Mereka mencoba lagi tetapi kali ini dengan tenaga yang lebih besar. Sayangnya usaha itu gagal, lalu mereka mencoba lagi dengan tenaga yang lebih lebih besar. Mereka menarik sarung tangan sekuat mungkin, sekencang mungkin. Mengerahkan seluruh tenaga mereka.

Ops! Terdengar suara yang kemudian disusul teriakan histeris Aurellie. Puella tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Seakan sarung tangan dan kulit Aurellie menyatu. Sehingga saat sarung tangan ditarik, kulitnya juga ikut tertarik. Memperlihatkan sedikit daging Aurellie yang terpampang jelas dengan darah yang terus menetes. Untung seluruh sarung tangan nya tidak lepas, kalau tidak entah apa yang akan terjadi pada gadis hangat seperti Aurellie.

To be continue...

A Little Life Story (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang