08 Samarantu

1K 169 159
                                    

POS IV
Samarantu 2688 mdpl

04.40 p.m.

Setelah melewati pohon tumbang yang jumlahnya tidak sedikit. Lala, Dony dan teman-temannya akhirnya sampai di Pos IV. Lala membaca sebuah papan penanda tertulis, Samarantu. Mereka beristirahat sejenak di sana dengan duduk di batang pohon yang tumbang. Ada yang mengeluarkan minuman, ada yang merokok. Lala kembali asyik makan coklat pastanya. Kali ini dia berbagi dengan teman-teman lainnya.

"Mas Yono, ini tempat yang katanya 'itu' ya?" Tanya Nyoman tiba-tiba.

Yono memandang orang yang bertanya, sedikit bingung, "Angker maksudnya?"

Lala bergidik saat mendengar jawaban Yono. Dia tahu mitos itu, tapi dari tadi dia menahan diri untuk tidak membahasnya. Sialnya, Nyoman malah menyebutnya terang-terangan. Di lokasinya langsung!

Lala memberikan lirikan tajam pada Nyoman. Mulut cowok itu benar-benar berbisa.

"Banyak orang yang bilang begitu, karena nama pos Samarantu, seolah diartikan jadi samar hantu. Padahal kayak sedari awal saya bilang, namanya itu dari tanaman-tanaman yang ada di sini," terang Yono.

"Jadi 'Samarantu' itu nama tanaman, Mas?" Tanya Lala.

"Iya," jawab Yono. Kemudian Yono berjalan sedikit, menunjukkan pohon samarantu yang hanya tersisa dua pohon di jalur pendakian itu. Pohon dengan pokok yang lurus, di bagian atas kemudian dahan dan rantingnya meliuk, tampak liat serat kayunya.

"Kalau dulu, katanya ini kayu paling bagus untuk bikin alu, itu alat buat menumbuk. Kuat kayunya," terang Yono lagi. Setelah mendengar mengenai ziarah di pos sebelumnya, Yono jadi lebih detil menceritakan mengenai tanaman itu.

Di masa silam di kawasan kaki gunung tentu lebih sulit memiliki beras yang ditanam di sawah. Makanan pokoknya dari jagung yang ditumbuk, dimasak menjadi nasi jagung. Alu menjadi salah satu alat rumah tangga yang penting. Seiring berubahnya jaman, keberadaan alu juga tergeser. Pengetahuan mengenai kayu terbaik untuk membuatnya juga terlupakan. Begitulah kemungkinan pergeseran nama pohon samarantu kemudian disalah artikan menjadi samar hantu. Terang Satria, memperjelas.

Dony sempat membahas mengenai kejadian kebakaran hutan di lereng gunung itu beberapa tahun lalu. Menanyakan kemungkinan pohon samarantu juga ikut terbakar yang membuat keberadaan pohon itu jadi langka di kawasan pos itu.

Yono mengiyakan. Kemudian menambahi cerita, kalau salah satu pohon samarantu yang terbesar di sana sudah tumbang. Nyoman sedang duduk di atas pohon yang tumbang itu.

Lala mengangguk paham bagaimana mitos mistis itu berkembang. Tapi suasana sore menuju gelap sepertinya cukup membuat suasana jadi 'dingin'. Apalagi jalur pendakian itu berada di sisi Timur Gunung Slamet, cahaya matahari langsung sudah terhalangi tubuh gunung itu sendiri. Membuat lereng sebelah Timur terselimuti bayang-bayang. Lala tetap merasakan hawa yang membuatnya kurang nyaman, terganggu pikirannya sendiri.

"Di sini pos, tapi kayaknya nggak buat nge-camp ya?" Tanya Lala, mengemukakan keanehan yang ia rasakan. Seperti mempunyai bukti pendukung kalau keangkeran itu benar adanya. Atau, mungkin diamini banyak orang.

"Pos V nggak terlalu jauh dari sini, jadi orang-orang kayaknya lebih milih langsung ke atas," jawab Satria.

"Lagian, kayaknya disini banyak pohon tumbang. Mungkin anginnya cukup besar di sini, jadi nggak disarankan buat nge-camp, nanti bisa kejatuhan dahan, nggak aman," ujar Dony menambahi dengan analisa rasionalnya sendiri.

"Oh, jadi memang jarang buat ngecamp ya. Makanya seolah-olah 'sepi'. Kamar aja yang nggak pernah ditempati rasanya anyep," ujar Nyoman, melirik Lala.

Lala jadi kesal dengan Nyoman, karena mengingatkan pengalaman kurang nyamannya di salah satu kamar di rumah Satria. Lala melirik Nyoman tajam.

Renjana Bianglala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang