12 Sa-Hyang

1K 156 193
                                    

Menuju pos selanjutnya medan yang mereka temui masih mirip dengan yang sebelumnya. Masuk cerukan dan terjal. Cerukan itu makin dalam. Membuatnya semakin seperti goa. Kali ini Nyoman yang banyak membantu Lala. Satria hanya menunggu di depan langkah mereka.

Di salah satu cerukan terjadi antrian para pendaki karena ada tanjakan yang lebih tinggi, yang membuat mereka harus ekstra hati-hati. Tidak hanya kaki yang bekerja, tangan juga harus ikut berpegangan pada batu, akar maupun rumput untuk membantu langkah mereka. Embun yang menempel pada tanah, tanaman, batu serta kayu membuat tangan terasa lebih dingin. Apalagi Slamet memang salah satu gunung terdingin di Pulau Jawa.

Sepanjang jalan menuju pos selanjutnya, Dony terngiang dengan kalimat-kalimat Satria. Kalimat yang mengagumkan. Sekaligus membuatnya khawatir, khawatir akan kekasihnya.

Dony membongkar ingatannya akan sikap-sikap Lala pada Satria. Perempuannya itu selalu memberikan ekspresi terkagum-kagum dengan setiap kata yang dikeluarkan oleh Satria. Baik itu tentang keluasan pengetahuan laki-laki itu. Kedalaman kalimat bijak yang Satria bagi. Bahkan sesederhana panggilan baru pada Lala, 'Dang'.

'Dang Bianglala'.

Bangsat! Dony memekik dalam hati. Diantara napas tersengal, dan peluh yang semakin deras mengucur. Pikiran mengenai Satria yang menyukai Lala terlintas di benaknya. Ditambah pernyataan Nyoman yang memprovokasi. Dony benar-benar menyesal sudah bilang kalau dia tidak cemburu pada Satria pada Lala.

Terpikirkan lagi perubahan sikap Lala setelah dia mencium perempuan itu. Semalam Lala pergi begitu saja setelah ciuman yang Dony lakukan. Apakah Lala tidak menghendakinya? Apakah sikapnya salah? Semalam Lala memang tidak meresponnya, Dony pikir karena itu ciuman pertama Lala. Perempuan itu belum paham seperti apa itu ciuman.

Dony menarik napas dalam. Membangun pertanyaan, apakah Lala selugu itu? Tidak sepertinya.

Apakah salah jika dia lebih tahu dari pada Lala? Bukankah itu hal yang wajar dilakukan oleh orang-orang? Tapi mungkin tidak bagi Lala. Apakah masa lalunya itu sebuah kesalahan? Apakah sikapnya dianggap brengsek oleh Lala?

Dony malah membandingkan dirinya dengan Satria. Lelaki baik-baik. Apakah itu yang membuat Lala seolah-olah lebih tertarik pada Satria?

Lala masih bersikap baik-baik saja. Tapi Dony terbayang lagi saat Satria dan Lala tadi berdua di depan tenda. Dada Dony rasanya bergemuruh.

Tiba-tiba Dony ketakutan, takut kehilangan Lala. Takut kalau Lala tergoda dengan temannya. Dan dia sendiri yang memperkenalkan laki-laki itu pada kekasihnya. Sebuah kebodohan kalau itu benar terjadi.

Padahal Dony sudah punya banyak mimpi untuk terus bersama Lala. Perempuan yang sudah mengubah arah hidupnya. Perempuan yang membuatnya melakukan apa saja tanpa diminta. Termasuk menuruti keinginan Lala naik gunung, renjananya.

Di usia Dony, pacaran sudah harus memiliki tujuan yang lebih serius. Dan dia sudah memikirkan tujuan itu. Apakah renjana Bianglala justru akan menghancurkan tujuan jangka panjangnya?

Di separuh jalan Dony berganti berjalan di depan Lala, dia yang mengulurkan tangan untuk memberi bantuan pada kekasihnya. Nyoman di belakang Lala. Kali ini tanpa Dony minta, sepertinya teman karibnya itu sudah paham.

Sampai mereka tiba di pos selanjutnya.

POS VII
Samyang Kendit 3040 mdpl

04.35 a.m.

Di Pos itu terdapat shelter yang sudah rompak. Dari seng, tapi sudah bolong dimana-mana. Seperti gubuk derita. Pos ini adalah pos terakhir yang direkomendasikan untuk area camp. Bisa muat banyak tenda juga.

Renjana Bianglala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang