04 Aklimatisasi

1.3K 182 141
                                    

aklimatisasi/ak·li·ma·ti·sa·si/ n
penyesuaian (diri) dengan iklim, lingkungan, kondisi, atau suasana baru


08.15 a.m.

"Kita beli Roti dulu ya," kata Satria, saat mobil yang ia kendarai baru saja jalan.

Satria berhenti di depan sebuah toko dengan tulisan Roti Go berwarna merah di fasadnya. Di bawahnya ditulis roti tradisional. Sebuah toko lawas, di papan namanya tertulis sejak 1898, berarti usianya sudah lebih dari seabad. Etalase kayu, toples-toples besar berisi kue kering dan foto lama yang dipajang di dinding menjadi bukti lawasnya toko ini.

Satria membeli beberapa roti bernama gonat dengan taburan meises coklat, kopi brood dan krenten dengan potongan sukade yang tampak di permukaannya. Nyoman meminta tambahan roti sobek. Dony meminta roti isi pisang dan Lala mengambil beberapa kukis dalam kemasan kertas, bangket jahe dan kue kacang.

Dony masih asyik memotret beberapa detail toko itu dengan kamera pocketnya. Dony mencuri foto orang-orang yang sedang mengemas roti dalam plastik yang terlihat dari balik meja kasir.

Lala menunggunya di sebelah gerobak dengan beberapa roti yang disusun rapi di rak gerobak itu. Satria menghampiri Lala setelah membayar belanjaan mereka. Membawa kresek berisi roti dan kue yang mereka beli.

"Tetep ya, kita ketemu gandum lagi-gandum lagi," ucap Lala saat Satria sudah berada di dekatnya.

"Iya, tapi roti yang ini nggak pake pengawet, manggangnya juga pake oven tungku lho," cerita Satria.

"Pantesan kemarin nggak mau. Romantis," cibir Lala pada cerita Satria yang menganggap cara tradisional seperti itu sesuatu yang asyik, menarik, indah, luhur, sebut saja semua kata yang berupa pujian. Tapi kenyataannya proses itu sangat ribet.

"Klasik," timpal Satria tetap bangga dengan pilihannya.

Lala memperhatikan gerobak di dekatnya, melihatnya dengan aneh. Sudah ada toko di belakangnya, kenapa mesti ada gerobak yang memajang roti dengan rupa yang sama.

Satria melihat gelagat Lala. "Ini gerobak udah dari dulu. Jadi toko ini buka jam 08.00, kalau tokonya belum buka, gerobak ini sudah buka duluan. Buat yang butuh roti pagi-pagi," cerita Satria tanpa ditanya.

Lala hanya mengangguk-angguk mengerti.

Tak lama Dony selesai bermain dengan kameranya. Bergabung dengan teman-teman yang menunggunya di depan toko.

"Udah kelar masturbasinya?" Tanya Satria dengan terkekeh.

"Bangsat!" Tukas Dony, lalu dia memandang Lala yang mukanya sudah tidak nyaman mendengar kata itu.

Lala menyesal memilih kata itu kemarin. Sepertinya dia harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan berbahasa cowok-cowok itu. Menyebalkan.

Mereka langsung masuk ke mobil lagi untuk melanjutkan perjalanan. Kali ini Nyoman duduk di sebelah Satria yang memegang kemudi. Dony dan Lala di seat belakang. Mereka sepakat akan lewat jalur pendakian via Bambangan, salah satu desa di Purbalingga. Menurut Dony dan Satria, jalur itu yang paling aman untuk pemula seperti Bianglala.

Sebenarnya untuk menuju Bambangan dari Purwokerto bisa lewat Baturaden. Lokasi yang terkenal dengan banyak destinasi wisata khas kaki gunung. Selain lokawisata, di sana juga ada Kebun Raya, air terjun, dan pemandian air panas. Begitu Satria menjelaskan rencana perjalanannya. Tapi Satria sepertinya punya ide lain.

"Kita lewat Purbalingga saja, makan Soto Sokaraja dulu," ujar Satria.

"Nggak usah cerita kalau nggak kesana, Bang," timpal Nyoman.

Renjana Bianglala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang