16 The Silent Language

1K 173 143
                                    


Lala menampakkan dirinya dari balik semak-semak di belakang tenda berwarna biru. Melewati setapak ke arah mata air. Wajahnya datar. Tidak bisa dibaca ekspresinya.

Dony menelan ludahnya, tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Begitu pula dengan dua laki-laki lainnya. Suara Yono membuat mereka tercekat. Ketiganya bermain tebak-tebakan dengan pikiran masing-masing. Apakah Lala mendengar perbincangan mereka?

"Yang..." Dony yang membuka suara terlebih dahulu.

Lala menatap wajah Dony dengan wajah datarnya. Dia lalu duduk di sebelah Yono. Bersebrangan dengan Dony, terjeda kompor dengan panci berisi spaghetti yang sudah bercampur saus bolognese instan yang sudah ditambah bawang bombay dan kornet. Membuat Dony bisa langsung menatap Lala.

"Ada airnya, Mas?" Tanya Satria pada Yono yang baru saja duduk.

"Ada, tapi agak ke atas, yang di bawah udah keruh. Mbak Lala makanya balik duluan karena mesti naik beberapa trap sungai," jawab Yono menjelaskan.

Tiga laki-laki lainnya memiliki otak yang sepertinya bekerja dengan serupa, menyimpulkan kalau Lala mendengar perbincangan mereka. 

Dony membagi spaghetti. Menyodorkan piring pertama untuk kekasihnya. "Makan dulu, Yang."

Lala menerima piring itu, mengambil sendok, lalu mengaduk spaghettinya.

Tampak biasa saja. Begitu dugaan otak tiga orang laki-laki, seperti membangun asumsi yang sama. Apalagi ketika melihat perempuan itu memakan suapan pertamanya. Tapi masih ada yang mereka bertiga khawatirkan, Lala belum mengeluarkan suara sedikitpun.

"La, lo jadi mau ke Temanggung?" Nyoman yang bertanya, mencari topik.

Lala melihat Nyoman, memberikan jawaban hanya dengan mengedikkan bahunya. Belum tahu.

"Gue ikut ya kalau ke sana?" Tanya Nyoman lagi.

Lala hanya memandang laki-laki itu lagi, dia fokus dengan spaghetti di piringnya. Lala makan dengan pelan, sangat pelan. Seperti mengurai tiap rasa dalam helaian mie Italia yang ia makan.

Dony kelu memandang interaksi Nyoman dan Lala. Lala tidak biasa saja. Tidak baik-baik saja. Tapi otaknya tiba-tiba kehilangan akal untuk mencari cara untuk membuat Lala berbicara. Begitu juga dengan dua laki-laki lainnya. Mereka menyibukkan diri dengan spaghetti masing-masing. Yono sedikit bingung dengan suasananya, tapi dia juga merasakan ada yang aneh.

Nyoman lebih dulu selesai dengan spaghetti di piringnya.

"Mau lagi, Nyo?" Tawar Lala pada Nyoman, bukan Dony. Akhirnya terdengar suara Lala. Masih ada dua pertiga spaghetti di piring Lala. Tanpa menunggu jawaban, Lala memberikan piringnya ke atas piring Nyoman yang masih terbuka di tangannya. Nyoman melirik Dony, lalu memakan spagetti dari Lala.

Yono yang sudah selesai makan, kemudian beranjak, mau membereskan piring sisa makan mereka. Bagian dari jasa pelayanannya sebagai porter.

Dony mengambil kesempatan dengan berpindah posisi duduk di sebelah Lala. Menyodorkan coklat panas yang baru saja dibuatnya. Ucapnya, "Sharing ya, Yang..."

Lala tidak menerima gelas itu. Perempuan itu hanya mengangguk. Dony meletakkan gelas berisi coklat panas di antara dia dan Lala.

"Capek, Yang?" Tanya Dony mencari topik.

Lala tidak menjawab dengan suara, hanya tatapan mata datar, dan anggukan yang samar.

"Yang," panggil Dony pada Lala, pelan. Lala bergeming. Dony ingin menyentuh Lala, antara mengusap lengannya, atau menggenggam tangannya, tapi rasa hati tidak sampai, pikirannya tidak karuan. Dia hanya bisa memanggil perempuan itu sekali lagi, "La..."

Renjana Bianglala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang