02 Menghapus Ingatan

1.4K 182 109
                                    

"Eh, di sini ada mall nggak sih?" Tanya Nyoman saat mereka sudah di dalam mobil.

"Ada lah," jawab Satria. Lanjutnya, "Kenapa?"

"Mampir dulu sebentar dong, gue lupa bawa sempak," pinta Nyoman.

Dony berdecak, Satria ngakak mendengar jawaban Nyoman yang malu-malu. Lala yang duduk di sebelah Nyoman memicingkan matanya. Tidak habis pikir benda sepenting itu bisa terlewat untuk dibawa.

"Apa sih?" Nyoman yang ditatap Lala jadi tidak nyaman.

"Kuping lo nggak ketinggalan?" Ujar Lala.

"Namanya juga lupa," ucap Nyoman membela diri.

"Emang harus di mall? Di toko-toko gitu aja ngapa? Males muter-muter, capek tau," keluh Lala.

"Heh, untuk benda yang paling berharga, gue nggak mau pake produk abal-abal."

"Halah, sama aja!"

Satria makin ngakak mendengar celoteh Lala dan Nyoman di seat belakang. Lalu dia berujar, "Oke, kita ke satu-satunya mall di Purwokerto. Let's go!"

Satria melajukan mobilnya menelusuri jalanan di kota itu menuruti permintaan Nyoman. Satria membelokkan mobil ke arah kanan menuju Jl. Bank. Banyak bangunan-bangunan lawas di jalan ini. Biasanya Dony akan segera mengeluarkan kamera pocket-nya memotret warna masa lalu untuk personal project-nya. Tapi tidak kali ini.

Sedari masuk ke mobil dia lebih banyak diam. Banyak yang dia pikirkan, sampai membuatnya tidak tertarik dengan warna masa lalu seperti biasanya. Dony sedang memikirkan sikap Lala yang jadi ketus setelah bertemu dengan Satria. Perhatiannya teralihkan untuk meraba perasaan Lala, meraba warna Bianglala.

"Eh, Don. Kamu masih suka motret warna masa lalu?" Tanya Satria pada Dony yang diam sedari tadi. Lala menyimak, sepertinya Satria adalah orang yang banyak tahu tentang Dony.

"Masih," jawab Dony singkat.

"Disini banyak, kamu katanya mau eksplore kota ini. Tapi aku tungguin dari kapan nggak ada kabarnya," ungkap Satria.

"Sibuk," lagi-lagi Dony menjawab dengan singkat.

"Sibuk pacaran, Sat!" Seloroh Nyoman, disambut tawa nyaring Satria.

Lala hanya membisu. Sepertinya dia menyadari sikap Dony yang berubah setelah dia mengungkapkan ketidaksukaannya pada Satria.

"Eh, ini banyak soto ya?" Tanya Nyoman membaca beberapa penanda warung makan.

"Iya, ini ada yang terkenal, soto Jl. Bank. Besok kita bisa cobain," terang Satria.

Sepertinya semua setuju dengan rencana itu. Warga lokal mestinya lebih paham mana yang terbaik.

"Sebenarnya di depan sana ada Museum BRI, tapi lagi dipugar. Entahlah, kota ini kayak lagi menghapus ingatan. Bangunan lamanya dibongkar. Padahal ini bank pertama di Indonesia, lho. Mestinya jadi bangunan cagar budaya," ungkap Satria berbagi pengetahuan juga kekesalannya.

Tiga orang lainnya hanya terdiam menyimak. Dony yang biasanya antusias juga hanya diam.

"Ini kalian mau ikut masuk ke mall?" tanya Satria pada Dony dan Lala.

"Kami belum beli logistik, apa sekalian?" Tanya Dony balik.

"Logistik nanti malam aja. Nggak usah di mall. Maksudku, kalau pada nggak mau ke mall, kita bisa parkir di luar aja, di alun-alun," ungkap Satria.

"Aku mau di alun-alun aja. Malas aku nemenin dia nyari sempak," Lala tiba-tiba bersuara.

Satria menoleh ke Dony sambil tersenyum untuk meminta persetujuan. Dony menjawab dengan anggukan, tanda setuju.

Renjana Bianglala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang