2| Ruang Isolasi

42 7 0
                                    

---Emangnya siapa sih yang bisa mengendalikan perasaan? Semuanya tuh kadang datang tiba-tiba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---
Emangnya siapa sih yang bisa mengendalikan perasaan? Semuanya tuh kadang datang tiba-tiba. Tiba-tiba suka. Tiba-tiba asing kaya kita.
---

Ruang isolasi adalah ruang yang semula di buat saat virus corona merebak dan kelas offline harus di mulai dengan sistem rolling. untuk berjaga-jaga, ruang isolasi di buat jika ada siswa yang memiliki tanda-tanda terkena virus Corona.

Bahkan Jana dan kawan-kawan harus memakai APD saat berjaga di ruangan UKS dan isolasi tersebut. itu sangat menyiksa dan memalukan.

Jana membuka pintu ruang isolasi yang tempatnya berada di sisi ruang BK dengan perlahan. Sesaat pintu tersebut telah terbuka, benar saja.

Kalangga tengah berbaring di atas brankar dengan satu tangan yang di letakan di atas matanya. Saat mendengar pintu di buka dapat Jana lihat kalau Kalan sedikit mengintip dari bawah tangannya.

Tidak ada suara yang ia keluarkan. Mungkin kedatangan Jana di normalisasikan karena dia adalah anggota PMR di sekolah.

"Kata Januarta, lo pusing." Jana sekuat tenaga menekan nada bergetarnya. mencoba biasa saja saat dia mulai mengambil gelas dan menghampiri dispenser untuk menuangkan air hangat.

"Hm." singkat.

Jana menghela nafas menghampiri Brankar dan menyimpan gelas di meja terdekat. "minum dulu. Gue ada bawa obat buat lo, lo gak masalahkan kalo gue kasih Paracetamol?"

Kalan menarik tangan yang menutupi matanya keatas, lalu menatap Jana yang berdiri di samping brankar. "Ga masalah. tapi gue belum makan." ucapnya seolah hal itu menjadi salah satu alasan ia tidak bisa meminum obat.

Jana terdiam sebentar lalu mengangguk-anggukan kepalanya. "Yaudah tunggu, gue beliin dulu makanan buat lo." tanpa meminta persetujuan Jana kemudian berjalan keluar.

"Jan." suara Kalan yang memanggil membuat Renjana berbalik. "nitip rollis satu."

Jana tersenyum tipis lalu mengangguk singkat sebelum benar-benar keluar dan menutup pintu Isolasi.

Mereka memang tidak memiliki hubungan spesial sebelumnya, namun tidak ada yang tahu kalau di sekolah menengah pertama Jana dan Kalan pernah benar-benar dekat.

Sebelum menjadi asing seperti sekarang.
...

"Januar! Udah bicara serius sama pa Astronya?" Saat keluar dari pintu kantin Jana berpas-pasan dengan Januarta.

"Udah, kenapa gitu Jan?"

"Nitip ini buat Kalan. katanya dia belum makan jadi gue beliin ini sebelum minum obat."

"Lo ga jaga?"

Jana terdiam lalu menggelengkan kepala. "Nanti gantian sama adik kelas gue, gue ada ulangan harian Biologi soalnya."

Seakan mengerti keadaan, Januarta akhirnya mengangguk dan mengambil wafer rollis serta makanan  berat yang di beli oleh Jana.

"Gue duluan ya. makasih" Ucap Jana dan tanpa menunggu jawaban Januarta, gadis itu berlalu meninggalkan pemuda itu yang tengah menimbang-nimbang makanan di tangannya.

...

JANA POV

Rollis bukanlah sebuah wafer yang mahal, tidak ada yang aneh dari wafer tersebut selain karena isi kejunya yang padat dan enak.

Namun bagiku Rollis ini cukup penting perannya antara aku dan Kalan.

Wafer dengan harga lima ratus perak itu seakan menjadi lambang kedekatan kami di sekolah menengah pertama dulu.

Setiap jam istirahat kala aku menggambar di kelas yang sepi, Kalan selalu datang dengan wafer keju dibtangannya memberikannya padaku dengan dalih reward karena gambarku yang bagus katanya.

"Lima belas menit lagi ya."

Suara Garistha yang memperingatkan waktu ulangan tak ku indahkan. karena sedari tadi aku sudah selesai dengan soalnya.

waktu lima belas menit aku gunakan untuk membayangkan kembali kisahku dan Kalan yang pernah dekat karena lelaki itu menganggapku sebagai adiknya.

Kalan yang meminta wafer keju di isolasi sebelumnya membuat Jana yakin kalau lelaki itu pasti sedikitnya mengingat Jana setelah dua tahun mereka asing tanpa kabar.

"Jan, anter gue ke ruang pak Eka yuk." Garistha kembali bersuara.

Aku mendengus malas, padahal teman Garistha tuh bukan cuma aku.  "Itu ada sunya." Sunya adalah teman ku juga namun gadis itu entah kenapa lebih suka tidur daripada berinteraksi seperti kami.

"Lo gak liat? tasnya aja udah basah keileran." tunjuk Garistha pada tas hitam Sunya yang di jadikan bantalan wajahnya.

Aku berdecak malas. "Yaudah cepetan!" walau pemalas tapi aku ini setia kawan.

"Kata Mulan tadi lo jagain Kalan di isolasi ya?" Garistha membuka obrolan saat kami berjalan menuruni tangga menuju ruang guru.

Aku berdehem singkat sebagai jawaban dan Garistha menghela nafas berat. "Terus ngapain aja lo sama dia?"

"Ya menurut lo?" memangnya aku ngapain sama Kalan? meski banyak celah untuk hal yang haram di ruang isolasi tapi aku tuh masih sadar sepenuhnya!

"Ya, siapa yang tau kan?" gumam Garistha. "Lagian ya, si Kalan tuh kayanya juga masih suka sama si Kiara. gue tuh takut saat lo berharap lebih sama dia eh ternyata si Kalan masih stuck sama masa lalunya "

"Yaudah sih, gue kan cuma suka."

lagi pula siapa yang bisa mengendalikan perasaan sih? begitu juga aku, rasa yang semula abu-abu seakan menjadi obsesi untuk Kalan tanpa ku sadari.

Bahkan aku pernah pacaran hanya karena orang itu memiliki sifat yang mirip seperti Kalan.

Dan tanpa sadar selama dua tahun ini, aku selalu mencari Kalan di diri orang lain.

---
Thank U For Reading!!!

Next!!

Jangan lupa Vote dan Komen ya.






High School JournalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang