"Disaat kamu menyerah, di situlah
tuhan berkata; tunggu sebentar, hadiah mu
sebentar lagi datang."°°°
Pantulan bola basket terdengar nyaring di lapangan indoor ini. Dua orang siswi perempuan tengah berlatih bersama, men-dribble bola itu lalu memasukkannya ke dalam ring. Adegan itu mereka lakukan berulang kali, hingga keduanya merasakan lelah.
Dari tribun kursi penonton, seorang gadis manis berkulit putih melambaikan kedua tangannya ke arah mereka tak lupa senyum yang selalu terukir di bibir mungilnya. Keduanya menatap sebentar gadis itu, setelahnya mereka berlari menghampirinya.
Saat sudah tiba, mereka disodorkan dua botol air mineral. Tanpa pikir panjang, Adel dan Zeeya langsung menerima air itu, membukanya lalu meneguknya hingga tersisa setengah.
Ya, siswi yang sedang latihan basket itu adalah Adelina Alisha dan Zeeya Aisha Yabella, dan perempuan yang baru saja memberikan mereka minum adalah Meira Barru Immanuel.
Zeeya mengambil duduk di salah satu tribun kursi penonton, hal itu diikuti oleh Meira dan Adel. Zeeya yang merasa kepanasan, mengipasi wajahnya dengan tangannya. Pandangan Meira tertuju pada gadis disampingnya ini, ia merogoh tasnya kemudian memberikan kipas mini miliknya pada Zeeya.
Tanpa pikir panjang, Zeeya langsung mengambilnya dan mengipasi wajahnya yang penuh akan keringat. Meira terkekeh kecil melihat tingkah laku Zeeya, seperti anak kecil pikirnya.
"Tumben kamu bolos mapel hari ini, Ra? Ngga takut om Daniel marah?" ucapan Zeeya langsung membuat dirinya diam seketika. Namun, setelahnya ia kembali tertawa kecil. "Y-ya, mana mungkin papa marah, lagian aku baru sekali keluar kelas, baru hari ini." ucapnya menatap Zeeya lekat.
Zeeya yang ditatap seperti itu merasa seperti diintimidasi, "hey, jangan natap aku kayak gitu. Aku bukan penjahat yang harus kamu tatap sedetail itu, Meira," ucap Zeeya cemberut. Ia tidak suka ditatap seperti itu, hal itu membuat dirinya seperti telah melakukan kesalahan besar.
"Hahaha, maaf maaf, aku nggak maksud gitu kok."
"Ekhem, udah belum ngobrolnya? Gue mau pulang nih, udah ditungguin pak Darto di depan," Adel bertanya pada dua insan dihadapannya ini.
"Udah udah, maaf ya, Del," Zeeya menggaruk tengkuknya yang tak gatal, merasa bersalah karena sudah mengabaikan Adel.
"Gue pulang duluan, ya? Sekolah juga udah mulai sepi, kasian pak Darto di depan," Zeeya mengangguk begitupun dengan Meira.
"Hati-hati di jalan, Del." Teriak Zeeya pada Adel yang sudah berlari keluar dari lapangan.
Meira melirik arloji di tangannya sebentar. Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, itu artinya sekolah sudah benar-benar sepi.
"Zee, ayo pulang. Aku takut gerbangnya di kunciin sama satpam," tutur Meira yang menarik Jersey yang dikenakan Zeeya.
"Iya iya, ayo kita pulang. Kamu pulangnya bareng aku aja, ya?" Meira tampak menimang sebentar tawaran Zeeya, dan setelahnya ia mengangguk setuju.
Kedua gadis seumuran itu berjalan keluar lapangan ini, tak lupa Zeeya mengunci pintu lapangan basket itu dan kembali melanjutkan perjalanan mereka keluar sekolah.
"ZEEYA, TUNGGU!" teriakan dari seseorang yang memanggil namanya berhasil membuat Zeeya dan Meira memberhentikan langkah mereka.
Dari arah yang berlawanan, seorang lelaki berbadan kekar berlari mendekati mereka. Zeeya mengenalnya, Meira tentu mengenalnya juga.