C&P 8: SOSOK AYAH?

127 9 0
                                    

Jika ditanya apakah dirinya lelah mendengar teriakan sang ayah setiap hari, sudah pasti ia akan menjawab kata 'iya' dengan lantang. Entah apa yang terjadi pagi ini, Daniel, lelaki itu sudah berteriak dari arah bawah menyerukan nama Meira terus menerus.

"Mas, jangan teriak-teriak bisa nggak? Anak kamu pasti takut dengar kamu yang kayak gini." Ilona membuka suaranya, menegur Daniel yang sedari tadi terus berteriak entah mengapa.

"Kamu nggak usah ikut campur, ini urusan aku dan anak aku." ucap Daniel dengan tegas. "Anak kamu itu juga anak aku, mas!" Ilona menggeleng pelan, tidak mengerti isi pikiran sang suami.

Seseorang yang tengah dibicarakan akhirnya turun dari lantai atas, bersamaan dengan itu Daniel langsung mencengkram tangan Meira untuk duduk pada sofa dihadapannya.

"P-pah, lepasin! Papa kenapa sih?" Meira bertanya saat dirinya di tarik paksa begitu saja oleh sang ayah. Daniel menjatuhkan tubuh Meira dengan kasar di sofa ruang keluarga, bantingan itu ternyata sedikit membuat bahu kanannya terasa sakit.

Sebuah foto yang sedari tadi Daniel pegang langsung dilemparkan begitu saja ke arah wajah Meira. Meira mengambilnya, melihat foto-foto itu dengan teliti dan beberapa detik kemudian raut wajahnya menjadi gelisah.

Daniel terkekeh kecil, "Papa rasa kamu bukan anak yang cukup bodoh untuk memahami maksud dari foto itu, bukan?" tanya Daniel memegang dagu Meira agar menghadap padanya.

"Maaf."

Dan, satu kata 'maaf' yang ia tujukan pada Daniel berhasil lolos. Ilona yang sedari tadi memperhatikan wajah suami dan anaknya sedikit cemas, begitu juga dengan Maira yang berdiri di lantai atas menatap kegaduhan yang terjadi di bawah sana.

"Maaf nggak akan membuat nilai ulangan kamu terisi, Meira barru immanuel." Tatapan itu, tatapan yang selalu Meira hindari jika sang ayah sudah marah. Tatapannya seakan bisa mengiris bola matanya dengan sekali kedipan hingga berdarah, Meira benci ditatap seperti itu.

"Maaf, pah. Untuk kali ini jangan hukum Meira dulu, papa bisa hukum aku kalau udah pulang sekolah," Meira meluruhkan badannya dan bersujud di bawah kaki Daniel. Namun, sepertinya hal itu tidak akan mempan jika Daniel orangnya.

"Kamu tidak perlu bersusah payah bersujud dihadapan saya, karena itu tidak ada gunanya. Kamu berani berbuat dan kamu harus berani bertanggung jawab." tukas Daniel dengan datar. Nadanya sama sekali tidak bersahabat pagi ini.

"Meira akan tanggung jawab, tapi nggak sekarang pah. Tolong, tolong bebasin Meira untuk kali ini," wajah itu kembali tertunduk lesu, berharap sang ayah mengikuti kemauannya kali ini.

"Bangun kamu." Daniel bersuara setelah beberapa detik dirinya diam tanpa ingin menatap Meira yang masih menunduk dibawahnya.

Meira bangkit dengan perlahan, belum apa-apa badannya sudah bergetar. Sepertinya kali ini dirinya tidak akan terbebas. Pasti.

Sedetik kemudian Daniel dengan tidak berperasaannya mencengkram dagu Meira dengan erat hingga netra cantik itu beradu pandang dengan mata tajam miliknya.

"Untuk kali ini saya akan membebaskan kamu, tapi jangan harap untuk hari-hari selanjutnya kamu akan terbebas dari hukuman saya. Ngerti kamu?" ucap Daniel pelan dan nyaris seperti berbisik. Meira dengan rasa takutnya mengangguk cepat, tanpa sadar sebulir air jatuh mengenai pipi mulusnya.

"Jangan jadi anak yang lemah, Meira, saya tidak suka jika kamu terlihat lemah di depan mata saya," cengkraman itu semakin kuat. Tapi lagi dan lagi Meira hanya mengangguk tanpa bersuara sedikitpun.

Setelahnya Daniel langsung menghempaskan tubuh putri sulungnya dengan kasar hingga membentur pada ujung meja kaca yang berada disana. Dengan cepat Ilona berlari menghampiri putrinya yang tengah memegang bahu kanannya dengan ringisan yang keluar dari bibirnya.

Cinta & Perbedaan [SLOW UP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang