.
.
Chenle terbangun karena merasa tenggorokannya kering. Ia merubah posisi menjadi duduk dan termenung sejenak untuk mengumpulkan kesadarannya. Setelah lima menit berdiam diri, matanya mengedar ke sekeliling ruangan dan ternyata ia masih berada di kamar kuno ini.
Melempar pandangan ke luar jendela, dapat terlihat sedikit cahaya jingga di atas langit menandakan hari akan beranjak sore.
"Jam berapa sekarang?" tanya Chenle kepada diri sendiri. Memutuskan untuk keluar kamar, Chenle mengumpulkan keberanian terlebih dahulu sebelum membuka pintu.
Kriet
Chenle menyembulkan kepalanya sedikit mengintip suasana di luar kamar.
Sepi, itulah yang ia dapatkan.
Perlahan kaki tanpa alas itu melangkah menyusuri lorong berbahan batu granit berwarna emerald. Tak banyak perabotan yang diletakkan di sana, hanya ada pot bunga besar yang berisi beberapa tanaman hias.
Chenle berdehem singkat saat teringat ia perlu air minum untuk menyiram tenggorokannya yang terasa tandus. Ujung matanya menangkap tangga ke arah bawah yang menandakan jika kamar tadi berada di lantai atas.
"Ck, jubah tidur ini merepotkan." protesnya sambil tangannya memegang erat belahan jubah yang melintang di sebelah kanan pahanya, dan setiap langkah yang ia ambil maka paha serta belahan pantatnya akan tersibak.
Memalukan!
Setelah berjuang menuruni setiap anak tangga, ia menghela nafas berat saat sudah di lantai bawah.
"Aku harus mencari keberadaan dapur di istana yang luas ini. Cih, dimana pria rambut merah itu?"
Langkahnya mulai menyisir sayap kanan istana sambil menggerutu tak jelas. Melupakan jika segelas air putih yang dibawa Jisung saat pertama kali Chenle bangun di kamar itu masih berada di atas meja samping ranjang dalam keadaan utuh.
Salahkan saja Chenle yang tidak menoleh ke samping ranjang.
Sekarang pemuda itu tengah berjalan di aula yang sangat luas dengan pilar-pilar besar berwarna perak sebagai penyangga lantai di atasnya.
"Wow.."
Tak henti-hentinya mulut itu mengeluarkan kekagumannya atas apa yang ia lihat sepanjang jalan. Baru pertama kali ia melihat desain istana zaman dahulu dengan mata kepalanya sendiri setelah sebelumnya hanya dapat melihat lukisannya di museum.
"Tapi ini terlalu sepi. Tidak ada pelayan yang berkeliaran di istana ini seperti yang ada di film-film."
Yah begitulah, namun selama ia menjelajah, lantai dan beberapa pajangan terlihat bersih tanpa debu tebal yang menempel di sana.
Berarti siapa yang membersihkan semua ini?
Menyisihkan pemikiran tentang kebersihan di istana ini, Chenle menangkap ada pintu besar berdaun dua dengan aksen perak dan emas berada tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Apakah ini dapurnya?"
Chenle terlihat meragu ingin membuka pintu mewah di depannya. Ia menjentikkan jari saat terpikir satu hal. Chenle menempelkan telinganya di permukaan pintu untuk mendengarkan situasi di dalam. Waspada jika ia memasuki ruangan yang salah. Ia masih mengingat perkataan Mark sebelum pelayan itu pergi.
Boleh jalan-jalan mengelilingi istana, asal tidak takut dengan ular.
Hm, tapi saat ia berjalan hingga tiba di pintu ini, tak ada satupun ular yang tertangkap penglihatannya. Apa Mark sedang menakut-nakutinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Witte Slang [JiChen]✓
Fanfiction"You are my bride, Zhong Chenle." This is bxb, homophobia out! Mature 18+, bocil skip! Don't report! Jisung × Chenle Fanfiction #1 - jichen (25/05/2024) ©ChLeo (@Moominn_njun)