🐍vier+

1.4K 136 8
                                    




.

.



Desiran ombak pantai menjadi melodi penenang untuk Chenle yang sedang membiarkan kedua kakinya ditabrak deburan ombak laut yang bergerak teratur.

Yap, Renjun dan Chenle melangsungkan rencana mereka untuk berlibur di pantai selama dua hari. Bahkan Renjun telah menyewa kamar penginapan mereka untuk satu malam.

Benar-benar seniat itu sampai-sampai sekarang Renjun tengah menyiapkan panggangan barbeque untuk malam nanti di depan penginapan.

Memastikan sejenak jika Chenle masih tertangkap pandangannya, Renjun masuk ke dalam penginapan untuk berganti baju dan kemudian bergabung dengan Chenle untuk bermain air.

Malamnya, sesuai rencana mereka melakukan barbeque party bersama dengan turis asing yang menginap di penginapan yang sama dengan mereka.

Dilanjutkan dengan pesta alkohol, namun kedua pemuda itu pamit undur diri lebih awal karena merasa sudah sangat mengantuk dan kelelahan saat malam semakin meninggi.

Chenle meregangkan otot-otot tubuhnya di atas kasur berukuran besar yang sangat luas bahkan untuk mereka berdua tiduri.

Memang pergi tidur sesudah mandi itu sangat merilekskan tubuh dan pikiran sehingga Chenle menjemput mimpi terlebih dahulu sebelum Renjun selesai membersihkan diri.

"Astaga anak ini.." Renjun terkekeh melihat posisi tidur Chenle yang terlihat kurang wajar dengan satu kaki terangkat ke atas meja nakas di samping kasur mereka. Bahkan lampu tidur hampir terjatuh ke lantai akibat kaki panjang yang menjalar begitu saja ke atas meja.

Setelah memperbaiki posisi tidur Chenle, Renjun segera menyusul Chenle ke alam mimpi setelah berbagi selimut yang sama.



***



Nafas Chenle memburu. Ia merasakan hawa panas menggerogoti tubuhnya. Seingatnya ia tidur sesudah mandi, dan pakaiannya hanya kaos tipis dan celana pendek di atas lutut. Tetapi seberapa panas suhu saat musim semi tahun ini?

Perlahan matanya mengerjap untuk menemukan kesadarannya. Setelah beberapa saat berdiam diri, ia mulai merasakan basah di dadanya.

Seolah deja vu, Chenle melihat kepala dengan surai putih di atas dadanya. Menghisap salah satu nipplenya bak bayi yang tengah menyusu pada payudara ibunya.

Dengan tangannya ia mendorong kepala itu menjauh sehingga pria itu terusik dan mendongak menatap ke arah Chenle dengan mata merahnya.

"Kau! Bagaimana bisa berada disini!? Aku bersama Renjun- oh iya, Renjun! Renjun! Re-"

Saat menoleh ke samping kiri kasur, ternyata Renjun tidak ada! Kemana pemuda itu? Seingatnya ia sekamar dengan Renjun dan pemuda itu mengatakan akan tidur di sisi kiri kasur sedangkan ia di kanan.

Kenapa sekarang ia ditinggal sendirian bersama seorang pria aneh di kamar ini??

"Kau-" Chenle tak kuasa melanjutkan ucapannya. Ia memejamkan mata saat sadar jika pakaian atasnya sudah tanggal. Ia juga dapat merasakan bagian bawahnya mengganjal. Ia tidak ingin melihat pemandangan mengerikan itu lagi.

"Kijk me aan."

["Lihatlah aku."]

Suara berat nan serak itu tepat berada di telinga kanannya. Chenle merasa tubuhnya dibawa duduk oleh sosok itu. Kedua pipinya ditangkup oleh telapak tangan besar nan kasar, lalu bibirnya serasa dijilat oleh benda lunak yang basah.

"Mmm.. he-hentikan. Berhenti menjilat wajahku.."

Seolah paham, sosok itu berhenti membuat Chenle perlahan membuka matanya. Wajah dengan pahatan nyaris sempurna itu terlihat jelas di samar-samar pantulan lampu tidur.

Karena akal sehatnya mulai kembali bekerja setelah terkikis sejenak oleh keterpanaannya pada wajah rupawan sosok itu, Chenle meneguk ludahnya kasar saat mencoba bertanya.

"Kau- se-sebenarnya siapa? Kenapa me-memperkosaku? Apa tujuanmu?"

Sebenarnya banyak sekali pertanyaan yang menumpuk di benaknya. Tetapi melihat respon pria itu yang hanya diam menatapnya, membuat ia mengasumsikan jika pria itu tidak paham dengan pertanyaannya.

Dan juga bahasa yang sosok itu gunakan sangat terdengar asing di telinganya.

Maka ia harus menemukan cara lain untuk berkomunikasi dengan pria itu.

Chenle meraih tangan yang menangkup pipinya. Mengelusnya sebentar sebelum perlahan menjauhkan telapak tangan besar itu dari wajahnya.

Telunjuk kanannya ia arahkan ke dada telanjang pria itu.

"Kau siapa? Namamu? Na-ma." ucap Chenle sambil mengeja kata terakhir, berharap pria itu dapat mengerti pertanyaannya.

Manik merah itu bergulir menatap pada lengan kanan Chenle yang terulur ke arahnya.

Pria itu meraih lengan kanan Chenle dan menciumi bekas lilitan berwarna putih itu dengan mata tertutup.

"Jij bent mijn bruid, mijn levenspartner."

["Kau pengantinku, pasangan hidupku."]

Pria itu terus meracau menggunakan bahasa yang tidak dipahami oleh Chenle. Pemuda itu menatap lamat pada kegiatan aneh pria bersurai putih itu dengan tangannya.

Otaknya mencoba untuk memahami kejadian-kejadian tak masuk akal yang menghantuinya beberapa hari ini.

Mungkinkah pria ini ada hubungannya dengan bekas lilitan berpola sisik ular itu?

Jika benar dugaannya, berarti..

Tangan kirinya ia bawa untuk mengelus lembut surai putih itu. Pria itu berhenti menciumi lengannya. Ia beralih menatap ke arah Chenle yang sedang memainkan pucuk kepalanya. Chenle tersenyum kecil kala melihat sorot tajam itu melembut kemudian menutup seolah menikmati elusan yang hinggap di kepalanya.

"Aku tidak tahu siapa dirimu dan asal usulmu juga tujuanmu melakukan semua ini padaku. Tetapi bisakah.. bisakah kau tidak mengganggu hidupku?"

Mendengar Chenle berbicara, pria itu membuka matanya hingga pemandangan wajah sendu Chenle tertangkap manik merahnya.

Ia beranggapan jika Chenle sedang sedih. Maka tanpa aba-aba pria itu menarik Chenle ke dalam pelukannya. Tubuh telanjang mereka menempel sehingga bagian bawah pria itu semakin dalam masuk ke tubuh Chenle.

Sebisa mungkin Chenle menahan diri untuk tidak mendesah saat tak sengaja ujung kejantanan milik pria itu menyentuh prostatnya.

"Wees niet verdrietig, ik vind het niet leuk om je zo te zien."

["Jangan bersedih, aku tidak suka melihatmu seperti ini."]

Chenle diam saja saat pria itu bersuara dengan bahasa yang tidak dimengerti. Sangat sulit berkomunikasi saat tak bisa memahami bahasa masing-masing.

Maka pilihan yang tepat menghadapi situasi ini adalah dengan diam. Bahkan saat bibir pria itu menjelajah belakang tengkuknya dan meninggalkan tanda kepemilikan disana Chenle masih betah berdiam diri sembari memejamkan mata. Berharap mimpi ini segera berlalu dan terbangun.



***



Pagi menyapa bumi, Chenle bangun lebih dulu dari Renjun.

Melihat keberadaan Renjun yang masih terlelap di sampingnya membuat Chenle yakin jika kejadian tadi malam hanyalah bunga tidur semata yang kebetulan bersambung setiap malamnya.

Ia lega karena tubuhnya tidak terjadi apa-apa.

Netra coklatnya ia bawa untuk menatap pada pola lilitan berwarna perak di lengan kanannya yang tak kunjung hilang. Ia ingat betapa pria itu menyukai tanda ini dengan perlakuannya saat mengecupi seluruh inchi kulitnya dengan hati-hati dan lembut.

Berbagai asumsi bermunculan di kepalanya. Namun tak ada satupun yang berhasil menemukan titik terang dari keanehan ini.

Semuanya semu. Kepala Chenle pusing memikirkan semua ini.

Hingga lenguhan panjang dari Renjun menyadarkannya ke kenyataan.



Tbc.



Okey moga suka chapter ini ya^^
Tanda (+) di judul chapter sebagai rambu ada adegan vulgar di ceritanya🌝

Jangan lupa tinggalin ⭐ dan 💬 ya~

Witte Slang [JiChen]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang