🐍acht

1.1K 125 17
                                    




.

.



Hamparan luas kebun tersebut, dipenuhi berbagai jenis buah-buahan dan sayur-sayuran yang dikelompokkan sesuai jenisnya mampu membuat Chenle terpana.

Rapi dan terawat seolah banyak tukang kebun yang merawat kebun itu setiap hari. Tetapi sejauh mata memandang tidak ada tukang kebun satupun yang Chenle lihat.

"Mark heeft nog geen tijd gehad om hem te oogsten. Neem wat je wilt, totdat je maag vol is."

["Mark belum sempat memanennya. Ambillah apapun yang kau mau sampai perutmu kenyang.]" ucap Jisung saat mereka sudah di hadapan hamparan buah semangka dan strawberry yang telah matang.

"Wah, semangka!" seru Chenle senang sambil berlari menghampiri salah satu buah semangka yang ukurannya paling besar di antara yang lain. Ia mengetuk-ngetuk pelan permukaan semangka, dan merasakan jika semangka itu sudah benar-benar matang.

"Jisung! Bawa ini!"

Jisung yang baru saja tiba langsung disodorkan semangka besar oleh Chenle.

"Omo! Strawberry nya gemuk-gemuk sekali!"

Chenle berpindah ke jajaran tanaman berbintik itu dan memetik satu strawberry yang terlihat bersih. Ia langsung memasukkan buah itu ke dalam mulut, dan rasa manis sedikit tawar memenuhi indera pengecapnya.

"Hm, enak!"

Lalu matanya menangkap keberadaan pohon delima yang sedang berbuah lebat. Buru-buru ia berlari menuju pohon tersebut sehingga Jisung yang hendak menghampiri Chenle menjadi tertinggal.

Chenle melompat-lompat kecil untuk meraih buah delima yang menurutnya matang. Mengendusnya sebentar lalu mulai membelah menggunakan tangan kosong.

Anak itu memekik senang saat memakan buah merah muda itu. Setelah selesai dengan delima, Chenle beralih lagi menghampiri kebun anggur ungu kesukaannya.

"Astaga, anggur!"

Dengan hati-hati ia memetik satu butir anggur dari gerombolannya. Binar antusias selalu ia tunjukkan kepada buah-buahan yang membuatnya tertarik.

"Manis sekali!"

Chenle hampir menangis karena bahagia jika ia akhirnya dapat mencicipi buah manis ini setelah sekian lama. Dirinya yang dulu selalu sibuk dengan kuliahnya sehingga pikiran untuk memenuhi kebutuhan buah dan sayur pun tidak pernah terlintas.

Melihat senyuman merekah dari Chenle membuat Jisung diam-diam menarik sudut bibirnya membentuk senyum tipis. Ia ikut merasakan kebahagiaan Chenle walau sedang berdiri dari kejauhan.



***



"MARK!"

"MAARK!"

"KAU DIMANA, MARK!"

Chenle berteriak selama perjalanan menuju pintu utama istana. Suaranya yang luar biasa itu menggema hingga membuat prajurit ular milik Jisung tidak berani keluar dari tempat persembunyiannya.

Jisung mengejar di belakang bermaksud ingin menghentikan acara teriak-teriak Chenle yang sungguh memekakkan telinga tersebut. Namun terlambat, Chenle sudah membuka pintu utama dan tiba di halaman depan istana.

Langit telah menggelap tanda malam telah tiba. Tapi Chenle sama sekali tidak mau menurunkan suaranya. Tanpa lelah ia terus memanggil sesekali mencaci pelayan pribadi Jisung itu karena tidak kunjung juga menampakkan diri.

Ia benar-benar butuh pria itu untuk menerjemahkan maksudnya pada Jisung yang ingin mencarikan pakaian layak pakai untuknya. Bukan jubah tidur putih merepotkan yang ia pakai hampir seharian ini.

Witte Slang [JiChen]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang