🐍tien

998 118 22
                                    




.

.



"M-manusia?" kejut Chenle tak percaya. Mark mengangguk, "Dulu aku hanyalah anak sebatang kara yang hidup luntang-lantung di jalan dan hanya mengharap pemberian orang-orang untuk mengisi perut." Terdengar helaan nafas berat di ujung kalimatnya. Chenle langsung dirundung rasa bersalah karena telah membuat Mark mengingat kembali masa lalu pahitnya.

"Mark, jika kau tidak sanggup bercerita-"

"Tak apa, aku tidak masalah." sela Mark sambil tersenyum kecil ke arah Chenle. Ia berbalik untuk meraih kain bersih untuk mengeringkan piring dan gelas yang telah selesai dicuci.

"Pikiranku masih sangat labil saat itu. Aku pikir aku tidak ada gunanya hidup di dunia. Tak ada yang mau menampungku, tidak ada yang mau berteman denganku. Lalu saat aku ingin mengakhiri hidupku dengan menenggelamkan diri ke sungai, tiba-tiba pangeran Jisung datang dengan wujud ular putihnya, menghampiriku dan melilit sebelah kakiku hingga aku tidak bisa kemana-mana. Aku tentu terkejut dan histeris, namun tak lama pundakku digigit dan saat itu aku melihat dunia seolah berputar sebelum jatuh pada kegelapan panjang."

Mark berbalik untuk membersihkan meja makan sekali lagi menggunakan kain baru yang ia ambil di lemari dapur. Ia melanjutkan, "Aku terbangun di tempat asing yang di sekelilingnya terkesan kuno. Lalu aku terkejut mendapati pangeran Jisung duduk di sampingku sedang menatapku lurus menggunakan mata merahnya. Awalnya aku sama bingungnya dengan bahasa yang pangeran gunakan. Namun pangeran menyodorkan satu buku usang kepadaku tanpa berkata apapun. Karena penasaran aku membaca buku itu dan seketika paham dengan semua yang terjadi padaku. Aku telah mati dan jiwaku dipilih untuk menjadi pelayan pribadi pangeran Jisung dari kerajaan ghoib bernama Slang."

Cerita itu diakhiri dengan senyum kecil yang Mark terbitkan. Namun Chenle masih menyimpan raut penasaran di wajahnya.

"Berarti semua ini adalah takdir? Bukan skenario yang Jisung susun untuk menjeratmu di dunia ini?"

"Bisa dibilang begitu."

"Lalu bagaimana kau bisa paham bahasa yang Jisung gunakan?"

"Kau akan mengerti dengan sendirinya jika sudah terikat."

Chenle terdiam. Berarti ia dan Jisung belum terikat karena ia tidak mengerti kalimat apapun yang Jisung keluarkan.

"Berarti aku dan Jisung belum terikat?" tanyanya memastikan. Sesuai dugaan Mark mengangguk, "Kau akan terikat sepenuhnya pada pangeran setelah kau mati."

Chenle bungkam. Apa tak ada celah untuknya kembali? Mereka sungguh menginginkan kematiannya. Dan jika takdirnya memang harus berakhir di dekapan Jisung, ia hanya ingin meminta satu hal sebelum ia benar-benar meninggalkan dunia.

"Mark, bisa kau sampaikan pada Jisung? Aku ingin berpamitan sebentar pada orang-orang tersayangku di dunia manusia. Jika aku tak berpamitan, aku akan merasa sangat bersalah pada mereka. Bisa kan, Mark?" pinta Chenle dengan tatapan memohon. Netra jelaga itu sedikit bergetar. Mark bisa melihat jika dalam tatapan itu terpancar kesedihan yang tak terlalu kentara, namun rasanya menyakitkan jika ditatap terlalu lama.

Mark menghembuskan nafasnya, "Baiklah, akan aku sampaikan."

Pelayan bersurai merah itu mendekati Jisung dan terlibat perbincangan yang sama sekali Chenle tak mengerti. Hingga beberapa menit kemudian Jisung terlihat mengangguk dan Mark tersenyum sambil membungkuk hormat pada tuannya.

Matanya ia bawa menatap ke arah Chenle yang sedang menanti jawaban dengan guratan gelisah di wajahnya. Mark tersenyum kecil, "Pangeran Jisung mengizinkanmu berbincang sebentar dengan mereka. Tetapi setelah selesai kau harus segera melaksanakan ritual pengikatanmu sebagai pengantin pangeran."



Witte Slang [JiChen]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang