03

33 14 7
                                    

Happy reading
Hope you like and enjoy this story
Terimakasih dan jangan lupa untuk baca prolog terlebih dahulu
Enjoy aja pokoknya
*
*
*
*

Happy reading Hope you like and enjoy this storyTerimakasih dan jangan lupa untuk baca prolog terlebih dahuluEnjoy aja pokoknya****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Semesta apakah hari ini benar terjadi, atau hanya aku yang sedang bermimpi ?"





Aku merasa sepoian angin menerpa wajah ku dengan lembut, bau yang hangat namun tajam menyumpal indra penciuman ku,
Aku mulai membuka mata ku perlahan, pandangan masih tak terlalu jelas. Aku menutup mata ku kembali untuk menetralkan pandangan ku lalu aku membuka mata ku lagi namun dengan lebih perlahan. Mata ku langsung menangkap sosok Simbah yang sudah duduk di tepi ranjang di mana tempat aku terbaring lemah, Simbah menggenggam tangan ku dengan erat untuk menyalurkan rasa kekhawatiran nya, aku menarik sudut bibir ku untuk tersenyum seakan sebagai isyarat bahwa aku tidak papa.

Aku melihat renjana yang datang dengan membawa secangkir teh yang masih hangat, renjana meletakkan teh itu di meja sebelah ranjang. Aku menatap wajah nya yang tampak begitu khawatir. Tiba tiba aku melihat Adisti yang berjalan masuk ke dalam kamar di dampingi ibu Ani_Dokter_
Ibu Ani lalu memeriksa keadaan ku dengan serius yang bisa terlihat jelas di wajah nya saat ini.
Ibu Ani mengeluarkan stetoskop dari tas hitam milik nya.

Ibu Ani menyeringai lebar menatap ku setelah ia menyelesaikan pemeriksaan nya pada ku, aku
Menatap nya dengan wajah heran, tak sempat menginterogasinya, ibu Ani lebih dulu membuka suara.

"Dahayu tidak papa, hanya saja mungkin dia sedikit kelelahan, kondisi detak jantungnya sudah kembali normal, namun suhu panas pada tubuh nya masih belum turun"ujar jelas seadanya Bu Ani.

"Namun tidak perlu khawatir, nanti suhu panas nya akan turun sendiri, jangan lupa untuk di kompres dan minum obat nya, ya dahayu"tambah lagi Bu Ani seraya mengedipkan sebelah matanya.

"Terimakasih, nanti saya akan mengompres nya, mari Bu Ani saya antar ke depan,"ucap Simbah yang langsung di jawab anggukan kepala dari Bu Ani.

Simbah dan Bu Ani pergi meninggalkan kamar dan hanya menyisakan aku dan renjana serta Adisti yang terlihat sedikit lega. Mereka berdua menatap ku dengan iba, aku hanya memandang mereka dengan santai seakan tidak terjadi apa apa.

"Yu, kok kamu iso pingsan koyo ngono to?"tanya Adisti seraya mengerutkan dahinya dengan penasaran.

"Aku gak tahu, tiba-tiba saja aku merasa gugup tadi, ti"balas ku seadanya.

"Yu, mas pandu iseh neng ngarep, nde e ngenteni kue sadar"ujar renjana seraya memastikan kembali pandu yang masih duduk di ruang tamu seraya memainkan headphone genggamnya.

"Serius kue, ren?"tanya ku memastikan.

"Iya, yu"sanggah Adisi.

"Kamu kenapa to,yu, kok kayak panik gitu?"tanya celetuk renjana yang membuat ku sedikit gugup untuk menjawab.

Laut Menangis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang