Bab 2

24 11 0
                                        

Pagi ini aku mau mencoba beradaptasi dengan lingkungan di sini. Aku siap-siap pergi ke kantor untuk bekerja. Jujur, ini hari pertama aku masuk pagi ke kantor. Biasanya aku hanya mengerjakan pekerjaanku di rumah karena ada rasa takut untuk ke luar rumah.
Sebenarnya aku ingin jalan saja ke kantor sekalian olahraga pagi, tapi om John melarangku karna terlalu bahaya. Takutnya ada penjahat. Dengan berat hati aku harus naik mobil di antar pak Robin.
Satu fakta yang baru aku sadari, ternyata seindah ini alam di pagi hari.
Aku sesampainya di kantor di sambut baik oleh rekan-rekan sekantor. Aku salut ternyata di sana orangnya ramah dan saling kerjasama. Aku mulai menyesal karena dulu aku tidak mau bekerja di perusahaan milik ayah. Aku dulu mikir kalau orang-orang perusahaan pasti ada saja orang yang licik dan jahat.
Ternyata pemikiran ku tentang perusahaan milik ayah salah, sekarang aku bakal mencoba melanjutkan perusahaan milik ayah dan mengembangkannya.

Mungkin karena aku baru pertama kali turun tangan langsung ke perusahaan, tanganku tremor mengerjakan pekerjaanku. Padahal ini udah hal biasa kulakukan di rumah. Mengecek data, melihat berapa omzet, adakah kerugian, dan lain-lain sudah biasa kulakukan. Tapi, kali ini cukup berbeda. Tanganku tremor dan jantungku berdetak hebat apalagi ketika ada yang lewat langsung menyapaku.

Seintrovet itukah aku? Dulu aku bukan seperti ini. Tapi karena kejadian satu tahun lalu membuatku tertutup dan memilih mengurung diri. Dua bulan lalu aku coba bangkit dari keterpurukanku. Aku mulai mencoba melanjutkan bisnis ayah. Walaupun susah tapi aku selalu didukung om dan tante. Dan hari ini aku memilih untuk mencoba langsung ke perusahaan. Dan hasilnya seperti sekarang. Mungkin karena jarang juga ketemu sama banyak orang membuatku semakin deg-degan dan bingung harus bagaimana berinteraksi yang baik.

Sial! Aku mencoba menarik nafasku dalam-dalam agar jantungku bisa berdetak normal. Gila! Energiku benar-benar habis. Aku lemas. Padahal baru dengan tiga orang aku berdiskusi tentang kerja sama yang akan kami lakukan dengan Perusahaan entah perusahaan apa namanya, aku lupa. Aku hanya mengangguk seolah paham dengan apa yang dikatakan tiga orang tadi.

Huh! Tidak terasa jam makan siang sudah tiba. Tante Sonya datang ke kantor membawa makan siangku. Tante cukup paham dengan aku. Dia takut aku masih belum berani pergi ke restoran beli makan sendiri.
"Kamu makan dulu ya. Ini tante dah bawa bekal. Jadi harus dihabiskan," Tante Sonya memberikan kotak nasi itu padaku.
Aku mengambilnya dengan senang hati. Aku jadi keingat sama mamaku dulu. Ah udahlah.

Tante menanyakan bagaimana perasaanku selama bekerja mulai pagi. Aku menjawab seadanya aja. Tapi aku tidak menjelaskan kalau sebenarnya aku belum siap ketemu banyak orang. Takutnya, nanti tidak dibolehin kerja ke perusahaan lagi.

Kami agak lama cerita. Ternyata Om sedang di luar kota. Tiba-tiba Om harus pergi ke Semarang karena adeknya sedang sakit. Tante Sonya memilih tidak ikut karena dia ingin menjagaku. Mereka sangat baik padaku. Mereka menganggapku seperti anak kandung mereka. Aku sayang mereka.

Setelah lama cerita, tante Sonya pulang. Aku kembali bekerja. Walaupun sebetulnya susah mengerjakan bagianku, tapi menurutku lebih susah berinteraksi dengan lain. Aku hanya bisa berusaha terlihat ramah di depan orang lain.

*****
Akhirnya sudah bisa pulang. Sekarang jam 17:23 WIB, aku sengaja tidak langsung pulang. Walaupun sebenarnya energiku seperti terkuras jika bertemu orang banyak tapi aku mau mencoba keluar dari zona nyamanku. Aku duduk di kursi panjang yang tidak jauh dari kantor sekedar menikmati jalanan dan orang-orang yang jalan kaki. Aku sengaja mengenakan masker selain untuk menghindari polisi aku mengenakan masker untuk menutupi wajahku takut ada orang jahat yang masih mengincarku.

Dan tahu tidak siapa yang kutemui saat ini? Cowok gila semalam! Waduh, ternyata dia mengenaliku. Padahal aku udah pake jaket dan masker.
Dia sengaja duduk di sebelahku. Tapi tenang aku hanya melirik ke arahnya sebentar dan selanjutnya mengabaikan dia.

"Selamat ya, ini salah satu apresiasi karena kamu udah mau mencoba ke luar lagi dan tidak mengurung diri," Cowok itu memberikan es krim rasa vanila. Yang jadi pertanyaan, kenapa dia bisa tahu tentang aku? Apakah dia sudah lama memperhatikan aku? Atau dia mata-mata?

"Aneh. Sok akrab," Ucapku tak berniat mengambil es krim yang disodorkan padaku. Ia tertawa kecil sambil menatapku. Kesalahan apa coba yang aku lakukan sampai aku harus ketemu sama orang seperti ini? Sangat membangongkan.

"Iya maaf. Terima dong. Aku bukan orang jahat. Aku tetangga kamu. Aku hanya ingin kita bisa saling kenal karena kita kan tetanggaan." Jawabnya tanpa merasa tersinggung dengan ucapanku tadi. Tapi, benar juga dengan apa yang dikatakan cowok tadi. Aku akhirnya mengambil es krim itu karena sedari tadi ia menyodorkannya padaku.

"Makasih, " Lirihku meraih es krim itu. Jujur, senyum cowok itu cukup mempesona. Matanya indah, senyumnya manis, dan astaga yang benar saja apa aku baru memujinya?

"Namaku Aditya Ardika. Terserah mau panggil apa," Liriknya masih dengan senyum manisnya itu. Aku mengangguk paham tanpa berniat memperkenalkan diriku padanya.

Ada hal yang cukup menarik perhatianku, mukanya terlihat pucat dan di balik syal yang menutupi lehernya seperti ada bekas jahitan. Sebenarnya, penasaran dan ingin bertanya. Namun, kalau dipikir-pikir aku terlalu kepo dan melanggar privasi kalau menanyakan hal itu.

"Zefanya Brielle.. Nama yang indah. Bisa aku panggil Fani saja?" Liriknya yang membuatku menatap matanya. Dia tahu namaku? Nama lengkapku? What? Sejak kapan dia mulai mengetahuiku?
"Kok tahu? "Aku melayangkan pertanyaan karena penasaran. Dan yang menjengkelkan dia menyakat bahunya.
"Gila" Aku mengeluarkan kata itu karena merasa jengkel. Walaupun suaraku kecil tapi nyatanya dia mendengarnya. Alhasil dia tertawa lepas melihat ekspresi kesalku.

Aku dengan es krim di lenganku memilih pergi saja. Aku merasa tidak nyaman kalau sudah seperti ini. Aku pergi begitu saja tanpa pamit.
Lagi-lagi cowok itu membuatku jengkel. Dia mengikuti langkahku.

"Kamu mau apa?" Sarkasku dengan emosi. Tidak tahukah dia kalau aku sedang kesal?
"Aku hanya ingin berteman baik denganmu," Jawabannya hanya itu-itu saja. Huh! Akhirnya aku diam dan membiarkan dia mengikuti langkahku. Setidaknya ada temanku sampai ke rumah. Sedari tadi pagi aku ingin sekali jalan kaki. Ternyata terkabulkan juga, walaupun harus berantam dulu dengan cowok aneh tadi.

Tidak ada lagi percakapan sedari tadi. Kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga kejadian di luar prediksi terjadi. Ada keributan di depan kami. Karena kejadiannya berlangsung cepat kami tidak bisa mengelak. Ada bapak-bapak yang salah sasaran dan hendak memukul aku. Tapi sebelum kayu itu mengenai kepalaku, cowok tadi itu langsung menarikku kepelukannya dari berakhir dia yang kena pukul.

"Aku hanya mencoba melindungimu seperti payung dari hujan dan panas, seperti sepatu dari asp dan pasir. Mungkin aku tidak sehebat mereka. Namun, aku akan selalu berusaha memberi yang terbaik," (Nanata).

Zefanya BrielleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang