Status itu adalah aib

0 0 0
                                    


Semoga kalian suka, aku tidak akan memaksa kalian untuk menvote ceritaku.




Jarum jam berputar kian cepat dan pak riko juga belum sampai dan terpaksa aku lembur karena kasir tidak ada yang menjaga. "Mbak Aruna kamu beneran lembur malam ini?" tanya mbak Dian karena jam sudah menunjukkan pukul jam sepuluh kurang dua puluh menit.

"Ya mau gimana lagi mbak, ini pak riko belum datang, dan tinggal aku sama Tissa doang!" ujarku kepadanya sehingga membuat dia pun menganggukan kepala.

"Ya sudah mbak mau balik dulu yah, jam sepuluh tutup aja." aku menganggukan kepala.

Waktu sudah semakin malam dan toko juga sudah beres, tinggal mengunci toko saja. Selepas jam sepuluh lewat dua puluh tissa sudah pergi meninggalkan toko ini sedangkan aku masih harus mengunci toko dulu. Ketika aku sedang mengunci toko tiba-tiba terdengar suara motor yang mendekat ke arahku rupanya itu motornya pak Riko. "Aruna.. maaf saya telat untuk ke sini nya, tadi masih ada urusan yang belum selesai." aku menoleh ke arahnya dan menganggukan kepala.

"Yasudah tidak apa-apa, ini kuncinya pak," aku langsung ng menyerahkan kunci kepadanya dan aku juga sudah memiliki kunci satu lagi karena besok aku bagian pagi.

"Kamu sudah makan malam?" aku terdiam karena perutku terasa lapar tapi ini juga sudah tengah malam. "Belum pak!" ucapku dengan suara pelan namun dia malah menaiki motor dan menyuruhku untuk duduk di belakang motornya. "Saya akan traktir kamu makan malam," aku menggelengkan kepala dan menolak ajaknya.

"Sudah ayo makan malam, anggap saja ini sebagai jatah makan malam karena saya sudah mengambil waktu istirahat kamu!" ujarnya namun aku tetap menolak karena tidak enak dengannya. "Ah pak saya kan karyawan bapak, ngapain tidak enak. Anggap saja ini sebagai lembur." ujarku dengan tersenyum tipis tapi dia malah menyuruhku untuk menaiki motornya. "Sudah ayo naik." dengan terpaksa aku menaiki motornya namun aku masih menjaga jarak dengannya.

"Aruna bagaimana dengan anakmu?" tanyanya dengan suara sedikit kencang. "Baik pak,"jawabku dengan suara yang tak kalah kencang juga.

"Aruna saya suka sama kamu!" aku terdiam karena memang aku sudah mengetahui bahwa dia menyukaiku namun aku masih takut dengan pernikahan sehingga membuat aku diam saja.

"Aruna apakah kamu mendengar ucapan saya?" tanyaku dan dia malah bertanya kembali sehingga membuat aku mau tak mau menjawab.

"Saya sudah suka sama orang lain pak," ujarku dengan gamblang sehingga membuat dia pun langsung menghentikan motornya. "Apa?" dia menoleh ke arah belakang dengan pandangan terkejut dan aku hanya menganggukan kepala saja.

"Siapa orang itu?" tanyanya namun aku hanya menggelengkan kepala.

"Ya bapak enggak usah tau saya suka sama siapa." jawaban dariku sontak membuat dia pun langsung menyuruhku untuk turun.

"Turun aruna sekarang juga!" aku masih kaget dengan pak riko saat ini karena dia memanggilku dengan suara kencang dan marah secara bersamaan.

"Kenapa pak?" tanyaku dengan nada khawatir dan pak riko malah tersenyum dengan miring. "Siapa lelaki itu aruna?" tanyanya dengan suara amarah yang tertahan.

"Bapak tidak perlu tau siapa, karena ini memang ranah pribadi saya pak," jantungku berdetak dengan cepat saat Pak riko mulai mendekat ke arahku dan dengan reflek aku langsung mundur dengan perlahan-lahan. "Pak... bapak mau ngapain?" tanyaku dengan gugup namun dia malah menyeringai. "Aruna saya suka sama kamu sejak pertama kali saya melihatmu, namun kau malah berani menyukai lelaki lain." ujarnya dan aku hanya diam saja karena ini keadaan jalan yang cukup sepi sehingga membuat aku merasa takut.

"Pak jangan macam-macam sama saya yah pak!" ancamku namun dia malah tertawa dengan kecil.

"Ini sudah malam aruna, siapa yang akan mau melewati jalan ini,"

"Pak ini sudah di luar batas,' aku mencoba untuk tidak khawatir namun dia malah mendekat ke arahku. "Aruna saya suka sama kamu." jawabnya sehingga membuat aku menggelengkan kepala.

Aku tidak menyukai lelaki untuk saat ini namun pak riko masih mendesakku dan membuat aku menggelengkan kepala.

"Saya tanya sekali lagi siapa sosok lelaki tersebut?" tanya dengan gurat amarah yang teramat jelas di benakku.

'Pak riko.. jangan berbuat hal yang menjijikan!" ujarku dengan wajah yang amat takut.

"Halah kamu wanita murahan yang hamil dulu baru menikah." aku tertegun sejenak saat dia mengatakan tersebut karena memang aku menikah karena hamil dengan pacarku lalu kami menikah namun aku sekarang malah yang ditinggalkan.

"Pak.. jangan.. tolong..." aku sudah berusaha dengan keras mundur dan saat ini kami berada di jembatan di bawah sana ada air yang cukup deras sehingga membuat aku panik.

"Sudah jangan munafik kamu juga pasti ingin bukan?"" aku berusaha mundur namun dia dengan segera memegang kedua tanganku, lalu aku pun meronta-ronta minta dilepaskan.

"Tolong.... Tolong." dengan suara yang kencang aku masih berusaha untuk meminta pertolong meskipun aku tidak yakin.

.

"Syut... diam kau, dan nikmati!" dengan kesadaran penuh aku menendang asetnya sehingga membuat dia mengeluh dengan kesakitan. Aku segera mengambil tas dan berlari dengan derai air mata yang benar-benar aku tidak tahan.

"Aku bukan wanita seperti itu." ujarku dengan menyeka air mata. Jarak dari sini lumayan jauh mengingat hari sudah semakin malam, dan angin pun merasa semakin dingin. Samar-samar aku mendengar suara motor yang mendekat ke arahku sehingga membuat aku berlari dengan kencang karena aku takut itu adalah motornya pak Riko "Neng Aruna...." Aku menoleh ke belakang dan rupanya ada pak Udin yang sedang mengendarai sepeda motor dari arah belakang. "Pak.. tol...tolong saya!" aku menggigit bibir dengan takut karena memang aku saat ini sedang khawatir di susul oleh pak Riko. "Neng Aruna kenapa menangis?" dia terlihat seperti sedang bingung namun aku langsung menaiki motor nya dan menyuruh untuk segera meninggalkan tempat ini. "Pa..pak bisa tolong anterin saya pulang ke rumah!" dengan suara terbata-bata aku langsung meminta pertolongan darinya dan dia juga menuruti untuk menjalankan motornya.

Butuh waktu lima belas menit untuk sampai di depan rumahku. "Pak saya mohon jangan menceritakan hal ini kepada siapa-siapa yah!" aku meminta tolong kepadanya dan dia tanpa bertanya kembali menganggukkan kepala.

"Baik saya mengerti, jika neng Aruna butuh bantuan dari saya panggil saja!" aku langsung masuk ke dalam rumah dengan perasaan takut. Sejujurnya air mataku tidak bisa berhenti menangis karena untuk pertama kali aku merasakan ketakutan yang luar biasa seperti ini. "Hiks.... apakah aku terlihat seperti perempuan murahan?" tanyaku dengan suara tangis yang tertahan karena saat ini sudah berada di kamar takut mengganggu anakku.

Dengan perasaan lemas aku mendekatinya dan menatap sebentar wajah anakku. "Nak, maaf ibu yang tak bisa memberikan kamu jaminan soal kehidupan yang kaya tapi ibu jamin bahwa kamu tetap akan tercukupi." aku langsung membaringkan badan di samping putraku karena aku benar-benar takut saat ini. 



Jakarta 26 mei 2024

The hurt is real (LUKA DAN CINTA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang