Menit demi menit yang berlalu terasa begitu sesak dan mendebarkan, tetapi tidak ada satu pun semangat dari kami berdua yang luntur atau segan mengakui kekalahan dalam sparring yang sudah berlangsung cukup lama dengan napas yang mulai tersengal-sengal. Sparring kali ini bukanlah pertandingan simulasi atau turnamen pada umumnya yang berfokus untuk mengumpulkan poin dengan menyentuh titik-titik sasaran yang tepat. Akan tetapi, siapa pun yang berhasil menjatuhkan lawan ke dasar, maka salah satu dari kami berdua harus siap untuk mengakui kekalahan dan melakukan apa pun sesuai dengan taruhan yang sudah disepakati bersama sebelum sparring—antara hidup dan mati—ini dilakukan.
"Apa kita berdua benar-benar harus melakukan ini, Ka?"
Hanya dengan menjadi pemenang di atas arena sakral ini yang mampu membuatmu gak lagi berkutik dan mengakui kekalahanmu, jawabku dalam hati sambil menyerang daerah ulu hatimu dengan tendangan samping yang berhasil kamu hindari untuk kesekian kalinya.
Dahiku mengernyit melihatmu yang sama sekali tidak menganggapku sebagai lawan serius dan hanya menghindari seranganku tanpa berniat untuk membalas atau menyerangku balik, hal itu kontan membuatku kesal dan berimbas meneriakimu, "Bertandinglah dengan serius dan jangan meremehkanku, Gun!"
Kamu menggeleng singkat lalu membidik jantungku tepat dengan taruhan yang aku tawarkan sebelum sparring ini dilakukan lewat lisanmu yang lirih, "Apa sebegitu besarnya keinginanmu untuk pergi meninggalkanku, Ka?"
Netramu yang menatapku sendu mulai kehilangan arah makin jauh. Kesempatan ini aku manfaatkan untuk melakukan tendangan melingkar ke arah kepala yang lagi-lagi bisa kamu hindari, tetapi itu adalah siasat busukku kali ini untuk mengecoh lalu menjatuhkanmu dengan tendangan melingkar terbalik yang tidak bisa dihindari.
BAM!
Dojang Quantum Qake menjadi saksi bisu atas kemenangan mutlakku yang berhasil menjatuhkan salah satu taekwondoin paling disegani oleh lawan di kejuaraan—untuk pertama kalinya dalam sejarah hidupku—ke dasar kali ini. Membuatmu bertekuk lutut di atas taruhan yang sudah disepakati bersama dengan derai air mata tak terbendung dan erangan frustasi yang menggema dalam ruang. Begitu juga dengan diri ini yang harus berlapang dada mengakui salah satu kekalahan dan mimpi terbesar dalam hidupku, yaitu melepaskan segala angan-angan indah untuk bisa bahagia bersamamu di masa depan.
Selamat tinggal, Guntur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast | Park Gunwook ✔️
Fiksi PenggemarPerihal cinta, terkadang semua orang sudah mencoba berbagai cara untuk bersama. Namun, mengapa pada sampai titik terakhir, kita tidak pernah bisa bersama? Rupanya, garis takdir tidak akan pernah bisa mempersatukan hati kita untuk bersama. Selamanya...