"Dunia ini indah, namun tidak semua orang dapat menikmati keindahannya."
🍁🍁🍁
Senja Kirana selalu menyukai bagaimana hujan jatuh membasahi bumi. Aroma khas yang kemudian menguar, ketenangan yang ia rasakan setelahnya. Entah bagaimana, Senja kemudian ikut bergabung bersama tetesannya, menikmati tiap kali angin berembus mengenai tubuhnya yang mulai basah.
Namun, untuk kali ini, Senja tidak dapat merasa tenang.
Suara gemuruh yang bersahutan tidak akan pernah menjadi masalah. Kedua tungkai Senja menyusuri jalan setapak, hingga kemudian dirinya terduduk di kursi taman. Netra legam menatap langit yang masih gelap, tertutupi kumpulan kapas hitam yang menunggu untuk menuruni bumi.
Senja mungkin tidak dapat mendengar, namun indranya yang lain masih berfungsi. Retinanya masih dapat menangkap cahaya, yang kemudian diproses di otak, hingga Senja dapat melihat bagaimana tangan ayah terangkat, lalu menampar ibu dengan kerasnya.
Ibu terjatuh, kemudian Senja berlari ke luar rumah begitu saja.
Jemari Senja yang bergetar setelahnya terangkat, mengusap sudut matanya. Senja tidak tahu apa air yang mengalir di pipi merupakan air hujan atau air matanya, tapi Senja tidak peduli. Perasaan yang tercampur aduk, dada yang lalu terasa begitu sesak.
Berakhirnya kehidupan mungkin tidak akan seburuk itu.
Lalu, kedua netra Senja menangkap sosok laki-laki yang berlari kecil, melewati hujan dengan payung bergambar beruang, tampak kuyup meski dengan perlindungan. Awalnya, Senja tidak terlalu peduli, hingga kemudian laki-laki itu terjatuh, terpeleset tepat ketika berada di hadapannya. Tawa yang tampak setelahnya membuat Senja untuk sejenak tertegun.
Laki-laki itu menoleh, menatap Senja. Pandangan mereka saling bertemu, hingga Senja dapat menyadari bahwa semburat merah terbit di pipi laki-laki tersebut, tampak malu. Senyum yang kemudian terlukis terasa begitu hangat.
Senja tidak dapat beralih, hingga lalu laki-laki bersurai cokelat itu berdiri, menunduk sejenak, sebelum kembali berlari kecil. Meninggalkan Senja yang bahkan tidak dapat berkedip sedetik pun.
Kepala Senja menggeleng, berusaha melupakan kejadian biasa barusan, tanpa menyadari bahwa hari ini, di sore yang gelap, merupakan awal dari pertemuan mereka.
🍁to be continued🍁
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang di Penghujung Senja
Ficção AdolescenteSenja seharusnya bersyukur akan ketidakmampuannya mendengar suara. Tidak harus ia mendengar ejekan yang dilayangkan di belakang, tidak juga mendengar bagaimana kedua orang tuanya saling berteriak-hingga berakhir dengan lemparan barang atau bantingan...