Bagian 3

146 19 6
                                    

Hujan kembali turun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan kembali turun.

Senja berdiri di ujung koridor, menengadahkan tangan untuk menampung air hujan sementara kepalanya terangkat, menatap langit yang gelap. Bulan Januari selalu diisi dengan hujan yang mengguyur bumi, termasuk hari ini. Padahal, seharian mentari bersinar terik, sampai Senja berpikir bahwa langit tidak akan menangis sore hari ini.

Sungguh disayangkan, Senja lupa mengambil payung yang sengaja diletakkan di balkon kamar. Hingga pada akhirnya, Senja hanya bisa berdiri mematung, menikmati cipratan air yang mengenai wajah. Sedikit mengernyit, Senja hanya bisa tersenyum tipis.

Jika beruntung, ibu mungkin akan menjemputnya. Atau mungkin, Senja akan berlari menerobos tetesan air yang semakin deras setiap detiknya.

Lalu, tepukan di pundak membuat Senja tersadar. Ia sedikit terhenyak dan menoleh. Ketika menyadari sosok yang berdiri di belakangnya, senyum Senja luntur.

Itu Bintang.

Laki-laki yang mengenakan jaket biru tersebut memasukkan tangan ke dalam saku, kemudian mengambil sesuatu dari dalam sana. Tak lama, tangan Bintang menggenggam ponsel, membuka kunci, mulai mengetik, sebelum akhirnya menunjukkan layarnya ke wajah Senja.

Kenapa belum pulang? Nunggu jemputan?

Senja menggeleng pelan. Tangannya menunjuk langit yang gelap. Sedikit berharap agar Bintang bisa mengerti. Masalahnya, sepertinya Bintang tidak bisa menggunakan bahasa isyarat, mengingat keduanya menggunakan buku catatan untuk berkomunikasi.

Bintang mengernyit. Ia kembali menatap layar ponselnya dan mulai mengetik.

Lo nggak bawa payung? Atau mau bareng? Kebetulan, gue dijemput. Rumah lo di mana?

Menatap wajah Bintang lekat-lekat, Senja lagi-lagi menggeleng. Dengan serampangan mengambil ponsel yang berada di dalam tas. Jemari Senja dengan cepat mengetik. Rasanya, tidak mungkin Senja merepotkan teman yang baru dikenalnya itu.

Tak lama, Senja menunjukkan layar ponselnya ke hadapan wajah Bintang. Sedikit mengangkat tangan dan berjinjit.

Nggak usah. Rumahku dekat. Aku mau nunggu hujan berhenti.

"Ma-u di-te-me-nin?"

Senja mengulum bibir, lagi-lagi mengetik. Andai ia bisa, Senja ingin langsung berbicara. Rasanya begitu merepotkan ketika harus berbicara melalui tulisan.

Rasi, kamu nggak perlu ngomong pelan-pelan. Aku masih bisa baca gerakan bibir kamu, kok.

Kamu duluan aja. Aku nggak masalah sendiri.

Lagipula, Senja memang sudah biasa sendiri, bukan?

Bintang berdeham pelan. Mengusap belakang kepalanya canggung. "Maaf," ucapnya kemudian.

Perlahan, Senja menggeleng. Kedua tangan yang secara refleks ikut melambai, kemudian meluruh. Wajah Bintang yang memerah terlihat begitu lucu di mata Senja.

Bintang di Penghujung SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang